Hari pertama Penilaian Akhir Semester 1 membuat semua murid SMA Pelita Bangsa bersusah payah untuk menghafal pelajaran yang akan di ujiankan, tak terkecuali Nara. Dia berangkat sekolah dengan semangat yang membara sembari memeluk beberapa LKS di dadanya. Dia segera menyimpan tas punggungnya tatkala dia sudah menemukan ruangan dan tempat duduk yang akan di tempati selama masa ujian berlangsung.
Nara mengembuskan nafas lega, "Untung aja gue gak seruangan sama Sakti."
Tentu dia sangat senang. Karena jika dia seruangan dengan mantan kekasihnya itu, tentu saja dia akan sangat tidak fokus karena matanya yang tak bisa di kendalikan dan sering kali ingin terus memandang Sakti.
Tangan mungilnya bergerak membuka lembaran LKS-nya. Membaca dan menghafal tulisan yang berderet rapi disana. Dia membolak-balikkan halamannya saat dia kebingungan harus mulai menghafal dari mana. Pasalnya, sering kali soal yang keluar tidak sesuai dengan pelajaran yang di hafalkan.
"NARAAAA!" teriak Vita saat memasuki ruangan 7 itu, di ikuti April yang berjalan di belakangnya dengan santai.
"Eh, hai? Selamat pagi sayang-sayangku. Selamat menikmati soal PAS. Jangan lupa siapin keresek, nanti lo muntah!" sapa Nara diiringi kekehannya.
"Anjir, sumpah gue degdegan banget hari pertama PAS ini. Masa gue pisah ruangan sih sama lo, sama April?" ujar Vita mengerucutkan bibirnya.
April tertawa mengejek, "Kachiandehluhh, untung gue seruangan sama Nara. Jadi bisa dong kasih contekan?" April mengedipkan sebelah matanya menggoda.
"Eh enak aja! Kerjain aja sendiri," protes Nara dengan kembali membaca LKS-nya.
"Lo berdua mendingan sana deh! Gue lagi ngafalin nih, gak konsen. Dahhh ya, jangan lupa berdo'a semoga lancar PAS hari pertamanya," lanjut Nara mengusir kedua sahabatnya.
"Huuu!"
Vita melenggang pergi keluar ruangan dan memasuki ruangan sebelahnya setelah bersorak kepada Nara. Sedangkan April, dia mencari tempat duduk yang sesuai dengan nomor pesertanya.
Bel masuk berbunyi sedetik yang lalu. Semua siswa menempati tempat duduknya tatkala seorang pengawas berkumis dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya itu memasuki ruangan.
Nara berdo'a dalam hati saat sudah mendapatkan lembaran soal dan kertas lembar jawaban yang diberikan oleh sang pengawas. Dia berharap supaya ujian semester di hari pertamanya ini berjalan dengan lancar. Dia mulai mengerjakan butir-butir soal yang menurutnya mudah terlebih dahulu.
"Sstttttt, Nara!" bisik April yang menempati tempat duduk ke empat di samping tembok yang sejajar dengan pintu masuk.
Takut-takut Nara menoleh dengan perasaan ragu, "Apaan?" bisiknya pelan.
April melihat ke arah sang pengawas di depan sana, kemudian kembali memandang Nara.
"Nomor lima sama tujuh jawabannya apa?" tanya April dengan suara kecil, jari tangannya bergerak memberi kode.
Nara mendengus. Enak saja sahabatnya itu minta-minta. Kalau ingin dapat nilai bagus ya belajar, bukannya mengandalkan teman. Nara yang tak mau rugi pun terpaksa berbohong mengatakan bahwa dia belum mengetahui jawaban yang April tanyakan. Bukan karena pelit, hanya saja jika Nara memberikan jawabannya pada April, itu tentu akan membuat sahabatnya semakin malas belajar. Lagi pula menyontek itu dosa. Orang yang menyontak adalah bibit dari para koruptor.
"April, Nara, jangan bisik-bisik! Kalau sudah, cepat kumpulkan saja!"
Mendengar suara pak Dadang --pria paruh baya yang botak di tengah kepalanya itu terduduk di kursi pengawas, Nara dan April cepat-cepat membenarkan posisi duduknya. Mereka kembali fokus mengerjakan soal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Will You Comeback? ✓ [SUDAH TERBIT]
Teen FictionNara tetap berdiam di tempat yang sama. Tetap mencintai Sakti dengan sangat. Tetap setia menunggu Sakti kembali menjadi pelengkap hidupnya. Tapi bagaimana dengan Sakti? Masihkah dia ingin sendiri?