9

593 47 0
                                    


”(Namakamu).” Sebenarnya Iqbaal tidak tega membangunkan (namakamu) yang masih dalam keadaan tidur, apalagi mengingat bagaimana polosnya wajah (namakamu) saat tertidur. 

Tidak ada respon dari (namakamu), Iqbaal menggoyang-goyangkan bahu (namakamu) sambil memanggil nama wanita itu.

(Namakamu) mengerang, matanya mengerjap berkali-kali. Sedangkan Iqbaal yang menyaksikan betapa lucunya (namakmu) saat ingin bangun tidur hanya terkekeh tanpa suara. Berselang beberapa detik, Iqbaal membawa (namakamu) dalam pelukkannya dan membisikkan sesuatu, yang terdengar seperti.... 

”Maafin aku.”
 
(Namakamu) yang masih dalam keadaan setengah sadar hanya bisa membalas pelukkan Iqbaal. Wanita itu kembali memejamkan matanya. Samar-samar (namakamu) merasakan sesuatu yang hangat dan basah menempel di keningnya. 

”Hm, eh—hai.” (Namakamu) baru saja keluar dari dalam kamar, dan menemukan Jessica sedang membuka jendela-jendelarumah, dia menyapa Jessica gugup. 

”Oh, hai.” 

(namakamu) tersenyum, wajahnya terlihat kaku. Dia berjalan ke arah Jessica sambil mengetuk satu sama lain jari telunjuknya. 

”Yang kemarin....maaf, lagi badmood.” Kata (namakamu) nyengir. 

”Engga pa-pa. Bawaan ibu hamil.” 
Detik itu juga pintu kamar terbuka, sosok Iqbaal muncul dari balik pintu. 
Iqbaal tak langsung berjalan untuk menghampiri kedua wanita itu.

Dia berdiri di hadapan pintu sambil mengernyitkan wajahnya. Kebingungan tergores jelas di wajahnya. Maksudnya, bagaimana bisa Jessica bisa ada di rumah ini? Bukannya kemarin gadis itu pamit dan setelah itu Iqbaal tidak ada bertemu dengan Jessica.

”Jessica?” Panggil Iqbaal linglung. 
Jessica yang sedang menyibak gorden menoleh ke arah Iqbaal dengan wajah bertanya. 

”Sejak..,” Iqbaal menjeda ucapannya, dia mengalihkan pandangannya ke (namakamu) dengan sikap bertanya.

(Namakamu) yang juga tidak tahu ceritanya bagaimana, hanya bisa mengangkat kedua bahunya. ”Kok bisa disini?”

Jessica tersennyum tipis, dia masih ingat betul bagaimana kejadian kemarin, bagaimana keadaan Iqbaal yang cukup mengenaskan, jadi Jessica memaklumi saja. Jessica menarik kursi yang tak berada jauh dari jangkauannya. Setelah duduk, dia menjelaskan kepada Iqbaal kenapa dia bisa berada disini.

”Aku engga sengaja ketemu sama kamu di club bersama teman-temanmu. Kalian mabuk dan, yah, seperti itu. Aku mengantar kamu pulang.” Jelas Jessican, walaupun dia tahu penjelasannya terdengar terlalu aneh, namun sepasang suami istri ini tidak ada yang berkomentar.

Mengedarkan pandangannya, Jessica tanpa sengaja bertemu pandang dengan Iqbaal. Hanya sekilas, laki-laki itu tersenyum kecil bahkan sampai (namakamu) tidak menyadarinya.

”Terima kasih untuk yang tadi. Aku tau, cerita sebenarnya engga kayak gitu.” Iqbaal sedang berada dalam mobil untuk mengantar Jessica ke kota. Dia mengatakan untuk berterimakasih kepada Jessica karena Iqbaal tahu kalau cerita sebenarnya tidak seperti itu.

Jessica tersenyum. Dan Iqbaal bisa melihat itu dari kaca spion yan tergantung di atas kepalanya. 
Iqbaal sudah membuat surat izin dalam waktu seminggu—kuranglebih. Tadinya dia ingin menggunakan alasan pergi ke kantor untuk mengantar Jessica, tapi saat teringat dengan surat izin itu, Iqbaal mengurungkan niatnya.

Dia meminta izin pada (namakamu) walau butuh waktu untuk memikirkan hal itu, Iqbaal tidak ingin mereka bertengkar lagi. Tapi, ternyata (namakamu) mengizinkan. Agaknya mood (namakamu) sudah membaik. 
Sementara Iqbaal yang mengantar Jessica ke kota. (Namakamu) di rumah sedang menyaksikan drama di temani suara berisik daridapur yang di hasilkan oleh Bi Inah.

PinocchioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang