3

810 58 0
                                    

Teriknya siang, sekarang sudah di gantikan oleh dinginnya malam. Langit di atas sana sudah bertaburan ribuan bintang yang berkelap-kelip,suara kicauan burung yang merdu sudah di gantikan dengan suara-suara binatang malam.

(Namakamu) masih dengan perutnya yang besar itu baru saja mencul dari balik pintu. Wanita itu baru saja mengambil secangkir kopi dari dapur, yang siap dia hidangkan untuk suaminya yang berada di atas tempat tidur.

Iqbaal dengan selimut tebalnya, membaringkan setengah tubuhnya, kepala dan punggungnya dia senderkan pada kepala tempat tidur. Di tangannya ada sebuah berkas dan dokumen lainnya, yang harus dia presentasikan besok di kantor.

Melihat (namakamu) yang berjalan susah payah, Iqbaal bangkit dari tempat tidur dan menghampiri (namakamu).
 
”Maaf, ya, (namakamu), sebenernya aku juga gak tega harus nyuruh kamu.” Kata Iqbaal merasa bersalah, dia langsung mengambil alih atas gelas yang di pegang (namakamu) kemudian menuntunnya ke tempat tidur.

”Gak apa-apa kok, Baal, lagian aku kalau duduk diem terus lama-lama bakalan bosen juga, kamu sih gak ngizini aku ngelakuin ini-itu.”

(Namakamu) yang sudah duduk di ujung tempat tidur itu mengerucutkan bibirnya, Iqbaal yang tidak tahan untuk tidak menarik bibir (namakamu) langsung ia lakukan.

”Harus berapa kali aku bilang sama kamu, (namakamu), aku gamau kalau kamu itu kecapean, bahaya buat anak kita.”

Mendengar perkataan Iqbaal, (namakamu) mengalihkan wajahnya kearah laki-laki itu dengan senyum yang mengembang.
 
”Kamu tahu gak, ini pertama kalinya kamu nyebutin kata 'anak kita'” kata (namakamu) masih tersenyum kepada Iqbaal, jari-jari tangan (namakamu) segera merayap ke perutnya dan membelai.
 
”Masa sih?” Iqbaal yang tak menyangka kalau (namakamu) memperhatikann setiap ucapannya mengerutkan kening.
 
”Iya, biasanya kan kamu selalu ngucapin 'bayi kita'” (namakamu) nyengir bodoh.

”Sama aja kali (namakamu).” Beranjak dari tempat tidur, Iqbaal merapikan berkas yang berserakan di tempat tidur lalu memindahkannya di meja kerja yang terletak dekat jendela.

Sebenarnya Iqbaal ingin mengerjakan tugas-tugasnya di meja kerjanya, tapi (namakamu) memaksanya untuk mengerjakannya di tempat tidur. Cewek hamil. 

”Beda tau. Anak kita, rasanya itu aneh tapi seneng.” Ujar (namakamu) sambil bergeser ke tengah tempat tidur, membenarkan bantal yang ada di kepala tempat tidur lalu berbaring.

”Ternyata kamu masih peduli ya sama aku, aku kira kamu malah tambah benci sama aku,” Iqbaal sudah merapikan seluruh berkasnya, dia berjalan menuju jendela lalu menutupnya.

”Aku tutup ya, dingin.” Lagi-lagi permintaan aneh (namakamu), (namakamu) selalu ingin jendela kamarnya terbuka sewaktu sebelum tidur.

(Namakamu) mengangguk cepat. Iqbaal cukup terkejut melihat respon (namakamu), biasanya (namakamu) bawaanya nyolot, emosian, suka ngajak ribut, tapi hari ini wanita itu menunjukan sisi bedanya, yang menurut Iqbaal lebih baik.
 
”Aku gak benci sama kamu. Mana mungkin aku benci sama Ayah dari anak yang aku kandung.”

Selesai menutup jendela, Iqbaal berjalan mendekati (namakamu) lalu tanpa sepengatahuan (namakamu), Iqbaal langsung mengecup keningnya. Lama sekali Iqbaal menempelkan bibirnya di kening (namakamu), baru sekitar hampir setengah menit dia melepaskannya, tapi tanpa Iqbaal perkira, tangan (namakamu) bergerak cepat meraih tengkuknya dan mendorongnya dengan lembut. Bibir (namakamu) langsung menyelusup ke dalam mulut Iqbaal.

Tidak sampai dua detik, suara klackson dari halaman rumah langsung menghentikan aktivitas keduanya. (Namakamu) menjauhkan wajahnya lalu menolehkan wajahnya ke arah jendela. Begitu pun dengan Iqbaal.

PinocchioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang