"Sekuat apapun usahanya, yang tak dianggap takkan pernah terlihat!"
--Freya--
*
Pagi ini Freya sudah mandi dan bersih bersih rumah. Ibunya terus saja mendiamkan dirinya, Freya hanya bisa menerima, ia sudah berusaha dan berjuang sendirian namun jika Tuhan berkata lain ia bisa apa. Biarlah ibunya tak tahu kepedihan yang ia alami sendirian selama ini.
Menjadi seorang pelajar, dan juga harus mengurus rumah sendirian, makan dan sebagainya dia sendiri. Meskipun terkadang temannya datang dua minggu sekali, takkan mengubah kenyataan bahwa Freya kesepian. Ya ia benar benar kesepian, bahkan seorang Zalen Ravindra takkan mengerti bagaimana perasaanya selama ini.
Ibunya sudah kembali, seharusnya ia tidak merasakan kesepian lagi. Harusnya ia bisa berbagi cerita bersama ibunya, atau hanya sekedar tersenyum bersama. Namun lagi lagi semua itu hanya angan yang tak tersampaikan, Freya hanya bisa bersyukur karena ia masih bisa bertemu ibunya. Meskipun Lisa takkan tahu bahwa Freya membutuhkannya, bahwa Freya merindukan hangat pelukannya.
Tak disadari air mata Freya menetes begitu saja, membasahi pipi lalu turun ke bajunya. Dentingan ponsel milik Freya telah menghentikan tangisnya. Yang terpampang dalam layar ponsel itu adalah sebuah panggilan dari Zalen Ravindra.
"Selamat pagi yang kesiangan" ucap seseorang di seberang sana sambil terkekeh.
"Ibu mertua udah pulang dari london, aku ke sana ya Fey?"
Freya terkejut. Dari mana Zalen mengetahui semua ini.
"Ngapain?"
"Mau minta izin sama ibu mertua lah. Boleh gak? Aku tahu pasti gak boleh jadi lima belas menit lagi aku sampai byee."
"Zalen!" telepon di tutup secara sepihak padahal Freya belum selesai bicara.
***
Zalen sudah tiba di rumah Freya. Ia mengetuk pintu sambil mengucap salam. Tak lama kemudian seorang wanita membukakan pintu untuknya.
"Maaf, cari siapa kamu?"
"Saya Zalen tante, pacarnya Freya." ucapnya sambil menyalami tangan Lisa.
"Jadi selama ini anak saya punya pacar, pantesan. Masuk nak"
Zalen duduk di kursi ruang tamu. Menunggu Freya turun dari kamarnya sambil bercerita dengan Lisa tentang kehidupannya di london dan Zalen bercerita tentang bakat Freya bermain basket.
"Zalen? Lo-" Freya akhirnya turun dan sudah menemui Zalen sedang bercerita dengan ibunya.
"Freya sini sayang, pacarnya datang loh."
"Tante, saya boleh ajak anak tante pergi?"
"Pergi? Kemana?"
"Ke rumah calon mertuanya tan hehehe."
"Kalian itu masih kecil, belajar aja dulu." Lisa melangkahkam kakinya ke dapur setelah Freya dan Zalen berpamitan.
"Sumpah Fey, kok aku deg deg-an banget ya waktu ngomong sama ibu kamu. Terus dia lumayan kaku, gak suka bercanda ya kaya kamu?"
"Hm gitu deh."
Zalen hanya tersenyum, senyuman yang menguatkan Freya saat menghadapi masalahnya. Tanpa Zalen, Freya tak akan sebahagia seperti saat ini. Ya, Zalen begitu istimewa dan sebegitu berartinya bagi Freya. Ia membalas senyuman Zalen, lalu mereka meninggalkan rumah keluarga Freya.
Saat di perjalanan menuju ke rumah Zalen, mereka mampir terlebih dahulu ke toko aksesoris. Zalen memberhentikan motornya, membantu Freya turun dari motor.
"Menurut kamu, anak kecil cewek itu suka sama boneka apa?"
"Boneka barbie"
Zalen menggenggam tangan Freya, lalu masuk ke dalam toko itu. Pelayan toko sudah membuka beberapa bungkusan boneka barbie agar pembeli bisa memilih sesuai keinginannya.
"Kamu suka warna apa?" tanya Zalen.
"Pink, kenapa?"
"Hah? Aku kira kamu suka warna yang kalem gitu ternyata pink. Masih ada sisi imut juga ya hehe."
Freya tersenyum singkat.
"Buat siapa?" tanya Freya.
"Chika, dia ulang tahun hari ini." jawab Zalen sambil membayar bonekanya pada pelayan toko.
Freya juga ingin memberikan kado ulang tahun untuk adik Zalen, Chika. Ia mengambil sebuah bando, dan ia pikir anak lima tahun seperti Chika cocok memakainya.
"Zal, gue juga mau kasih kado. Tapi cuma bando, gue bingung."
"Udah gak papa, Chika pasti juga suka kok."
Mereka melanjutkan perjalanan lagi, beberapa menit kemudian mereka sampai. Dari teras, terlihat beberapa pasang sandal. Apakah Chika merayakan ulang tahunnya saat ini?
Freya masuk ke dalam rumah Zalen, seorang anak kecil berteriak menghampiri Zalen.
"Bang Zall... "
"Ini kado buat anak perempuan yang manis, yang lagi ulang tahun. Cium pipi abang dong." ucap Zalen lalu Chika mencium pipinya.
"Bang Zal, kakak cantik ini siapa? Pacar? Ciyee" teman teman Chika pun bersorak ramai.
"Iya ini namanya kak Freya." Zalen tersenyum.
"Ah namanya susah. Kak Feya? Fera? Kakak imut, Chika panggilnya Kak Feya aja boleh?" tanya Chika membuat Freya tersenyum, pipi chubby Chika ia cubit gemas.
"Boleh sayang." jawab Freya.
"Chika jahat sama abang, abang aja gak pernah dipanggil sayang sama Freya."
Freya refleks menendang tulang kaki Zalen dan membuatnya meringis kesakitan.
Acara ulang tahun pun dilanjutkan. Dekorasi ulang tahun Chika serba biru, lengkap dengan gambar Elsa dan Ana dalam film Frozen. Anak anak menyanyikan lagu selamat ulang tahun, tiup lilin, dan potong kuenya.
Saat ini Freya tersenyum, ia menjadi mengingat masa kecilnya yang penuh canda tawa bersama ayah, ibu dan teman temannya. Kapan momen itu akan terulang? Sepertinya Rindu ini selalu bertambah setiap waktunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senior or Junior
Подростковая литератураUntuk apa tersenyum, jika aku bukan alasannya lagi. Untuk apa bertemu, jika pertemuan ini tidak membahagiakan tapi justru membuat hati yang telah tertutup, terbuka kembali. Lelah Aku lelah terus bertemu denganmu, menatap matamu. Karena setiap mat...