9 (end)

5K 989 153
                                    

last chapter.

sesuatu yang rusak. apa?

yang hyunae ketahui, dirinya tidak pernah diliputi oleh tantrum atau amarah yang menggebu. tidak pernah punya emosi meluap yang ingin berteriak atau menceburkan dirinya ke dalam air bak.

yang ia punya hanyalah awan hitam.

tangan-tangan, dengan jemari dingin yang menghitam. merayap, menghanyutkan.

mereka datang, lalu pergi. walau nyatanya, selalu ada.

selalu berbisik, tidak pernah berujar normal. dibanding dengan penghasut yang mudah berkata dan mudah berucap, mereka hanyalah lirihan kosong dinding malam yang memuat minim kata, seperti,

'untuk apa? '

atau

'kamu tidak berguna. '

dan

'hidup, bukannya mengerikan? '

pernyataan-pernyataan penuh keraguan yang tidak punya jawaban. lama kelamaan, apa yang ia kira baik, malah menjelma menjadi buruk. tugas yang mudah, berubah menyulitkan.

sungguh tersesat, sungguh linglung. lama kelamaan, batinnya bingung, muak, dan kesusahan memproses sesuatu.

karena sekali lagi, dibandingkan hantu di film horror yang suka membuat jumpscare tiba-tiba, perasaan depresi lebih mirip dengan horror menghanyutkan di mana sebenarnya pembunuhnya tidak nyata, dan hanya ada di pikirannya saja.

terjebak di kotak kosongmu saja, bukannya mengerikan?

ada yang berkata, depresi adalah dimana perasaan benar-benar terpuruk, tantrum, dan meluapnya kesedihan dan amarah.

bukan.

depresi adalah kekosongan.

———

benang putih di antara gelap hitam yang selalu ia lihat tiap hari hampir membuatnya gila, pikirannya bahkan lebih kusut daripada apa yang diartikan dari kusut itu sendiri.

hyunae memilih mengakhiri semuanya.

tidak ada yang perlu ia jelaskan karena apa yang ia jalani, hanya dimengerti oleh dirinya sendiri. itu pola pikirnya.

ia bercerita, mencoba membuka diri, ada yang mengganjal— sedikit, saja. hanya mengutarakan isi hatinya barang secuil saja. tapi ayah, kakak, dan teman-temannya, tidak mengerti.

begitu juga si matahari dunia, haechan lee.

haechan tidak mengerti. dan untuk seorang hampa tanpa simpati, hyunae memaklumi jawaban haechan— bahwa dirinya, selalu tersenyum, selalu tertawa, itu bukan manusia.

ia lelah berpura-pura.

di antara pagar pembatas atap sekolah ia berdiri, ketinggian beratus kaki. ditatapnya dua sepatu yang ia tinggalkan, diisi dengan dafodil berwarna kekuningan.

haechan, aku doakan, supaya kamu nanti mengerti arti perasaan.

———

nyatanya semuanya tidak sesederhana itu.

limbo, antara hidup dan mati.

hyunae terdiam, ada pilihan di hadapannya.

kembali hidup, dan kembali melihat benang kusut, kembali mendengar bisikan hasut?

atau mati, dan semuanya selesai begitu saja.

hyunae tertawa miris, selesai apanya.

terlalu larut dalam kolam putus asa membuatnya tidak sadar bahwa haechan juga membutuhkannya.

tidak ada yang selesai, karena nyatanya kepergiannya malah membuat rumit hati si pemuda yang mati rasa.

dan, hey, sekarang si pemuda sudah merasakan bagaimana itu duka.

tapi rasanya, hyunae tidak suka meninggalkan haechan hanya untuk mengenal duka.

hyunae, juga ingin mengajari haechan perasaan lainnya. senang, sedih, marah, malu, emosi— semuanya. sampai tahap maksimum dari emosi itu sendiri.

dan dengan itu, hyunae memutuskan kembali.

ia tersenyum pada terang di antara gelap hampa, berkata.

"terimakasih, namun sepertinya, ini memang belum waktuku. "

———

berapa harga untuk masa muda?

haechan dengan mantel musim dinginnya meletakkan tas di bawah lantai keramik rumah sakit. melepaskan padding coklat, dan kembali mengeluarkan origami.

itu hingga ia sadari pergerakan jemari si gadis yang tertidur.

haechan mengernyit.

entahlah, kamu kehilangan masa muda?

dan yang berikutnya terjadi adalah tersatunya netra miliknya dengan si gadis yang perlahan membuka mata, pada satu garis lurus.

haechan menarik nafasnya dalam. tercekat, dan merasakan emosi yang membludak di dadanya.

sementara hyunae tersenyum lemah, merasakan dirinya dibawa ke dalam rengkuhan hangat di musim dingin.

haechan, memeluknya.

iya, tapi hanya 5 tahun dari itu.

———

WOUNDS ; officially end!

hshshsh, gimana, suka?

sebenarnya aku bikin work ini iseng aja awalnya... but, aku tertarik untuk gambarin emosi manusia dengan detailnya. kalau masih salah, maafkan.

mau epilog?

well then, sampai berjumpa di book berikutnya!

woundsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang