"Kehangatan"
(Name) segera menyelesaikan tugasnya. Ketua OSIS juga sudah pulang, dia melirik kearah jendela. Dan sudah tampak gelap.
Diliriknya Aomine yang tertidur nyenyak dengan dengkuran yang cukup keras tapi tidak membuatnya merasa terganggu. Dia lebih suka mendengar suara itu daripada keheningan ruang OSIS yang selalu membuatnya kesepian.
Semua tugas OSIS hampir semuanya diserahkan padanya dan si ketua OSIS. Katanya hanya (Name) yang benar-benar bisa diandalkan untuk hal ini. Mereka juga sudah menjadikan (Name) sebagai kandidat ketua OSIS yang baru setelah masa jabatan ketuanya selesai.
(Name) tidak menolak ataupun menerima dengan senang hati. Dia hanya terlatih untuk melakukan itu semua. Orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaan mereka, dan seringkali meninggalkan rumah.
Dulu sewaktu SMP (Name) selalu mengajak sepupunya untuk datang kerumah menemaninya. Walaupun kerjanya hanya menjahili (Name), makan atau main game.
Tapi semenjak kejadian itu sepupunya menjauh. Dengan dalih bahwa mereka sudah cukup dewasa untuk tinggal satu atap. Dan dia tidak suka untuk selalu menjadi seperti anak-anak yang diasuh oleh (Name).
Tapi (Name) tau itu bukanlah alasan yang sebenarnya. Sepupunya itu sangat keras kepala dan terlalu liar dari sejak mereka kecil tapi dia tidak sekalipun mengeluh tentang dunia mereka, saat (Name) menjaganya, saat dia mendapat pukulan dari (Name) karena kenakalannya, atau saat mereka tidur diatas ranjang yang sama.
Semua kejadian di masa lalu itu membuatnya merasa sudah merebut kebebasan (Name) untuk memilih. Semua hal yang mereka lakukan bersama seperti merengut (Name) pada orang yang (Name) sukai.
Dia merasa buruk. Dia tidak ingin membagi (Name)-nya pada siapa pun tapi. Dia ingin melihat (Name) bahagia dengan orang yang dia sukai.
"Daiki, bangunlah ini sudah gelap dan kita harus pulang."
(Name) menepuk wajah Aomine pelan. Dan membuatnya membuka mata.
"Aah- Warui (Name)."
Aomine bangun dan merenggangkan tangannya. Menguap lebar. Membuat (Name) melemparkan sepotong telur gulung kemulutnya.
"Tutup mulutmu jika menguap Daiki! Itu tidak sopan."
Aomine mendengus. Lalu mencium (Name) sekilas.
"Kau tau persis aku tidak sepertimu."
(Name) hanya menggeleng pelan lalu berjalan keluar dari ruang OSIS. Mereka berjalan cukup jauh ke stasiun. Letak rumah (Name) memang cukup jauh. Aomine mengikutinya dari belakang. Walaupun rumahnya berlawanan arah dengan tempat tinggal (Name).
Satsuki juga sudah pulang lebih dulu bersama Sakurai katanya. Mereka berhenti di depan Stasiun, Aomine menggenggam tangannya tiba-tiba. Cukup erat sampai membuat (Name) meringis menahan sakit.
"Ada apa Daiki?"
Tanyanya lembut. Seperti biasa. Aomine mengusap tengkuknya gelisah. Dia memalingkan wajah lalu menghela napas pelan.
"Apa aku boleh menginap dirumahmu? Kau tau dia--"
"Kise-kun akan kerumahmu? Dan kau benar-benar ingin mengakhirinya sampai tidak ingin bertemu dengannya. Benar?"
Aomine hanya menatap (Name) jengah. Gadis dihadapannya ini benar-benar mengerti apa yang ingin dia katakan. Seperti Akashi. Pikirnya.
"Y-ya begitulah. Apa boleh?"
(Name) tidak menjawab tapi dia menarik Aomine menuju kearah yang berlawanan denga stasiun. Dan memanggil taksi.
"Lebih baik kita berbelanja lebih dulu. Bahan makanan dirumahku sudah menipis."
Mereka berhenti didepan rumah besar dan megah. Terlalu besar untuk dihuni oleh dua orang saja.
Aomine mengikuti (Name) sambil membawa barang belanjaan mereka tadi. Dia menatap setiap sudut rumah besar ini. Terlalu sepi.
"O-oi (Name), kau sendirian?"
"Ya, orang tuaku jarang dirumah, mereka sibuk dengan pekerjaan mereka. Sebenarnya ada Yama-obachan dan Yamada-san supirku. Tapi dia hanya datang untuk memasak makan siang dan membersihkan rumah. Jadi ketika sore dia pulang kerumahnya. Yamada-san sudah pulang kerumahnya saat kubilang aku akan pulang bersamamu."
(Name) memasukkan bahan makanan yang dibawa Aomine dan menyusunnya sesuai urutan.
"Kau mau makan apa Daiki?"
Aomine tidak menjawab, dia hanya memperhatikan punggung gadis dihadapanya. Dia merasa buruk dengan permintaan egoisnya. Karena melihat bahwa gadis ini ternyata sangat kesepian.
"Daiki ada apa?"
Aomine memeluknya erat dari belakang. Ingin menyampaikan bahwa (Name) tidak perlu khawatir. Dia juga berjanji akan selalu bersamanya. Menemaninya.
"Tidak ada. Hanya ingin tau ukuran dadamu."
Aomine meringis saat (Name) menyikut perutnya. Mereka tertawa bersama. Tentu saja Aomine bukan orang dengan sejuta kata manis. Dia hanya akan menghiburnya lewat tindakan dan sedikit modus dari tangan mesumnya.
🍙🍙🍙
KAMU SEDANG MEMBACA
Home (Aomine x Reader)
FanfictionDaiki tidak bicara saat lagi-lagi dia menemukan sekotak bento ditempat biasa dia bermalas-malasan di atap sekolah. Karena dia tau. Selalu. "Meskipun kau seperti itu atau seperti apa pun. Aku akan selalu menjadi rumah untukmu Daiki. Itulah janjiku...