Dera pikir, satu sekolah bahkan satu kelas dengan Adit akan memudahkannya dalam menjalani kehidupan sebagai murid baru di SMA Binadharma ini. Namun nyatanya ia salah besar sebab sepupunya itu benar-benar tak bisa diandalkan.
Dengan ponsel di tangan, Dera memandangi ruang obrolannya dengan Adit sambil memaki-maki cowok itu dalam hati. Bagaimana tidak? Tadi pagi Bu Ninda selaku walikelas meminta ia untuk melengkapi dokumen pendaftaran dan harus diberikan kepada beliau sepulang sekolah.
Dan alasan yang membuatnya uring-uringan sekarang adalah pertama, dokumen yang kurang tersebut belum ia fotocopy. Yang kedua, tidak ada tukang fotocopy di sekitar sekolah dan ia tidak tahu di mana letak koperasi. Yang ketiga, ia tidak tahu di mana letak kantor karena letaknya yang terpisah dengan ruang kepala sekolah. Yang terakhir, Adit si sepupu kampretnya itu tidak mau membantunya dan lebih memilih untuk pergi main futsal bersama dengan Kevin. Dan sekarang, ia tidak tahu harus meminta tolong pada siapa karena dia terlalu malu untuk meminta tolong pada salah satu teman sekelasnya. Benar-benar paket komplit sekali penderitaannya.
Mendadak Dera jadi bertanya-tanya apakah keputusannya masuk ke sekolah ini sudah benar. Sebab rasa-rasanya ia selalu sial dari awal masuk.
"Udah sial mulu, punya sepupu juga nggak berguna banget. Sialan lo, Dit! Gue doain semoga shopee lo nggak pernah dapet gratis ongkir!"
Dera masih belum puas merutuki Adit dengan berbagai sumpah serapah saat seseorang tiba-tiba datang menyapanya.
"Eh, lo kok belom pulang?"
Dera menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke samping, mendapati seorang gadis yang ia ketahui bernama kara dan menjabat sebagai wakil ketua di kelasnya. Ia tahu hal ini karena obrolannya dengan Adit dan Kevin tadi.
"Belom, nih. Lo sendiri kenapa belom pulang?"
"Gue abis numpang wifi di perpus buat download drakor," balas Kara seraya mengacungkan ponsel di tangannya. Setelahnya, cewek itu menatap Dera serius. "Lo kenapa belom pulang? Terus kayak orang bingung gitu."
"Eum ... anu, gue...." Dera awalnya bingung ingin membalas bagaimana. Namun pada akhirnya dia menceritakan semuanya pada Kara.
"Ya ampun, kenapa lo nggak bilang daritadi? Ayo gue anterin."
Dera terkejut, tak menyangka dengan tawaran Kara barusan. "Eh? Nggak usah. Nanti ngerepotin lo."
"Yaelah, ngerepotin apa, sih? Santai aja kali." Kara mengibaskan tangannya, tak mempermasalahkan jika ia harus mengantar Dera. "Lagian gue juga lagi free dan nggak buru-buru pulang kok."
Dera menatap Kara ragu-ragu, merasa tak enak jika harus merepotkan cewek itu yang bahkan baru ia kenal hari ini. "Beneran nggak ngerepotin, kan?"
"Beneran. Udah ah ayok kita ke koperasi dulu. Ini udah makin sore, loh. Lo mau di sini terus sampe besok pagi?"
"Ya nggak sih...."
"Ya udah ayok. Santai aja sama gue." Tanpa segan, Kara meraih lengan Dera dan menggandengnya berjalan menuju koperasi dengan semangat.
Dera kembali dibuat terkejut dengan aksi Kara dan hanya bisa pasrah mengikuti langkah cewek itu.
"Oh iya, nama lo Dera, kan?" Disela-sela perjalanan mereka ke koperasi, Kara bertanya demikian yang dibalas Dera dengan anggukan.
YOU ARE READING
Impossible Possibility
Teen FictionAlderaya new version [on going] Rasa-rasanya, bumi akan runtuh dan dunia akan terguncang jika Dera dan Revan tidak adu mulut sehari saja. Hanya karena masalah sepele dihari pertama Dera masuk sekolah sebagai murid baru, keduanya bak kucing dan tikus...