Bertemu

1.4K 143 5
                                    

Setelah Jenny menceritakan semua yang terjadi pada dirinya dan juga Theo kepada Thia, Ibunda dari mendiang Theo itu bersikeras untuk mengunjungi makam Theo  karena ia tak percaya pada perkataan Jenny. Ia ingin membuktikannya sendiri dengan melihat makam Theo. Mau tak mau, Jenny mengantarkan Thia ke makam Theo meskipun dengan hati yang sangat berat. Dalam hatinya, Jenny menyesal karena tak bisa menjaga Theo dengan sebaik mungkin. Padahal jika ia bisa menjaga Theo selama beberapa waktu, ia yakin Theo pasti akan bahagia jika bertemu dengan Thia. Akan tetapi, takdir berkata lain. Ia tak akan pernah bisa melakukan apapun jika takdir mengenai ajal sudah berbicara. Ingin pergi ke ujung dunia pun, pasti ajal akan menjemput bagaimana pun itu.

Julian dan Yohan yang ikut serta mengunjungi makam Theo pun tampak menundukkan kepala mereka kala Thia mulai menangis sesenggukan di samping nisan anaknya itu. Jenny yang berada di samping Thia, mengelus pundak Thia dengan lembut. Gadis itu berusaha untuk  menegarkan Thia meski dirinya sendiri juga sedang rapuh dan hancur. Ia mencoba yang terbaik untuk bisa menghibur sosok yang telah melahirkan mendiang kekasihnya itu.

"Kenapa ... kenapa kamu cepat sekali meninggalkan ibu, nak? Ibu merindukanmu ... ibu bah- ibu bahkan belum mengatakan kalau ibu sangat menyayangimu. Ibu juga ... belum sempat mengucapkan kata maaf untukmu ... mengapa umurmu lebih pendek dibanding ibu, Theo sayang? Hiks. Jika sa ... jika saja umur itu bisa ditukar, ibu rela menukarnya. Menukar umur ibu dengan umurmu, nak," ujar Thia dengan nada lirih. Bahkan orang yang mendengarnya pun tahu jika perkataan Thia benar-benar tulus dari dalam hatinya tanpa dibuat-buat. Meski memang ia pernah berlaku jahat pada Theo, namun sisi keibuannya tetap ada dan tak akan pernah hilang.

"Maafkan aku, karena aku tak bisa menjaga Theo dengan benar, bu. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Jika saja aku bisa menjaga Theo dengan lebih baik lagi, pasti kalian akan berjumpa  dan akan memiliki akhir yang bahagia," ujar Jenny pada Thia sembari menangis. Air mata gadis itu berlomba-lomba  menuruni pipinya.

Thia menggeleng pelan dan mengelus tangan Jenny lembut. "Nak, jangan meminta maaf. Justru saya lah yang seharusnya meminta maaf pada kamu dan juga Theo. Maafkan saya, Nak. Selama ini pasti kamu sudah bersusah payah menjaga Theo dan merawat dia. Maka dari itu, saya mengucapkan terima kasih juga ke kamu."

Jenny mengaggukkan kepalanya. Secara refleks, Thia langsung memeluk Jenny sayang. "Seandainya jika Theo masih ada, saya pasti sangat mengizinkan ia untuk menikah denganmu, Nak. Tapi karena ia sudah tak ada, saya hanya bisa berdoa semoga kamu bertemu dengan orang yang baik untuk  dirimu serta keluargamu. Theo benar-benar beruntung pernah bertemu dengan kamu, Nak. Sekali lagi, terima kasih."

Setelah adegan yang menyayat hati itu, Thia kembali ke rumah sakit bersama dengan Julian sedangkan Jenny akan pulang dengan diantarkan oleh Yohan. Bukan tanpa alasan mereka menyudahi acara tangis itu, mereka menyudahinya sebab Julian khawatir kondisi Thia akan memburuk jika terlalu lama bersedih. Termasuk kondisi Jenny juga, mengingat Jenny pernah jatuh sakit setelah mengetahui bahwa kekasihnya tak tertolong.

"Jadi, kamu tak ingin bercerita tentang dirimu padaku, Sanjaya?"

Mendengar pertanyaan Jenny, Yohan menyatukan satu alisnya. "Hah? Sanjaya?"

Jenny tertawa geli, "Jangan terkejut seperti itu. Wajahmu konyol, loh."

"Maksud Anda apa, ya? Anda kenal saya?" Tanya Yohan bingung.

Jenny menggelengkan kepalanya. "Akan aku jelaskan kalau sudah di rumah nanti. Oh iya, setelah lampu merah ini, ambil ke kanan. Aku mau ke rumah orang tuaku."

Obsesi Pembawa Petaka (Revisi) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang