9. Dihantui Rasa Bersalah = Misi Penjengukan

2.6K 98 0
                                    

Di hari senin pagi yang cerah ini, seluruh murid SMA Binadharma melaksanakan upacara rutin di bawah sengatan matahari yang perlahan tinggi.

Setelah pemimpin upacara membubarkan barisan, seluruh peserta upacara di SMA Binadharma secara serentak keluar dari lapangan untuk berjalan menuju kelas masing-masing dengan tak sabar.

Cuaca yang terik ditambah amanat yang panjang sepanjang rel kereta membuat seluruh murid merasa kepanasan dan ingin segera meneduh.

Termasuk Dera yang berjalan dengan cepat menuju kelas dengan menerobos gerombolan murid-murid tanpa menunggu siapa pun. Sebab di pikirannya hanya satu: ingin cepat masuk kelas lalu minum air sebanyak-banyaknya.

Suasana kelas XI IPA 3 masih sepi saat Dera tiba. Dera pun dengan tergesa meminum air dari botol yang ia bawa dengan sekali teguk lalu mengipasi wajahnya yang merah padam dengan buku. Sesekali ia mengusap keningnya yang berpeluh.

Rasanya panas sekali dan untung saja upacara kali ini langsung selesai dan tidak ada acara pengumuman. Bisa-bisa ia pingsan jika harus berdiri di sana lebih lama.

Lima menit kemudian, suasana kelas juga sekitar koridor mulai ramai dan berisik oleh murid-murid yang berdatangan sembari berbincang-bincang.

"Ini, nih, orang yang pemimpin upacaranya baru bubarin barisan terus langsung pergi." Kara yang baru masuk sontak menertawakan raut wajah Dera yang sangat memelas menurutnya

Atas ejekan itu, Dera mendengkus. "Diem lo. Panas, nih. Untung gue nggak pingsan."

"Lebay." Kepada Dera yang mulai hiperbola, Kara memutar bola matanya malas sebagai respon.

Dera tak lagi menanggapi karena sibuk mengipasi wajahnya, sementara Kara kembali ke tempat duduknya bersama Danzel di deretan depan karena pelajaran akan selanjutnya akan dimulai.

Seletah kepergian Kara, giliran Adit yang datang menghampirinya. Sepupunya itu duduk di bangku yang ditempati Revan dengan tangan memegang ponsel.

"Der, bagi hotspot bentar. Gue mau buka ig."

"Haduh, lo beli kuota kek, Dit. Tinggal kuota chat aja masih lo pertahanin. Jadi susah, kan."

Gara-gara masalah semalam, Dera jadi agak sensi pada sepupunya itu. Terlebih lagi ini disebabkan oleh Adit yang tidak mau membeli kuota. Andai saja cowok itu punya kuota, kan, dirinya tidak harus terjebak bersama Revan dengan waktu yang lama karena Adit sudah memesankannya ojol.

"Sayang, Der. Masa aktifnya masih seminggu lagi. Ntar, deh, gue beli kalo masa aktifnya udah abis," balas Adit dengan cengiran di wajahnya.

Mendengarnya, Dera jadi mendengkus jengkel. Namun meski begitu, ia tetap menyalakan fitur hotspot-nya. "Dasar lo. Tuh, udah gue nyalain."

Adit bersorak senang, lalu membuka Instagramnya dengan riang gembira setelah wifi-nya tersambung dengan hotspot milik Dera. Pagi ini ia belum membuat story Instagram untuk menyapa followers-nya. Dan sebagai calon selebgram yang baik, tentunya ia harus rutin menyapa followers—calon fans-nya.

Melihat Adit yang duduk anteng di bangku milik Revan, membuat Dera tersadar jika teman sebangkunya itu tak terlihat sejak pagi. Tas warna hitam milik cowok itu yang biasanya teronggok di kursi juga tak terlihat. Apakah hari ini Revan tidak masuk? Padahal ia berniat mengembalikan hoodie milik cowok itu.

"Dit, Revan nggak masuk, ya?" tanyanya dengan nada yang ia buat senatural mungkin agar terkesan tak peduli. Meskipun sebenarnya tentu saja ia tak peduli. Dirinya hanya sedikit penasaran.

Impossible PossibilityWhere stories live. Discover now