Bab 7

162K 10.2K 115
                                    

Selamat Membaca

















Tak mau terlalu memikirkan bekal di pangkuannya segera saja Azka menaruh bekal itu di bangku samping pengemudi dan mulai menjalankan mobilnya meninggalkan rumahnya untuk pergi ke kantor.

Sesampainya di kantor sudah jelas jika Azka menjadi pusat perhatian semua pegawainya. Karena selama Azka menjabat sebagai CEO perusahaan tidak pernah sekalipun laki-laki itu menenteng wadah tupperware berwarna biru.

Jika tidak mengingat Azka adalah bos mereka, semua pegawai Azka mungkin sudah menertawakan laki-laki itu.

Namun Azka tidak ambil pusing dengan semua tatapan para pegawainya, dia akan memikirkan akan diapakan bekal yang dibawakan Dira untuknya ini nanti.

Azka menaiki lift khusus untuk para petinggi perusahaan sampai ke lantai dua puluh, lantai tertinggi perusahaan milik Azka yang di lantai itu hanya berisi ruang kerja Azka dan pantri juga ruangan sekertaris Azka tentu saja, Bambang.

Saat Azka melewati meja sekertaris yang kosong itu lalu masuk kedalam ruangannya, dia sudah menyiapkan diri jika saja Bambang akan mengejeknya nanti karena membawa bekal ke kantor seperti anak TK.

Dan dugaan Azka tidak meleset sedikitpun, saat Bambang membuka pintu ruangannya dengan kesusahan karena dia memegang dua cangkir kopi dikedua tangannya.

Bambang masih belum melihat jika ada benda berwarna biru di tengah-tengah meja Azka.
Sambil menyeruput kopinya, Bambang berjalan mendekat ke arah Azka dan ketika matanya terarah pada benda berwarna biru itu Bambang tidak langsung tertawa, dia memandang Azka dan tupperware itu secara bergantian dan tidak lama setelah itu tawa bahagia keluar dari mulutnya.

“Demi apa lo bawa bekal ke kantor?” ucap nya diantara tawanya sambil menaruh kopi milik Azka di meja laki-laki itu.

Menenteng tupperware itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi lalu kemudian kembali tertawa dengan keras. “Lo udah mau bangkrut makanya bawa bekal?”

Bambang masih saja tertawa dan berjalan untuk duduk di sofa yang berada di ruangan Azka masih sambil tersenyum. Bambang menaruh cangkir dan wadah tupperware yang dia bawa ke atas meja.

“Gue pikir tadi itu Cuma gosip yang bilang lo ke kantor sambil nenteng bekal kayak anak TK, tapi ternyata beneran lho ini.” Bambang saja sampai harus mengusap sudut matanya yang berair karena tertawa saking kerasnya.

“Lo salah kali.” Celetuk Bambang kepada Azka yang sedari tadi hanya diam menyaksikannya.

“Salah apa?” tanya Azka bingung.

“Bekal itu mungkin aja punya Daffa, tapi ga sengaja kebawa.”

“Sialan lo!” mendengar umpatan kesal Azka tidak membuat Bambang takut melainkan cowok malah tertawa kembali, merasa lucu dengan keadaan Azka sekarang.

“Udah sana, keluar dari ruangan gue!” usir Azka kepada Bambang.

Lalu masih dengan tertawa Bambang keluar dari ruangan Azka dengan membawa cangkir yang berisi kopi miliknya.

Sepeninggal Bambang, Azka langsung memulai pekerjaannya dengan memeriksa tumpukan kertas yang sudah tersedia di meja kerjanya.

Namun baru sepuluh menit Azka memeriksa kertas-kertas itu, dia menghela napas kasar dan menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi.

Dia tidak bisa mengabaikan bekal itu begitu saja, demi tuhan bahkan disaat dirinya masih sekolah dulu, dia tidak pernah membawa bekal ke sekolah.

Sementara sekarang disaat umurnya sudah menginjak angka tiga, dengan seenaknya gadis yang baru dikenalnya beberapa hari malah dengan santainya menyuruh untuk membawa bekal.

Mas SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang