|| Bagian 11 ||

3 0 0
                                    

Nada melangkahkan kakinya perlahan setelah turun dari mobil langsung berjalan menuju sebuah vila berukuran cukup besar dan satu-satunya yang berada di sekeliling pohon-pohon hijau nan besar.

Nada memusatkan perhatiannya pada taman berukuran sedang di depan vila, ada rasa sesak juga hangat yang mengaliri rongga dada nya ketika mengingat apa yang pernah terjadi di sana. Taman itu merupakan tempat pertama yang sering kali di kunjungi oleh almarhum kedua orang tua nya. Di sana juga tempat dia dan Fandi bertengkar hebat karena setangkai bunga Mawar yang di petik oleh Fandi yang merupakan tanaman yang selalu di rawat oleh nya.

Fandi memandang ke arah Nada yang terdiam berdiri di dekatnya, kemudian merangkul adik nya itu tanpa peduli tatapan kesal sang adik. Fandi tahu bahwa Nada mencoba untuk tidak terlihat sedih, namun sebagai kakak dia jelas tahu arti tatapan yang di lakukan san adik ketika memandang taman.

" Udara di sini begitu dingin. Kita sampai sini udah malam, sekarang waktunya kamu istirahat. Apa kamu masih ingat kamar kamu? " ujar nya mencoba mencairkan suasana.

Nada bergumam pelan tanpa menoleh pada Fandi dia mengangguk cepat segera melepas rangkulan sang kakak. Nada berjalan cepat memasuki vila, menuju letak kamarnya yang berada di lantai dua.

Baru beberapa langkah Nada memasuki vila, dia di kejutkan oleh sosok lelaki yang tidak pernah dia bayangkan akan berada di tempat yang sama dengannya. Nada menggeleng tak percaya melihat lelaki itu begitu akrab dengan sang kakek yang berdiri di depan nya, terlihat sekali mereka tengah bercanda dengan sepasang suami istri yang di ketahuinya sebagai rekan kerja sang kakek.

" Deva Argantara Tejakusuma. Dia mantan kamu kan? "

Nada tersentak kaget segera menoleh ke samping menemukan Fandi tengah menatapnya dengan raut wajah menggoda. Namun bukan hanya itu saja yang membuatnya terkejut, tapi nama belakang Deva yang membuatnya menjadi bingung.

" Apa maksud kakak? Deva? Dia..... Tejakusuma?? " tanyanya dengan kening berkerut dalam.

Fandi mengangkat sebelas alisnya. " Iya, dia anak dari Pak Dimas. Kok kamu kayak kaget begitu sih? Bukannya kalian pernah pacara---

" WHAT!!! ARE YOU KIDDING ME?? " potong Nada berteriak kencang.

Fandi menutup telinganya cepat kala mendengar teriakan tersebut, termasuk Dinda yang sejak tadi bersama mereka. Namu itu tidak lama karena tak jauh dari mereka, ke empat orang yang tadi berbicara pun jadi menoleh ke arah nya. Fandi segera saja menjauh sedikit dari Nada sembari merangkul sang istri yang sedang hamil anaknya itu.

" Nada? Kamu kenapa nak? " tanya Januar berjalan mendekat ke arah Nada.

Nada masih tidak percaya dengan fakta yang baru saja di temukan, mantan pacarnya Deva merupakan anak keluarga terkaya melebihi kakekn dan orang tua nya. Nada memijat pelipisnya pelan sembari mengingat alasan dirinya meminta putus dari lelaki itu.

Dia jajanin gue ketoprak di pinggir jalan, seolah-olah dia orang nggak mampu. Sedangkan aslinya dia bisa aja ngajak gue ke restoran bintang lima paling mahal di Jakarta!

Nada menghentakkan kakinya kesal merasa di bohongi oleh Deva, kemudian berlari cepat menaiki tangga tanpa mau menjawab pertanyaan Januar maupun bersikap sopan pada kedua orang tua Deva.

Nada masuk ke kamarnya menghempaskan tubuhnya dengan keras ke atas tempat tidur.

" Gila itu cowok! Apa maksudnya coba?! Dia pikir dia siapa, bisa bohongi gue. Kurang ajar banget dia, sialan! " gerutunya kesal bukan main.

Nada mendudukkan dirinya di kasur masih dengan memikirkan fakta yang baru saja di ketahuinya itu. Dia tidak pernah tahu bahwa Deva adalah anak orang kaya bahkan melebihi harta kakek dan orang tua nya.

" Nada!! Buka pintunya Nad, ini gue Deva!! "

Nada berdecak sebal memandang ke arah pintu kamarnya, kemudian bangkit dari duduknya membuka pintu tersebut dengan raut wajah datar juga menyeramkan bagi siapa pun yang melihatnya termasuk Deva yang meringis pelan.

" Lo kenap---

" KENAPA??? LO MASIH TANYA GUE KENAPA?? " potong Nada membentak keras Deva yang berada di hadapannya kini.

" SIALAN LO BOHONGIN GUE SETAN!! LO PIKIR LO SIAPA, SEENAKNYA MEMPERMAINKAN GUE!! " sambungnya lagi.

Deva melongo tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan oleh Nada.

" Lo ngomong ap---

" DIAM LO BRENGSEK!! "

" Nada, gue nggak tahu apa yang lo omo---

" TEGA YA LO, JAJANIN GUE DI PINGGIR JALAN. SEAKAN-AKAN LO ORANG MISKIN, TAPI APA??? KENYATAANNYA LO ANAK ORANG KAYA. LO BISA BAWA GUE KEMANA PUN, TAPI KENAPA LO BAWA GUE MAKAN DI PINGGIR JALAN??!! "

Deva masih dengan wajah cengo nya menggeleng pelan mendengar perkataan Nada yang begitu membingungkan. Sedangkan Nada sendiri mulai merasa lelah karena sejak tadi berteriak keras, itu semua di lakukannya karena Deva yang sudah keterlaluan membohongi dirinya.

" Nada? Lo baik-baik aja kan? " tanya Deva dengan lembut.

Nada berdecih sinis. " Baik-baik palak lo! Lo nggak lihat gue lagi marah kayak begini?! "

" Ya tapi kenapa Nad? Dari tadi lo ngomong gue bohongi lo, emangnya gue  bohong tentang apa? "

" Nggak usah pura-pura nggak tahu gitu deh. Sumpah gue malas main drama sama lo. "

" Tapi gue beneran nggak tahu. "

Nada memicingkan matanya curiga pada Deva yang memandang nya dengan raut wajah tidak mengerti, sepertinya lelaki itu benar bahwa dia tidak tahu.

" Lo nggak pernah bilang kalau lo anak nya Om Dimas? "

" Ha? Bukannya lo tahu ya? "

Nada mendelik. " Kalo gue tahu, gue nggak akan marah-marah begini sama lo. "

Deva terkekeh pelan. " Jadi lo nggak tahu?? Serius?? " tanyanya dengan raut wajah tidak yakin.

" Ya iyalah. Orang gue tahu nama belakang lo cuma Argantara tanpa Tejakusuma. " jawab Nada.

" Terus kenapa lo harus marah-marah? "

" Ya jelas dong gue marah. Lo anak orang kaya bahkan melebihi kekayaan keluarga gue. Tapi lo macari gue nggak pernah tuh lo ajak ke restoran mewah, paling mentok di restoran biasa. Lagipula seharusnya lo bawa gue ke tempat-tempat mewah, bukan warung ketoprak pinggir jalan. "

Deva hanya bisa menganga lebar menanggapi rentetan perkataan yang keluar dari mulut mantannya itu. Deva tidak pernah tahu bahwa Nada tidak mengetahui siapa dirinya, dan dia juga tidak tahu kalau Nada bisa semarah ini hanya karena di ajak makan di pinggir jalan.

" Apa salahnya Nad? " tanyanya merasa biasa saja.

" Ya jelas salah dong! Lo tahu, kenapa gue mutusin lo. Itu semua karena lo ngajak gue makan di pinggir jalan, dan itu buat gue nggak nyaman. Lo bayangin aja coba? Gue ini adik dari Afandi Pratama Musica dan juga cucu dari Januar Adi Soemarmo, lo tahu kan siapa mereka. Masa iya lo ngajak anak dari keluarga terhormat kayak gue makan di pinggir jalan yang sudah pasti banyak deb---

" Jadi intinya? " potong Deva memutar bola matanya jengah.

" Ya pokoknya elo jahat, apa-apaan coba. Ngajak maka---

" Sorry....gue memang anak orang kaya, tapi bukan berarti gue bisa ngajak anak orang ke tempat-tempat mewah. Gue belum punya uang sebanyak bokap gue, gue masih minta sama bokap. Jajan sehari-hari saja gue cuma 20 ribu sehari, gue nggak kayak lo Nad. Gue di didik untuk nggak membanggakan kekayaan orang tua gue, gue didik persis seperti anak pada umumnya. Gue nggak pernah di manja dengan uang, tapi gue di manja dengan kasih sayang. Jadi maaf kalau gue nggak seperti apa yang lo inginkan. "

Nada terpaku di tempatnya merasa tertampar dengan ucapan Deva yang menyindirnya. Sedangkan Deva segera berbalik dan meninggalkan Nada sendiri di depan pintu kamar perempuan itu, dia merasa sudah saat nya dia berhenti merasakan perasaan cintanya untuk Nada, karena seberapa keras nya dia berusaha. Nada akan tetap memandangnya sebagai sampah. Sampah yang tak pernah terlihat.


MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang