Kenangan

1.6K 148 3
                                    

Siang ini, Jenny sudah berada di apartemennya lagi. Ia sudah pulang dari rumah sakit setrlah dirawat di sana selama beberapa hari. Memang, tubuh Jenny tampaknya mudah jatuh sakit jika ia terlalu memikirkan banyak hal.

Hal pertama kali yang gadis itu lakukan ketika sampai di apartemennya adalah menuju kamar Theo dan menatap sendu kamar itu. Perlahan tapi pasti, kaki Jenny memasuki kamar Theo yang terlihat sedikit berserakan dengan baju-baju Theo yang ada di atas kasur, serta lantai yang berdebu. Tentu saja banyak debu di apartemen itu, sebab tak ada yang membersihkannya ketika Jenny dirawat di rumah sakit.

Jenny menggapai beberapa baju Theo yang kotor, lalu merapikan tempat tidur pria yang dicintainya itu. Jenny berniat membersihkan seluruh bagian apartemen, dimulai dari kamar Theo terlebih dahulu. Meski memang niat awalnya begitu, tapi tampaknya Jenny tak bisa terlalu lama berada di kamar Theo. Gadis itu selalu kepikiran Theo yang telah tiada. Ia dapat mengingat dengan jelas bagaimana suara Theo ketika memanggilnya, bagaimana senyuman yang terukir di wajah tampan Theo, serta bagaimana lembutnya Theo ketika memeluknya. Jenny sama sekali tak mau mengingat bagaimana Theo memperlakukannya dengan buruk. Yang ia ingat hanyalah ingatan yang baik mengenai mendiang kekasihnya itu. Oleh sebab itu, Jenny membersihkan ruangan Theo dengan cepat, supaya dirinya tak usah berlama-lama di sana, karena takut akan bersedih hati lagi.

Di sela-sela membersihkan apartemen, Jenny tampak berbicara sendiri. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa kepergian Theo sudah digariskan, maka dari itu ia harus menerima hak tersebut dengan lapang dada.

"Aku rasa Tuhan lebih menyayangimu, Theo. Tuhan lebih menyayangimu dan tahu apa yang terbaik untukmu. Aku yakin, jika semua ini adalah yang terbaik untukku maupun untukmu. Semoga kamu mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, Theo. Meski berat, tapi kenyataannya memang kamu sudah tak ada di sisiku lagi." Jenny menghela napasnya berat, lalu menghapus air mata yang mengalir membasahi kedua pipinya. Entah sudah berapa kali Jenny bersedih atas meninggalnya Theo. Sudah tak terhitung berapa kali Jenny menangis tiap kali teringat Theo. Memang sebegitu besar sayangnya Jenny pada Theo.

Di lain sisi, Yohan tampak mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang untuk mengunjungi rumah dari Julian. Polisi itu hendak membicarakan hal penting dengan Julian.

"Apa Julian ada?" Tanya Yohan pada nenek Julian yang sedang menyapu halaman.

Nenek Julian menoleh ke arah Yohan sembari menyipitkan matanya. "Tidak ada, Nak Yohan, katanya dia lembur."

"Oh, tapi ini kan hari Sabtu...." gumam Yohan. Polisi muda itu tampak bingung dengan perkataan dari Nenek Julian.

"Kemarin Julian mengatakan padaku kalau dia akan lembur setelah melihat kembang api bersama dengan pasiennya." Jelas Nenek Julian, yang membuat Yohan jadi memahami situasinya.

Yohan mengangguk lalu membungkukkan sedikit badannya. "Baiklah, terima kasih Nek. Aku pergi ke rumah sakit saja kalau begitu."

"Hati-hati, Nak Yohan."

"Iya, Nek."

Ketika Julian baru saja masuk ke mobil polisi miliknya, ia menoleh  ke arah rumah yang berada tepat di samping rumah Julian. Seorang gadis yang tengah menjemur pakaian membuat atensi Yohan teralihkan. Bak tersihir, Yohan memandangi wajah gadis tersebut dengan saksama. Terbesit dalam pikirannya bahwa gadis yang ia lihat merupakan sosok yang ia cari selama ini. Namun ia sendiri tak yakin dengan hal itu. Tersadar akan lamunannya, Yohan segera menggelengkan kepalanya dan pergi menuju rumah sakit tempat Julian bekerja.

Di rumah sakit, Julian yang sedang duduk di kursinya tampak meregangkan tubuhnya. Dari wajahnya saja sudah dapat ditebak bahwa pemuda itu kelelahan dan butuh istirahat. Akan tetapi, karena sifat keras kepalanya, ia mengabaikan perkataan beberapa dokter yang berpapasan dengannya yang menyuruhnya beristirahat barang sejenak.

Obsesi Pembawa Petaka (Revisi) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang