SoJ : 11

30 5 3
                                    

Beberapa bulan berlalu, waktu kian berganti. Siswa siswi yang semula kelas sepuluh naik ke kelas sebelas, begitupun kelas sebelas naik ke kelas duabelas. Siswa siswi kelas sepuluh yang baru di SMA Garuda sekarang sedang menjalankan pengenalan lingkungan sekolah. Terik matahari membuat siswa kelas sepuluh baru berisitirahat karena kepanasan.

"Ethan, katanya lu punya kenalan kakak kelas cantik. Mana nih, gue gak di kenalin?" tanya cowok yang bernama Fiki.

"Kata papa namanya Freya. Gue gak tau dia kelas apa, kalau tahu udah gue tembak tuh cewek." jawab Ethan.

"YaAlloh gercep banget lo bos!"

"What is gercep?"

Pertanyaan Ethan membuat Fiki berdecak kesal. Ya, bagaimana lagi Ethan adalah cowok pindahan dari luar negeri. Jadi Ethan sedikit lupa dengan bahasa indonesia.

"Dasar bule nyasar." gumam Fiki.

"Gue lahir di Prancis, pas SD gue di jakarta, tapi pas kelas 4 SD gue pindah lagi ke Prancis sampai SMP. SMA sekarang gue di Jakarta lagi." jelasnya.

"Untung gue masih ingat wajah lo. Kalau gak, bingung lo disini mau sama siapa kan."

"Iyain."

"Kenapa lo pengin nembak si kak Freya itu Than?"

"Gue jatuh cinta sama dia, gue juga kenal papanya Freya kok."

"Hah?!" mendengar itu Fiki tersedak karena terkejut.

"Lo di jodohin?" tanyanya.

"Abad ke-21 masih di jodohin? Gak level bro."

"Aura bulenya keluar lagi tuh."

***

Kebisingan kelas membuat Freya benar benar muak sekarang. Teman teman sekelasnya berpelukan untuk melepas rindu karena selama liburan tidak bertemu, membuat Freya jengah melihat sekelilingnya.

"Freya gue kangen berat sama lo." teriak Tamara, Dila dan juga Lira. Mereka bertiga berpelukan kecuali Freya.

"Freya gue tadi lihat adik kelas ganteng banget. Dari papan namanya terpampang nama Ethan, dia bule nyasar." ucap Tamara sambil terkekeh.

"Adik kelas gak ada yang ganteng, biasa aja perasaan." ucap Dila.

"Itu kan perasaan lo, beda sama perasaan gue."

"Ngeyel banget si!"

"Biarin, suka suka gue."

"Stop!" Freya melerai pertengkaran mereka.

Mereka berempat bercengekrama di dalam kantin. Seperti biasa, Freya hanya memberi tanggapan sedikit. Sikap juteknya tidak bisa ia rubah sejak dahulu.

"Guys gue jual pulsa sama kuota internet loh, usaha kecil kecilan biasa. Jadi kalian gak usah bingung kalau kuota habis, kalian bisa hubungi gue." jelas Lira.

Dila membuka aplikasi intagramnya. Ia mengernyitkan dahinya ketika membaca sebuah postingan.

"Jual followers mahal banget, masa lima puluh ribu cuma dapet followers 500." gumamnya.

"Nyesal kan lo. Mendingan di tabung tuh duit." ucap Tamara.

"Iya bener Dil. Lo kan udah banyak followersnya kenapa beli lagi, serakah gak baik loh." ucap Lira.

"Ya bodoamat. Duit juga duit gue gak minta sama kalian." Balas Dila.

"Astaghfirulloh Dila! tau deh kesel ngomong sama lo."

"Pokoknya lo musuh terbesar gue Ra!"

"Apalagi gue yang cuma nganggep lo butiran kerikil."

"Yaampun kalian bisa diem gak si, berisik tau nggak." Ucap Tamara.

***

Freya baru saja sampai di rumahnya. Ia memberikan helm milik Zalen.

"Ih cemberut terus." Ucap Zalen.

"Gak kangen sama aku nih?" Lanjutnya.

"Gak."

"Yaampun sama pacar juteknya gak tertolong dari dulu, permanent ya mbak?" Tanya Zalen sambil menaik turunkan alisnya. Dan hanya dibalas senyuman oleh Freya. Freya segera masuk ke rumahnya.

"Eh mbak, belum bayar ojeknya!" Teriak Zalen. Freya berbalik badan sambil berteriak.

"Gratis bang!"

Zalen tertawa terbahak - bahak.

"Yaampun cewek jutek tersayang bisa bercanda juga." Gumamnya lalu mengendarai motornya menuju rumahnya sendiri.

Di teras rumahnya, terdapat Lisa yang sedang membaca majalah. Freya menghampiri ibunya.

"Duduk." Ucap Lisa, Freya duduk sesuai perintah Lisa.

"Udah ketemu sama anaknya pak Danil?"

"Belum."

"Ini udah dua minggu Freya!" Bentak Lisa.

"Ibu hanya menyuruh kamu untuk mencari tahu keberadaan ayah kamu! Satu satunya orang yang ibu tahu, adalah pak Danil. Dia orang yang terakhir bertemu dengan ayah kamu. Tuhan memberi kita jalan dengan anak pak Danil SMA di Jakarta dan satu sekolah dengan kamu."

"Kamu hanya perlu memanfaatkan keadaan ini. Kamu dekati anaknya, lalu kamu minta bantuan ke dia. Apa susahnya!"

"Freya bukan cewek penggoda bu." Ucap Freya lalu bergegas menuju kamarnya.

Ia mengunci pintu kamarnya, mengurung dirinya di dalam kamar itu. Ia lelah jika harus selalu bertengkar dengan ibu kandungnya sendiri. Saling beradu ego, lalu perang dingin. Lisa yang menyalahkan dirinya, dirinya yang terbebani dan dirinya yang tersakiti.

Tersakiti dalam artian sakit hati sekaligus sakit fisik. Air mata Freya keluar secara perlahan, tidak ada isakan. Bukankah menangis diam tanpa isakan itu lebih sakit? Ya itu memang benar.





------------------------------------------------------------

Mohon maaf bila ada typo,
Feel-nya kurang dapat🙏
Tapi makasih bagi yang mau baca.
Jangan bosan buat vote + comment ya guys.

Senior or JuniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang