Kesaksian

1.7K 158 3
                                    

Jenny saat ini tengah berada di ranjang rumah sakit. Gadis itu saat ini sedang sakit demam yang tinggi. Memang, setelah Jenny pingsan, begitu ia terbangun, ia langsung menangis lagi selama berjam-jam. Kondisi tubuh Jenny langsung menurun drastis yang mengakibatkannya harus dirawat beberapa saat di rumah sakit tempat Julian bekerja.

"Aku kangen kamu, Theo." Jenny menatap pintu di depannya dengan tatapan kosong.

Jenny memang tampak tak bergerak dan hanya menatap kosong ke arah pintu, namun sebenarnya pikiran gadis itu sedang berkelana ke mana-mana. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana kemarin ia dan Theo berjalan bersama, bercanda, berbagi tawa, dan bergandengan tangan dengan romantisnya. Ia merasa bahwa hidup ini tak adil.

"Kalau perubahan Theo yang seperti itu bikin dia pergi dariku selamanya, lebih baik Theo gak pernah berubah sama sekali. Aku tak masalah kalau Theo memukuliku ataupun kasar padaku. Yang aku pedulikan hanyalah keberadaan Theo di sisiku." Jenny berbicara sendiri dengan tatapannya yang berubah menjadi sendu.

Cklek.

"Jenny, makan dulu," ujar Julian. Ia bertanggung jawab untuk merawat Jenny.

"Nanti." Jenny menjawab perkataan Julian dengan suaranya yang terdengar sedikit parau.

"Dari kemarin setelah pingsan, kamu sama sekali belum makan sampai sore ini. Keadaanmu bisa jadi lebih buruk dari sekarang."

"Bisakah kamu pergi dari hadapanku saja?!" Ketus Jenny.

"Bisa."

"Ya sudah, per-"

"Jika kamu sudah menghabiskan makananmu." Potong Julian cepat, membuat Jenny mendengus kesal.

"Tetap, aku gak mau makan."

"Makan, setidaknya tiga suapan." Tawar Julian.

Jenny tampak berpikir sebentar. Ia mengelus perutnya yang memang sudah terasa perih sebab belum ada makanan yang masuk ke perutnya, akan tetapi ia juga tak ingin memakan makanan rumah sakit karena baginya, makanan rumah sakit itu hambar.

"Tapi aku gak mau makanan rumah sakit," ujar Jenny sembari mengerucutkan bibibirnya.

Julian yang mendengar perkataan Jenny jadi terkekeh. "Karena makanan rumah sakit tidak enak?" Tebaknya.

Jenny mengangguk dengan cepat. "Betul!"

"Oh, sudah bisa saya tebak, sih. Makanya, saya membawakan bubur dari luar. Jadi, mau makan?" Juisan menyodorkan bungkusan yang berisi bubur ayam pada Jenny.

Jenny menatap Julian dengan ragu. "Kamu gak menambah racun ke bubur ini, 'kan?"

Julian mengerutkan alisnya. "Apakah wajah saya terlihat jahat? Lagian, apa untungnya bagi saya jika kamu mati saya racuni?" Jawab Julian enteng.

Jenny mendengus. "Baiklah. Berikan padaku. Terima kasih."

Ketika Julian sedang melihat Jenny yang membuka plastik makanannya, ponsel milik Julian berdering. Seseorang meneleponnya.

Tiring tiring.

Julian merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya, lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?" sapa Julian.

"...."

"Beneran, nih gue harus ke sana?"

"...."

"Di mana lokasinya?"

"...."

"Oke, gue bakalan ke sana setelah ngurus satu pasien lagi."

"...."

"Iya iya, gue ke sana sekarang. Gak usah ngamuk."

Obsesi Pembawa Petaka (Revisi) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang