Chapter 3 - Crimson Case

13.8K 1.1K 40
                                    

Tuan Muda?

Okay!

Pandanganku masih ke depan menatap his sexy back, hingga detik berikutnya tubuh tegap juga atletis itu berbalik ke arahku. Aku berusaha untuk tetap tenang, tidak seperti sebelumnya yang dengan bodohnya aku menatapnya dengan tatapan penuh, mataku membulat sempurna maksudku.

Breathtaking Man!

Tidak ada senyum di wajahnya. Bahkan aku tidak dapat mengartikan pandangannya. Mungkin, seperti, oh, I don't know...aku tidak ingin mengatakan jika tatapannya sedikit misterius bagiku, walau memang seperti itu yang aku rasakan akan tatapannya itu.

Di saat yang sama aku mengangguk pelan begitu juga dengannya.

Gentleman?

Apa seperti itu?

"Ms. Whithfield."

Itu suaranya. Mungkin otakku tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya sekarang hingga suara itu terdengar berbeda. Bahkan aku menyukainya saat di menyebut nama keluargaku itu. Seperti tidak ingin terlihat bodoh atau bahkan gugup, aku mulai mengulurkan tanganku padanya.

"Cherilyn Letitia Whithfield," aku mulai bersuara, "panggil saja saya..."

Kalimatku terputus, dia memotongnya begitu saja.

"Cherry."

For heaven's sake!

Lagi dan lagi suaranya terdengar berbeda saat mengucapkan kata itu. Jelas tidak ada yang memanggilku dengan nama 'Cherry' sebelumnya, tidak juga ayah dan ibuku. Tetapi entah kenapa aku menyukai panggilan darinya itu. Mungkin karena suaranya semakin terdengar sexy? I don't know.

"Cherilyn," ucapku lagi, mencoba memastikan dia tidak salah mendengar namaku.

"I'll call you Cherry," sesaat dia berhenti, "if you don't mind."

Di saat yang sama, aku mengangguk pelan, seperti tidak ingin mendebatnya. Mungkin menyebut nama 'Cherry' lebih mudah baginya dibandingkan dengan 'Cherilyn'? Oh, lupakan!

"Thank you," suaranya kembali terdengar, entah apa maksud kata terima kasih-nya itu. Apa karena aku memberinya ijin untuk memanggilku 'Cherry'? "I'm Lincoln," lanjutnya.

"Lincoln," tanpa sadar aku mengulang nama itu juga mengangguk pelan. Detik berikutnya aku melepaskan tanganku darinya yang sedari tadi menjabat tanganku.

Belum ada suara lagi darinya. Dia masih menatapku yang sekali lagi aku tidak dapat mengartikan arti tatapannya itu. Well, aku tidak ingin memusingkan hal itu.

"So," aku kembali bersuara, "what is all about?"

"Come with me," ucapnya tanpa jeda.

Detik selanjutnya, dia mulai berjalan dengan langkah santai. Bukan di sebelahku namun di depanku dan Mr. A juga Mr. B yang mengiringi jalanku, tepat di sebalah kanan dan kiriku selayaknya aku adalah aset yang harus di jaga dengan sangat ketat. Tidak ada suara yang terdengar kecuali langkah kaki kami. Entah arah mana yang dituju, aku masih mengikutinya seperti tamu undangan normal di luar sana.

Bukan pintu utama mansion yang kami lewati, namun seperti pintu samping mansion.

4.10 PM

Sepintas aku mengalihkan pandanganku pada jam tanganku.

"Have a seat."

Itu suara dalam dan sexy-nya yang kembali terdengar. Tidak dengan tangan diam, namun mengarah pada sofa panjang yang berada di tengah ruangan yang aku bisa mengatakan ruangan yang begitu besar juga mewah. Mungkin ini adalah ruang tamunya? Ya, begitu banyak sofa panjang juga sofa single di sini juga mejanya yang semuanya terbuat dari kaca yang terlihat begitu kokoh.

Lustfulness- #lustseries 1.0 [✅] 🔚 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang