"Baiklah, Nak. Mulai besok pergilah ke kota bersama teman ayah, Pak Arif. Dia akan mencarikanmu hunian!", ujar Pak Yanto, ayahnya Vita.
"Pasti aku akan sangat merindukan ayah dan ibu", Vita memeluk kedua orang tuanya lalu menangis.
"Jaga diri baik-baik, Nak. Ibu akan terus mendoakanmu!", Ibu Vita, Bu Yanti, mulai terisak.
"Nanti kalau aku udah lulus SMA favorit itu, aku akan jadi orang sukses dan membanggakan ayah dan ibu", ujar Vita penuh harap.
👧👧👧
Dialah Vitari Jasmine atau yang akrab disapa dengan Vita. Lulus SMP dia akan melanjutkan sekolahnya di Jakarta, di SMA Internasional favorit di sana berkat bantuan Pak Arif, teman Pak Yanto ayahnya Vita. Pak Arif orang baik lagi dermawan, dia sejak kecil bersahabat dengan Pak Yanto. Maka dari itu dia bersedia membantu Vita untuk bersekolah di sekolah elit milik Pak Arif.
Pak Yanto adalah seorang PNS di desanya. Dia tidak mampu menyekolahkan Vita di sekolah bagus, namun berkat bantuan Pak Arif, anak semata wayang Pak Yanto akhirnya bisa bersekolah di sekolah impian.
Biaya sekolah di Aston International High School tidaklah murah. Kebanyakan siswanya adalah anak pejabat, pengusaha, milyuner, dan orang-orang kaya lainnya. Kecuali siswa-siswi yang mendapat beasiswa, mereka ditempatkan di asrama sekolah yang hanya memiliki 20 kamar. Sekolah ini dimiliki penuh oleh Pak Arif Syah Hatta, orang yang sangat kaya. Dia merupakan pengusaha sukses dan mapan serta memiliki segudang talenta. Perusahaan milimnya memiliki banyak cabang hingga ke benua-benua lain. Namun dia tidaklah angkuh dan sombong, dia masih ingat pada sahabatnya di desa, karena dulu Pak Arif juga dari desa.
🚗🚗🚗
"Nah, kita sudah sampai, Nak!", ujar Pak Arif sambil melepas safety belt-nya.
"Loh, ini kan bukan sekolah", Vita keheranan melihat tempat yang dia datangi.
"Iya, Nak. Berhubung asrama sekolah dan kost-kostan di sekitar juga penuh, lebih baik kamu ke rumah om!", ucap Pak Arif sambil menuntun Vita memasuki rumah.
Rumah Pak Arif begitu besar, rumput hijau berhamparan di halaman, bunga-bunga mahal tersusun rapi di pinggir pagar, pagar yang tinggi dilengkapi lampu tumblr yang mengelilinginya, gazebo cantik di pinggir kolam renang yang ada perosotannya, serta tanaman yang merambat bergelantungan di rumah pohon yang ada di ujung halaman. Sungguh pemandangan yang sangat memanjakan mata. Vita bukannya masuk malah berdiri di luar masih asyik memandangi halaman rumah yang sangat indah. Rasanya ini bukan rumah, melainkan taman umum yang biasanya ada di pinggiran kota. Ya, meskipun Vita tinggal di desa, tapi disana jarang sekali tumbuh-tumbuhan yang ditata rapi dan juga bunga-bunga mahal yang berhamburan. Vita masih saja asyik menatapi gazebo cantik di tengah sana.
Brukk
Vita terjatuh sedangkan tangan yang menopang tubuhnya terluka karena tergesek batu. "Aduuh... Sakit tau, liat-liat napa kalo ada orang disini", keluh Vita sambil meniup luka di telapak tangannya.
Si penabrak itu melihat sinis ke arah Vita seakan-akan bertanya apa yang di lakukan Vita disini. Bukannya membantu Vita berdiri dia malah pergi begitu saja memasuki rumah besar nan mewah ini.
"Tuh orang gak punya mata kali, udah tau nubruk orang ampe jatoh eh dia malah melengos", keluh Vita sambil mengangkat tas miliknya yang sempat terjatuh.
Dengan langkah tergopoh-gopoh Vita memasuki rumah itu. Ternyata Pak Arif sudah ada di dalam karena tadi dia melihat Vita lagi asyik menikmati pemandangan dan tak tega mengajak Vita masuk. Akhirnya dia duluan saja meninggalkan Vita. Pak Arif duduk di meja makan bersama seorang wanita yang Vita kira sebagai istrinya dan juga seorang laki-laki yang tadi menabrak Vita di luar. Mereka tampak menunggu Vita duduk kecuali laki-laki itu. Kelihatannya dia sebaya dengan Vita.
"Eh, Vita, ayo duduk sini. Kita makan bersama!", ajak Bu Angie, istrinya Pak Arif.
Vita duduk di kursi kosong yang bersebelahan dengan laki-laki itu. Mau bagaimana lagi, soalnya hanya kursi itu yang tersisa. Meja makan ini sangat besar, namun kursinya hanya empat. Vita memandangi Bu Angie sejenak. Dia sangat cantik dengan hidungnya yang mancung, mata biru, bulu mata lentik, kulit putih bersih, rambut pirang pendek, bibir tipis berwarna merah muda, wajah tirus, dan tubuh yang padat berisi. Nampaknya dia masih muda, padahal usianya sudah 30 tahun lebih. Selain itu dia adalah keturunan Pakistan.
Kemudian Vita beralih memandangi anak laki-laki yang sebaya dengannya di sampingnya. Ekspresi datar itu terlihat mencekam tatkala tatapan sinisnya mengarah pada mata Vita. Vita segera mengalihkan pandangannya lalu menunduk.
"Oh iya, Vita", Bu Angie memecah keheningan. "Saya adalah Angie Avinka, istrinya Pak Arif. Saya dan Pak Arif memiliki dua orang anak. Satu perempuan dan satu laki-laki", jelas Bu Angie sambil meletakkan piring di depan Vita untuknya.
"Anak saya yang perempuan namanya Jessie Avinka Hatta, dia bersekolah di Pakistan tempat kelahiran saya", sambung Bu Angie.
Vita hanya mengangguk sopan. "Sedangkan anak saya yang laki-laki namanya Raditya Hatta, tepatnya laki-laki di sebelah kamu itu", ujar Bu Angie sambil meletakkan secentong nasi ke piring Vita.
Mata Vita membelalak lebar saat mendengar penuturan dari Bu Angie. Ternyata orang yang selalu menatapnya sinis ini adalah putra mereka, namun kenapa prilakunya sangat tidak sesuai dengan kedua orang tuanya. Orang tuanya begitu baik sedangkan anaknya sangatlah buruk. Namun secara fisik, laki-laki tampan disampingnya itu mirip sekali dengan paras Bu Angie yang cantik. Radit -panggilan akrabnya- juga memiliki hidung, bulu dan warna mata, alis, rambut pirang, warna dan bentuk bibir yang sama seperti Bu Angie dan Pak Arif. Tidak dipungkiri lagi kalau dia memang anaknya Pak Arif dan Bu Angie. Radit adalah seorang blasteran Indonesia-Pakistan.
Bu Angie dan Pak Arif nampak keheranan melihat ekspresi Vita setelah mengetahui kalau Radit adalah anak mereka. Namun Pak Arif yang cerdas mampu menangkap perilaku Radit kepada Vita melalui tatapan sinis yang ia berikan pada Vita.
"Radit!", seru Pak Arif membuat Radit terkaget dari tatapan sinisnya pada Vita. "Hehh, iya, Pa", Radit gelagapan.
"Perkenalkan, dia adalah anak sahabat papa, namanya Vita. Dia akan sekolah di SMA Aston dan tinggal disini hingga dia mendapatkan asrama kosong", jelas Pak Arif membuat Radit membulatkan matanya.
"Apa, Pa?", tanya Radit setengah percaya.
"Jadi gini, sayang. Karena ayah Vita tidak mampu membiayai sekolah Vita di sekolah terbaik, jadi Papa kamu memutuskan untuk membantu Vita dengan memberikan beasiswa pada Vita ke sekolah kita", jelas Bu Angie sambil menuangkan susu untuk Vita.
"Iya, kalo mau sekolah di sekolah Papa sih gak masalah", ujar Radit.
"Habis itu?", tanya Pak Arif mengangkat salah satu alisnya.
"Ya jangan tinggal disini juga kali. Mama Papa kan tau kalo kalian jarang pulang karna kerjaan. Masa mau ninggalin aku berdua sama anak ini", Radit menunjuk Vita dengan dagunya.
"Sayang, disini kan kalian bukan hanya berdua, tapi ada bi Inah, sama dua satpam kita, Pak Bagas dan Pak Man", jelas Bu Angie sambil mengelus pucuk kepala anaknya.
"Tapi kan-", belum sempat Radit berbicara, Pak Arif telah memotongnya. "Gak ada tapi-tapian, Radit. Apa yang menjadi keputusan Papa harus kamu lakukan!", seru Pak Arif tegas.
Radit hanya bisa menerima keputusan ayahnya. Sedari tadi Vita hanya menunduk menahan senyum karena Radit dimarahi oleh orang tuanya. Radit hanya bisa terdiam, sifat nakalnya mulai keluar. Dia menggebrak meja dan masuk ke kamarnya. Sebelum beranjak, dia sempat mengancam Vita.
"Heh, lo, bocah. Lo jangan seneng dulu ya, meski lo hanya nginep di rumah ini, tapi lo bakal gue perlakukan sebagai babu, bukan tamu!", Radit mulai marah lalu meninggalkan meja makan menuju kamarnya.
Vita hanya tertunduk. Dia kesal sekaligus takut pada Radit. Pak Arif dan Bu Angie hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Radit. Mereka memberi semangat pada Vita agar tidak mudah dipengaruhi Radit.
——————————————
Gimana, sobat, ceritanya?
Apa ya yang akan terjadi pada Vita? Akankah Radit menyiksanya di rumah besar itu? Simak terus ceritanya.
Jangan lupa Vote dan Comment
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilih Aku Saja
Teen FictionVita selalu bingung bagaimana cara menghadapi tingkah possessive dari kedua pecintanya ini. Padahal dahulu mereka membenci Vita, namun Radit dan Joe seakan telah melupakan hal itu. Radit dengan kekuasaan ayahnya dan Joe dengan kehebatan dirinya mam...