Part 3 : Room X

30 11 8
                                    


_Votenya jan lupa, gaiz_

Mulmed : Zhei & Vanya

***

Vanya melangkahkan kedua kakinya malas menelusuri koridor kamar kelas dua belas yang masih sedikit ramai oleh senior-senior. Rasa bersalahnya kepada Kayla masih saja mengganjal hati dan itu berefek padanya. Ia melangkahkan kakinya selebar mungkin, bermonolog konyol, muter-muter dan nyanyi tanpa suara sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke depan. Sesungguhnya, Vanya melakukan itu untuk menghibur dirinya yang sedang dilanda bingung seperti ini.

Suara sandal selop karetnya yang berbenturan dengan permukaan lantai seketika meredakan kebisingan yang ada disekitarnya. Semua senior menatapnya dengan tatapan tak suka, bisik-bisik yang tidak ingin didengarnya terus tertangkap oleh daun telinganya. Daripada rumor itu menyebar lebih luas, ia langsung menyapa senior-seniornya dengan riang,

"Misi kakak-kakak." Vanya tersenyum kecut seraya menundukkan sedikit kepalanya.

"Iya," jawab mereka dengan malas dan singkat.

"Psstt bla.. bla" suara bisikan itu membuat Vanya reflek menoleh ke arah sumber suara dan mendapati cewek berambut bun pirang yang langsung panik sendiri setelah ditatapnya.

"Kenapa?" cewek itu menaikkan sebelah alisnya dengan wajah menantang. Padahal senior itu sudah jelas panik setelah kepergok membicarakannya di belakang, begitu pikir Vanya.

"Enggak. Ngeliat doang," jawab Vanya langsung berbalik dan melanjutkan langkahnya lagi menuju pembuangan sampah. Ya, ini hukumannya setelah ia berbuat onar di ruang makan.

***

Di bawah dua cahaya lampu yang berpendar remang-remang, ia sangat sibuk memisahkan sampah-sampah anorganik dari tong sampah kuning cerah. Sekarang sudah larut malam, untung ia tidak sendirian di tempat pembuangan sampah. Ada pakde Kipli yang sedang mencampur-campurkan sampah organik dengan air. Nantinya akan menjadi pupuk tanaman taman sekolah dan asrama.

"Ya Allah, nduk. Sampeyan pecicilan banget to. Untung sampeyan ora popo," sahut pakde sangat antusias dengan curhatan Vanya. Di lingkungan ini, ia baru akrab dengan dua orang selama MOS kemarin. Pakde Kipli dan Kayla yang selalu membuat suasana obrolan menjadi asyik dan nyambung baginya.

"Iyo, de. Lah? itu sepatu bagus ngopo dibuang, de." Tatapan Vanya jatuh ke arah sepatu putih dengan glitter yang menyembul dari tong sampah kuning, tong sampahnya asrama putri.

"Lah? pakde juga baru engeh," jawab pakde Kipli cepat. Vanya segera menarik tali sepatu tersebut dengan penasaran dan ia hanya mendapatkan sebelahnya saja.

"Ada yang iseng," gumam Vanya hampir berbisik sembari mengangkat sepatu itu tinggi-tinggi dan melemparkannya ke hamparan rumput karena isi sepatu itu sampah organik semua.

"Siapa?" seloroh pakde Kipli yang taunya masih bisa mendengar gumaman Vanya.

"Eh?.. gak tau juga, de," jawab Vanya seadanya. Tatapannya masih termangu pada sebelah sepatu itu sampai sebuah pemikiran tiba-tiba merasuki otaknya. Dilihat lewat animasi, mungkin sudah ada lampu yang menyala terang di atas kepalanya.

"Pakde! semuanya udah selesai, kan? aku duluan ya," Tanpa menunggu jawaban pakde, Vanya segera bangkit dari tempatnya dan berjalan tergesa-gesa menjauhi tempat pembuangan sampah sambil menenteng sepatu yang tadi ia temukan di tong sampah.

La Mia Speranza Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang