Bagian 3

14 2 1
                                    

Hari ini hari pertama Vita bersekolah di sekolah favorit tersebut. Dia diantar oleh Pak Arif, namun tidak bersama dengan Radit. Radit sebisa mungkin menutup kebenaran jika dirinya tinggal serumah dengan Vita yang nantinya akan mengancam reputasinya di sekolah. Vita hanya acuh, tahu atau tidak tahu orang mengenai kabar itu Vita juga tidak peduli. Toh juga apa untungnya orang mengetahui semua itu.

Setelah berpamitan dengan Pak Arif, Vita berjalan masuk meninggalkan Pak Arif yang melesat pergi dengan mobilnya. Di sepanjang jalan terlihat hiruk-pikuk anak remaja kota yang bersekolah, Vita mendapati Radit berjalan di depannya. Radit sepertinya tengah mencari kelasnya.

Vita memutuskan untuk melihat mading sekolah. Mungkin disana dia bisa mendapat informasi mengenai siswa-siswi baru dan posisi kelas mereka. Dan benar saja, disana telah dipenuhi gerombolan siswa-siswi yang sibuk mencari nama mereka masing-masing.

Vita memutuskan untuk duduk dahulu sembari menunggu papan mading tersebut sepi. Setelah sepi Vita berjalan mendekati mading dan mulai mencari namanya. Sedari tadi Vita berjinjit mencari namanya, entah karena tubuhnya yang kurang tinggi atau madingnya yang terlalu tinggi, dia juga tidak tahu. Namun tadi dia lihat siswa-siswi mereka semua bertubuh tinggi. Padahal di SMP nya dulu, Vita adalah murid tertinggi di kelasnya.

Kesal karena tak dapat juga melihat namanya, Vita mendengus dan memukul mading. Saat hendak mengambil ancang-ancang...

Buukkk...

Sikunya mengenai perut salah seorang kakak kelas, sontak Vita gelagapan meminta maaf. Dia mendengar ringkihan laki-laki tersebut menahan sakit. Vita bingung lalu meminta maaf dan mencoba membantunya.

"Duh, kak. Maaf banget, gak liat tadi", jelas Vita gemetar.

"Lagian lo kalo punya mata dipake dong!", sahut laki-laki itu sambil mengelus perutnya.

"Emm, sakit ya, kak? Sini biar aku bantu!", tawar Vita sambil mencoba memegang perut laki-laki tersebut.

Dengan cepat laki-laki itu menampik tangan Vita membuat Vita terduduk ke belakang dan merintih kesakitan.

"Adudududuh... Sakit tau", keluh Vita.

"Makanya, jaga sikap", jawabnya Datar. Pria yang bernama Joe itu langsung beranjak meninggalkan Vita yang mengeluh kesakitan tanpa memperdulikannya.

Vita terus saja menggerutu. Padahal dia tidak sengaja membuat kakak kelas itu kesakitan, namun kakak itu membalas Vita dengan kejahatan yang sama. Vita heran kenapa di kota yang maju seperti ini akhlak tidak berlaku, sangat berbeda dengan yang ada di desanya.

Beberapa saat berlalu Vita tetap berdiri di depan mading sambil berharap ada orang yang akan membantunya untuk menemukan namanya di mading. Hingga akhirnya Radit datang dengan pakaiannya yang tidak rapi, baju dikeluarkan, dasi semrawutan, dan rambut acak-acakan. Apa benar dia adalah Radit anaknya pemilik sekolah ini, tanya Vita dalam hati.

"Eh, lo, bego. Ngapain berdiri disini? Lo kagak punya duit? Kalo mau ngemis cari tempat rame!", ejek Radit sambil menoyor kepala Vita.

Vita memicingkan matanya menatap Radit penuh amarah. "Lo tuh yang bego, penampilan lo kayak orang bego!", sahut Vita sambil mendorong bahu Radit.

"Apaan sih, lo? Orang ganteng begini lo kata bego", ujar Radit sambil membenarkan kerah bajunya.

"Idiiih... Ogah ya. Lo itu gak ganteng!", ejek Vita dengan mengacungkan telunjuknya ke arah Radit.

Dari kejauhan, kakak kelas yang tadi marah pada Vita diam-diam memperhatikan perdebatan antara Vita dan Radit. Maklum saja, Radit adalah ketua dari geng yang menjadi musuh gengnya, wajar saja kalau dia memperhatikan gerak-gerik Radit setiap ada kesempatan.

Pilih Aku SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang