Why am I still trapped in
My own ugly truth of past?
-Elena Cantika Davisson-
--------------------------------------************-------------------------------
Erik pun menghampiri Elena. Ia heran melihat gadis itu menangis sesenggukan. "Dia kenapa lagi siang bolong begini malah nangis?" Batin Erik heran dengan Elena. Saat ini Erik tidak tahu harus bagaimana oleh karena itu, ia memutuskan untuk menunggu Elena sampai selesai menangis. Lama Erik menunggu tapi tangisan Elena tidak kunjung berhenti. Tanpa ba bi bu Erik langsung merengkuh gadis itu untuk menenangkannya.
Elena kaget karena ia merasakan bahwa ada tubuh kokoh yang memeluknya. Tapi ia merasa nyaman dan tenang. Tangis Elena makin menjadi karena teringat akan Rivano yang selalu memeluknya jika ia menangis.
"Lu kenapa hm? Udah nangis aja sepuas lu." Kata Erik lembut. Erik merasa ada getaran aneh di hatinya. Ada perasaan ingin selalu melindunginya dan memeluknya. Tidak pernah Erik merasa seperti ini sebelumnya kecuali Hannah. Tanpa Erik sadari tangannya beralih mengusap lembut kepala Elena.
"Kok perasaan gue aneh ya? Apa gue suka?" Batin Erik pada dirinya sendiri. Bahkan sekarang jantung Erik berdetak tidak beraturan. Akhirnya tangisan Elena pun mereda dan ia pun melepaskan pelukan Erik dan menatap Erik. Elena kaget melihat siapa yang memeluknya.
"K-kak Erik? K-kak ngapain? A-aku minta maaf kak." Kata Elena tergagap dengan suara serak habis nangis. Erik menatapnya datar.
"Lu kira gue ngapain?" Ketus Erik. Elena yang bingung pun kesal karena Erik yang awalnya memeluknya sekarang jadi tiba-tiba ketus.
"Kenapa jadi sewot sih?! Orang gue minta maaf baik-baik eh elu nya ketus." Kata Elena tidak kalah sewot. Ia pun langsung bangun dari duduknya. Itulah Elena jika ada orang yang nyebelin maka ia akan menyebalkan juga. Elena menatap Erik dengan tatapan tajam dan menusuknya.
"Lain kali kalo kesel gak usah pake nenangin gue segala. Dasar kulkas." Yang awal mukanya udah merah karena menangis makin merah lagi karena amarah. Elena hendak berjalan meninggalkan Erik tapi Erik menahan pergelangan tangan Elena. Elena menatapnya tajam.
"Apalagi sih?! Lepasin gue mau ke kelas!" Elena menghentakan tangan Erik kasar tapi itu tidak mempan karena tenaga Erik lebih kuat.
"Enggak. Lu kenapa?" Tanya Erik dingin dan datar. Mungkin jika orang lain yang mendengarnya akan gelagapan ketakutan mendengar nada dingin Erik. Tapi tidak dengan Elena.
"Bukan urusan lu." Balas Elena tidak kalah dingin dan menusuk. Lalu ia menhentakan tangan Erik kasar dan melenggang pergi ke kelasnya. Erik hanya menatap punggung Elena yang semakin menjauh.
"Kok gue penasaran ya?" Batin Erik.
Elena merasakan seakan ada getaran aneh yang merambat di hatinya.
"Kok gue deg degan ya tadi dipeluk dia? Malah gue merasa nyaman." Batin Elena sampai sampai ia tidak menyadari bahwa pipinya memerah dan senyumnya mengembang. Sesampainya di kelas dengan senyum tipis Tisya menatapnya heran.
"Napa lu? Senyam-senyum sendiri ihh serem deh gue." Tisya bergidik ngeri. Elena hanya memutar bola matanya malas. Dan langsung duduk di kursinya.
"Eh Len, gue hari ini boleh gak main ke rumah lu gak? Gabut gue di rumah." Tanya Tisya. Elena langsung berbinar karena secara ia cewek sendiri dirumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE HIM
Teen FictionElena, adik kelas cantik nan famous yang bisa memikat hati para kaum adam dalam sekejap. Yaa, sikapnya yang polos, blak blakan, dan gemesin Bisa membuat Erik kakak kelas badboy, ganteng tujuh keliling , famous dan tak lupa yang dinginnya sedingin...