4

58 12 1
                                    

Ketika hati t'lah memilih ,
Maka tak akan sanggup lagi pergi dan menanti kembali

-Atifa gracella


Rena tersenyum miris melihat Atifa tak mampu mengabulkan permintaannya itu. Sebenarnya ia tau bahwa Atifa tak akan mengabulkan permintaannya itu namun, ia hanya mencoba jika seandainya ada kejaiban datang pada diri Atifa dan mengabulkan permintaan Rena itu.
Rena beranjak karena ia tak yakin bisa menahan air matanya, melihat Atifa yang sudah menangis.
Kini Atifa hanya mematung melihat kepergian Rena. Tubuhnya seketika melemas dan ia terjatuh kelantai dengan menutupi wajahnya dengan tangannya. Melihat hal itu Viola langsung memeluk Atifa.

"Atifa udah, jangan nangis. Kalo Tifa kayak gini bikin vio juga sedih" viola terus berusaha menenangkan dan menguatkan tifa .

"Tifa, pasti Rena punya alasan yang kuat dibalik sikapnya yaa" mendengar hal itu Atifa langsung mendongak melihat viola

"Apa lo tau alesannya vi?" Tanya Atifa yang membuat mata viola membulat sempurna,jantungnya pun berdetak tak karuan.

"Sorry tif, tapi vio ngak tau sama sekali " bukannya berhenti Atifa melihat viola dengan penuh selidik.

"Ya udah yuk kita pulang, vio anterin tifa pulang yahh" tifa mengganguk dan berdiri mengambil tas dan menuju parkiran.

Kini di dalam mobil viola hanya ada keheningan. Dimana Atifa lebih memilih melihat ke arah luar jendela dan viola hanya diam fokus menyetir .

Tak sadar kini mereka telah sampai di depan rumah mewah bercat putih dengan dinding yang kokoh.

"Tifa, udah sampai" Viola memecahkan keheningan. Atifa mengangguk dan melepas selt beltnya dan keluar dari mobil viola.

"Makasih vio" atifa tersenyum yang dibalas anggukan oleh Viola.

"Maafin vio ya tifa , vio ngak bisa ngasih tau tifa sekarang" batin viola.

Melihat Atifa sudah masuk viola langsung beranjak pergi dari pekarangan rumah itu.

Atifa masuk ke dalam rumah berharap akan mendapat ketenangan dan istirahat sejenak dari semua masalah yang sedang menghampirinya. Namun, ternyata ia salah bukannya mendapat ketenangan ia justru melihat pemandangan yang tak kalah menyakitkannya lagi, yaitu percecokkan antara mami dan daddynya.

Sebenarnya yang mereka cecokkan adalah hal hal yang sepele. Karena tak ingin mendengarkan lebih lagi ia langsung pergi menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Sesampainya disana ia meletakkan tas dan segala peralatan sekolah yang ia bawa di sembarang tempat karena kini yang ia butuhkan adalah beristirahat sejenak.

Namun, ntah mengapa ia tak bisa memejamkan matanya karena terus teringat kata kata Rena, yang membuat Atifa terus bertanya mengapa Rena ingin Atifa menjauh dari Althaf.

"Kenapa ren lo pengen gue jauhin kak Althaf? Apa lo juga suka sama dia ? Tapi kayaknya enggak deh. Apa Althaf seburuk itu dimata lo? Tapi rasanya gue gak bisa jauhin kak Althaf. Hati gue yang udah memilih kak Althaf ren dan rasanya gue gak mampu untuk pergi lagi" batin Atifa

Sakit adalah kata yang mampu menggambarkan perasaan Atifa saat ini . Tak mau semakin pusing Atifa mencoba memejamkan mata dan beristirahat.


🌈🌈🌈🌈🌈🌈

Tifa terbangun karena ketukan keras dan panggilan namanya oleh bi inah.

"Non, bangun non sudah pagi. Tuan dan nyonya sedang menunggu non turun" mendengar hal itu Atifa langsung bangun dan beranjak menuju kamar mandi.

"Iya bik, tifa bangun."

Setelah selesai berkemas Atifa langsung turun menuju meja makan karena ia telah ditunggu oleh kedua orang tuanya yang sudah sangat ia rindukan karena sudah hampir sebulan tak bertemu.

"Morning dad , morning mom" Atifa langsung duduk disamping daddynya.

"Morning too dear" ayahnya kemudian tersenyum kepada Atifa. Kalo boleh jujur ia sangat merindukan kedua orang tuanya. Namun, apa daya ia tak mau egois.

"Atifa ayo makan, bi inah sudah menyiapkan roti selai coklat untuk mu" Atifa mengganguk dan langsung mengambil roti selai itu dan memakannnya.

"Atifa, mami dengar akan ada lomba cerdas cermat minggu depan. Kamu ikutkan?" Pertanyaan Adelia tadi langsung membuat Atifa tak bersemangat karena sudah tau maksud dari perkataan maminya itu.

"Iya mi"

"Kalo begitu mami, ingin kamu mendapat juara satu. Tidak seperti tahun lalu yang hanya mendapat juara 3. Ingat itu Atifa mami tidak ingin malu lagi di depan seluruh teman teman mami" mendengar hal itu membuat dada Atifa mendadak sesak dan kehilangan nafsu makan dan langsung beranjak sambil menyalami mami dan daddy nya itu.

"Mami, daddy , tifa berangkat dulu"
Sejenak Atifa melihat wajah ayah berubah menjadi sendu. Atifa langsung keluar rumah dan masuk kedalam mobil yang sudah menunggunya.

"Pak, jalan"

Adelia adalah ibu Atifa yang sangat perfeksionis ia selalu ingin Atifa menjadi yang nomor satu, hanya untuk dibangga-banggakan kepada teman teman sosialita adelia. Yang membuat ia memaksakan kehendaknya itu pada Atifa tak peduli sebera terluka anaknya dan seberapa kemampuan anaknya. Namun, Atifa sudah terbiasa dengan keadaan itu, tapi tetap saja ada rasa kecewa terhadap ibunya itu.

Pagi ini masih sangat sepi karena baru jam 6.15 Atifa berjalan menuju tempat duduknya. Tiba tiba ia teringat perkataan maminya tadi. Bahwa maminya ingin tifa selalu menjadi nomor 1.

"Kenapa mami sulit ngertiin gue?, kan gue selalu dapet ranking 3 besar. Tapi kenapa mami marah kalo gue ngak juara 1. Gue pengen jadi diri gue sendiri. Memangnya salah?" Kata Atifa lirih dan tak akan ada yang dapat mendengar kata kata Ayifa tadi.

Tiba tiba Atifa merasakan sakit di bagian kepalanya dan ia menenggelamkan kepalanya diatas lengan yang menjadi bantalannya.
Ia perlahan memasuki alam mimpi indahnya.














Heyyyooooooo

Gimana ceritanya?
Semoga kalian suka yaaaa
Jangan lupa vote and komen yaaa

Biar author makin semangat:)

Lie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang