22. Dibatas Waktu

21.2K 724 46
                                    



"Halo....Num, angkat telfon aku!!! Kamu gila!!! Benar-benar gila!!! Kemana kamu bawa Rara hujan-hujan begini???"

Pesan singkat dari Rama berhasil membuat Ranum terdiam, gila? Lelaki itu mengatai Ranum gila? Entahlah, dia benar-benar sudah berubah, pikir Ranum.

Setelah pertengkaran pertama mereka tadi, Ranum memutuskan untuk pergi membawa Rara. Dia benar-benar kesal pada suaminya, ini semua mengesalkan.

Tidak bisakah Rama menghargainya? Hingga saat pesan suara itu didengarnya, Rama masih saja tak bisa menghargainya. Atau...dia menganggap Ranum masih belum bisa mengurus anak. Lalu? Selama 3 bulan kebelakang, siapakah yang mengurus Rara? Kalau bukan dirinya, tanpa Rama peduli apa yang dilakukannya bersama Rara ketika dia pergi bekerja.

"Kamu benar-benar gila Num.....bisa-bisanya kamu ninggalin rumah hujan-hujan begini....bawa bayi lagi....." ketus ibu, sambil menggendong Rara, yang tiba-tiba muncul menemui Ranum yang tengah duduk di meja makan.

"Kenapa ibu marahi aku sih?" Kesal Ranum.

"Apa kamu bilang? Kenapa marah? Iyalah....gimana gak marah. Kalau ibu mertua kamu tahu, bisa abis kamu.....untung saja rumah ibu Rama dan rumah kita berdekatan...." jelas ibu, yang masih berdiri.

"Ibu gak tahu, gimana perasaan aku dimarahi sama Rama. Aku sakit hati bu.... dia itu seperti gak menghargai aku. Mentang-mentang sudah kerja ditempat yang bagus....." keluhnya, sambil memanyunkan bibir, sangat kesal ketika memikirkan Rama.

"Astaga....apa-apaan kamu ini. Seharusnya kamu bersyukur, Rama punya kerjaan yang bagus. Uangnya kan buat kamu juga....." jelas ibu.

"Tapi bu....."

"Enggak ada tapi-tapian. Sekarang telfon Rama dan beritahu dia kalau kamu di rumah ibu. Cepat...!!!!" Paksa ibu.

"Enggak...!!!" Teriaknya, langsung lari meninggalkan meja makan dan masuk ke dalam kamarnya.

Melihat tingkah Ranum yang seperti itu, ibu benar-benar tidak percaya. Yang ibu lakukan hanyalah menarik nafas panjang dan mengelus dada.

Didalam kamar, Ranum membenamkan wajahnya pada bantal, dia benar-benar sesak dan tak mampu dengan semua ini. Dia merasa sudah tak ada gunanya lagi hubungannya dengan Rama, dia merasa suaminya itu berubah total. Dia ingin Rama yang dulu, yang menghargainya dan tidak memarahinya.

Ranum terdiam sesaat, dia menyadari sesuatu dan segera bangkit lalu duduk diatas ranjangnya. Melihati keluar jendela kaca kamarnya yang memamerkan keadaan luar, masih hujan meski rintik menenangkan.

Dia berjalan menuju jendela, pandangannya kosong melihat keadaan luar, perlahan tapi pasti Ranum membuka kaca jendelanya dan seketika angin dari luar masuk menerpa wajahnya, menerbangkan rambutnya dan membuat wajahnya mendadak dingin. Entah berapa lama dia berdiri, entah melihat kearah mana, hingga matanya menjadi berair perih akibat terpaan angin terus menerus.

-
-
-

Dinginnya malam menjadi semakin dingin dan menusuk, didalam kamar yang seharusnya menghangatkan, entah kenapa menjadi menakutkan dan menusuk. Rama terduduk diatas kursi belajarnya entah berapa lama, memandangi jendela kamar yang tepat berada di depannya, memperlihatkan keadaan luar.

Dia teringat tentang sesuatu yang menyenangkan dan membuatnya bahagia, seakan ada harapan. Membayangkannya membuat Rama tenang, dia mendadak tersenyum sambil melihati rintik hujan yang masih terdengar pelan menghantam atap rumah.

NIKAH MUDA (MBA STORY) 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang