2. Mimpi Buruk yang Terwujud

59K 1K 4
                                    

Ranum menatapi kaca jendela yang dibasahi hujan, rasanya dia mau mati saja. Tak ada tempat berlari ketika mimpi buruk ini terwujud. Dia pernah bermimpi tentang hamil dan memiliki anak. Namun, bukan sekarang, bukan di usianya yang ke 17 tahun.

Rasanya, menangispun tak ada guna. Lagipula, airmata rasanya sudah mengering setelah semalaman menangisi kenyataan.

Kalau begini, selalu perempuan yang menjadi korban. Apapun itu. Baiklah, ini kesenangan bersama namun? Apalah artinya ini semuanya jika sang lelaki memilih untuk tak bertanggungjawab atau menyuruh untuk digugurkan? Mereka seakan punya kendali besar, setelah nafsunya terpuaskan? Pergi entah kemana.

Begitupula yang dialami oleh Ranum, dia tak mendapat jawaban apapun dari Rama saat pertanyaan bagaimana dengan kehamilannya terlontar. Rama memilih pergi tanpa sepatah katapun. Apa yang harus dilakukan oleh gadis 17 tahun yang sedang bersekolah dan hamil? Ketika lelaki yang menghamilinya tak mau bertanggungjawab? Mati kan? Bunuh diri saja.

"Mbak...mbak..." lamunan Ranum terbuyarkan, ketika pelayan memanggilnya.

"Ya..." jawabnya.

"Ini pesanannya..." kata Pelayan, sambil meletakkan semangkuk sup diatas meja dan secangkir teh hangat.

Ranum hanya melihati pesanannya diatas meja, tanpa ada semangat untuk melahapnya. Sesekali dia mengelus perutnya dan terasa menenangkan. Tiba-tiba dirinya merasakan mual saat aroma sup masuk kehidungnya. Tak nafsu makan...

Dia tak tahu akan cerita ke siapa, pasti semua orang akan menyalahkannya. Kenapa harus selalu perepuan yang disalahkan? Hanya karena dia yang hamil? Entahlah... iya, dia tahu ini kesalahannya juga. Tapi tidak sepenuhnya. Seharusnya beban ini tak dia tanggung sendiri sepenuhnya, kenapa Rama mendadak jadi sepecundang itu? Ketika mendengar Ranum hamil, dia hanya berlalu begitu saja. Tanpa rasa bersalah? Sial!

Lagipula, apa yang Ranum harapkan dari Rama? Dia hanya lelaki berusia 17 tahun yang masih SMA dan...bodoh! Iya, dia bodoh sekali...kenapa dia harus meminta Ranum untuk melakukan hal gila itu. Tapi, sudahlah...semuanya sudah terjadi.

"Ibu....!!!" Panggil Ranum, saat sampai di rumah. Dilihatinya sekeliling, tak didapati sosok ibu yang biasanya kalau sore-sore begini sudah pulang.

"Dooor...!!!" Kejut ibu, saat Ranum sampai di dapur.

"Kok gak terkejut?" Tanya ibu kecewa, sambil memanyunkan bibirnya. Ranum memutar bola matanya kesal, dia sudah sangat unmood.

"Kenapa sih sayang...." tanya ibu sambil merapikan rambu panjang Ranum.

Rasanya ketika melihat ibu dan mendnegar suaranya, ingin Ranum menceritakan semuanya. Tapi, dia takut. Apa yang akan dikatakan okeh ibunya? Reaksinya?

"Sayang...kenapa?" Tanya ibu, saat Ranum tertunduk dan mulai sesenggukan.

"Anum...???" Tanya ibu, menganggakt kepala Ranum penasaran.

"Ibu......." Dengan cepat, seakan tidak membiarkan ibu untuk melihat wajahnya, Ranum langsung memeluk ibu.

Terdengar isakan yang menyedihkan darisana, ibu hanya mampu mengelus pundak Ranum. Rasanya, sudah lama gadis kecilnya tak menangis sesedih ini. Dia mendadak ikut sedih. Wanita 34 tahun, tersenyum tipis, entah mengapa ia rindu pelukan Ranum yang sudah lama tak ia dapat. Sejak ia menjadi single parent setahun lalu. Ibu mulai sibuk menggantikan perah ayah dalam mencari uang.

Isakan masih terdengar, namun pelukan telah dilepas. Ranum sesenggukan sambil menunduk didepan ibu. Genggaman tangan ibu menenangkan, Ranum mulai berani untuk ngomong.

"Ranum...hamil bu" mendengar perkataan Ranum, ibu mendadak gontai. Kakinya mendadak melemah, tapi dia berusaha untuk tetap berdiri tegak.

Tangisan Ranum kembali pecah, saat ibu menarikanya dalam pelukan. "Ma-maafin Ranum...bu" katanya.

"Sayang....ini kesalahan ibu, seharusnya ibu...." terdengar tangisan ibu. Wanita itu tidak dapat menahan diri, dia menangis. Dia lemah, bagaimana tidak, putri sematawayangnya hamil? Dan dia tahu, siapa lelaki yang membuatnya hamil. Pasti Rama. Anak dari tetangganya yang setiap malam minggu dibiarkannya datang kerumah berduaan didalam kamar, entah melalukan apa namun yang pastinya dia tidak curiga sedikitpun. Mungkin, kecurigaan muncul sesekali, tapi apalah daya dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

-
-
-

Malam semakin dingin, hujan rasanya enggan berhenti sebentar saja. Rama membiarkan sedaritadi bukunya terbuka, namun tidak niat sedikitpun untuk dibaca. Pikirannya hanya tertuju pada Ranum. Hamil? Tidak pernah terpikirkan olehnya sedikitpun. Apa yang harus dilakukannya? Orang tuanya pasti marah besar.

Sedari tadi Rama memainkan pena nya bingung, seskali dia memutar kursinya memikirkan nasibnya. Nyesal? Bagaimana bisa, dia menikmatinya. Tapi....

"Aaaaaarrrrgggghhhhh......"

"Sayang...kenapa?"

Teriakan Rama berhasil mengejutkan mama, yang akan sudah berada diambang pintu sambil memegangi segelas susu cokelat kesukaan Rama.

"Mama???" Tanya Rama takut.

"Kenapa sih? Anak mama stres kayaknya? Mikirin ujian nasional? Jangan takut...kalau stres istirahat aja...mama percaya kamu kok..." kata mama sambil membelai rambut Rama.

Mama duduk disudut ranjang, setelah meletakkan segelas susu diatas meja bejalar Rama. "Kamu jangan stres dengan perkataan papi mu...seberapapun nilai yang kamu dapat nanti, kamu tetap yang terbaik kok sayang..." mama melihati Rama, anaknya ini tampak begitu tertekan. Pasti karena perkataan suaminya yang mengharuskan dia mendapat nilai tertinggi di ujian nanti. Suaminya terlalu terobsesi agar anaknya bisa kuliah kedokteran di Belanda seperti dirinya. Padahal dia tahu, Rama tidak ingin menjadi dokter.

"Ma....." panggil Rama.

"Ya?"

"Ma...."

"Ya Rama? Habisin gih susunya biar mama bawa gelasnya..." kata Mama.

Rama mengambil segelas susu cokelat kesukaannya dan meneguknya cepat. "Anak pintar..." ucap mama setelah Rama berhasil menghabiskannya. Mama pun membawa gelas keluar, namun perkataan Rama mengehentikan langkahnya.

"Rama hamilin Ranum, ma..." gelas yang dipegangpun terjatuh, terlepas dari pegangan.

NIKAH MUDA (MBA STORY) 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang