13

14K 862 47
                                    




Semua yang hadir di dalam ruangan itu mengangkat tangannya, membacakan doa untuk kedua mempelai pengantin yang sudah menyelesaikan ijab qobul tersebut.

Pernikahan Stella dan Farzan dilaksanakan secara sederhana di Kantor Urusan Agama, tak ada gaun mewah dan pesta meriah, yang ada hanya kebaya sederhana yang dikenakan Stella. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ia akan melaksanakan pernikahan sesederhana ini, jauh dari bayangannya selama ini yang menginginkan pernikahan bak negeri dongeng, mengundang ribuan tamu undangan dan berpesta berhari-hari. Namun, ayahnya yang bersedia menikahkannya saja jauh lebih disyukuri olehnya dari pada pernikahan impiannya itu.

Setelah semua prosesi dilaksanakan, semuanya sudah selesai. Suroso beserta Rianty dan Natasha meninggalkan Stella tanpa menoleh ke arah perempuan itu sedikit pun.

Mereka cukup kecewa terhadap Stella yang ternyata sedang mengandung, bagaimana bisa si manja itu lepas dari pengawasan mereka, padahal selama ini mereka yakin Stella dapat menjaga dirinya, tetapi sekarang malah membuat kecewa dan memalukan keluarga.

Kini Stella dan Farzan sedang berada dalam mobil yang sama untuk menuju ke rumah Farzan, untuk beristirahat dan tentu saja untuk menemui Clara, gadis kecil itu pasti akan senang mengingat sekarang Stella sudah resmi menjadi mamanya.

Mengingat itu membuat Stella tersenyum-senyum sendiri, sepertinya ia juga senang menjadi mama Clara, terlebih menjadi istrinya bapak gadis kecil itu.

Pikiran matre Stella mulai menguasai isi kepalanya, perempuan itu mulai merancang rencana untuk menguras habis isi dompet suaminya.

"Sepertinya kamu tidak bersedih ditinggal oleh keluargamu seperti ini?" tanya Farzan memecah keheningan di antara mereka.

Ia sedikit khawatir melihat Stella tersenyum-senyum sendiri seperti itu, kalau perempuan itu bersedih ia bisa maklum. Nah, perempuan itu tersenyum-senyum sendiri.

Apakah perempuan itu sedang merasa bangga karen sudah membuat keluarganya kecewa? pikir lelaki itu.

Senyum Stella perlahan memudar, ia menolehkan kepalanya ke arah Farzan yang duduk di sebelahnya.

"Untuk apa saya menyedihkan orang-orang yang telah menghianati saya?" tanya Stella.

Farzan terdiam tak menjawab pertanyaan Stella, sesungguhnya ia bingung ingin memberikan jawaban seperti apa kepada perempuan itu.

Untuk apa menyedihkan orang-orang yang telah berhianat?

Ia pernah dihianati oleh orang yang dicintainya dan rasanya sangat menyakitkan.

Sedih tentu saja, bahkan ia sampai terpuruk karena bagian dari dirinya dibawa oleh orang yang menghianati cintanya.

Farzan cukup salut dengan Stella, walaupun telah dihianati oleh keluarganya ia masih bisa tersenyum.

Ah, apa perempuan itu gila atau bagaimana, Farzan sungguh tak mengerti.

***

Udara segar memenuhi rongga dadanya ketika keluar dari mobil, halaman rumah Farzan memang benar-benar asri seperti istana-istana kepresidenan saja.

Ketika Stella dan Farzan menjejakkan kakinya di dalam rumah itu, terdengar tangis Clara yang cukup keras memanggil-manggil nama Stella dan Farzan.

Gadis cilik itu memang baru saja pulang dari rumah sakit, keadannya sudah cukup pulih. Maka dari itu tadi ketika Clara sedang istirahat, Farzan dan Stella berani meninggalkannya.

Mereka meninggalkan Clara cukup lama hingga membuat Clara yang sudah bangun sedari tadi mengamuk mencari Stella dan Farzan, pelayan yang membantu mengurusi Clara hampir kualahan menghadapinya.

Stella dan Farzan saling berpandangan sebelum akhirnya berlari untuk menghampiri Clara.

"Clara?" panggil Stella dan Farzan bersamaan membuat gadis kecil yang sedari tadi menangis histeris tersebut terdiam seketika.

Clara yang ada di dalam gendongan pelayan menggeliat minta diturunkan, setelah kakinya menginjak lantai marmer itu Clara berlari ke arah Stella, meminta perempuan itu untuk menggendongnya, Clara melingkarkan kakinya di pinggang Stella setelah ia mengangkatnya.

"Cla-Clara pi-pikir, Ka-Kak Stella ni-ninggalin Clara lagi," ucap gadis kecil itu tergugu.

Clara menyusupkan wajahnya di antara lekukan leher Stella, melanjutkan tangisnya.

Tangan perempuan itu terangkat, mengelus lembut punggung Clara.

"Clara Sayang, sekarang panggilnya jangan Kakak lagi dong, kan Kak Stella udah jadi mamanya Clara, panggil Mommy aja ya," ucap perempuan itu dengan tangannya yang terus mengelus punggung gadis kecil itu.

Clara yang masih menyusupkan wajahnya di leher Stella seketika mengangkat wajahnya memandang perempuan itu. "Kak Stella udah jadi mama Clara?" tanya polos.

Tangis Clara sudah berhenti hanya senggukannya yang belum hilang. Gadis kecil itu bingung, bukankah kalau Kak Stellanya belum nikah bersama papanya itu berarti ia belum boleh memanggil Kak Stella mama.

"Kak Stella sama papa udah nikah?"

Mendengar itu Farzan menatap tajam ke arah Stella, sementar perempuan itu hanya membalasnya dengan cengiran saja. Ya, Stella paham setelah ini ia pasti akan kena omelan dari pria tampan yang sekarang jadi suaminya itu.

"Sudah ya Sayang, kamu harus makan terus minum obat, juga harus banyak istirahat biar cepat pulih dan bisa sekolah lagi, sekarang makan dulu ya." Farzan mengalihkan pembicaraan tersebut.

"Clara maunya sama Mommy," ucap gadis kecil itu.

"Oke, Papa ke ruang kerja dulu ya. Dan untuk Mommy saya tunggu di sana," Farzan sengaja menekankan kata Mommy untuk mengancam Stella.

Farzan memijat keningnya yang terasa berdenyut, ia melangkahkan kaki menuju ruangannya. Banyak pekerjaan yang tertunda karena kegiatannya seharian ini.

***

"Sejak kapan kamu meracuni pikiran anak saya?" tanya Farzan begitu Stella menjatuhkan bokongnya di atas kursi.

Baru setengah pekerjaan yang ia selesaikan, sementara Stella sepertinya sudah menyelesaikan tugasnya mengurus Clara.

Perempuan itu meringis mendengar tuduhan Farzan, tak semuanya salah, ia mengaku sudah meracuni pikiran Clara mengenai kata pernikahan, tapi bukankah ini demi kebaikan Clara dan kebaikannya juga, tentu saja.

Tak ada yang dirugikan bukan dalam hal ini? Farzan saja yang terlalu takut mengambil risiko jika salah berbicara dengan Clara, padahalkan itu untuk Clara juga agar wawasannya luas sekali.

"Maaf, saya mengaku, Paman," ucap Stella. "Sudah terlanjur, jangan dipermasalahkan, oke?"

Farzan berdecak-decak mendengar penuturan Stella, kepalanya menggeleng-geleng tak habis pikir dengan perempuan itu, ia hanya mampu menghela napas.

"Kalau sampai kejadian ini terulang kembali, saya tidak akan segan-segan menghukum kamu. Walaupun saya berat untuk mengatakannya, tapi sekarang kamu itu sudah menjadi mama Clara, tolong mulai sekarang dipikirkan dulu setiap kata yang ingin kamu keluarkan, pilih diksi yang bagus dan mudah dipahami agar Clara tak kebingungan dan akhirnya menjadi pertanyaan untuk dirinya sendiri," omel Farzan.

Stella hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.

Pilih diksi yang bagus dan mudah dimengerti?

Stella pikir saat ini Farzan sedang mengajarinya bagaimana cara membuat novel.

"Jangan hanya mengangguk-angguk saja, kamu mengagguk itu mengerti dengan ucapan saya atau otak kamu belum sampai?" Farzan kembali mengomel, sebab jengkel perempuan itu tak meresponnya.

Farzan butuh kepastian, apakah Stella akan mengulangi kesalahannya lagi atau tidak.

Mata Stella membulat sempurna mendengar ucapan Farzan yang terdengar tanpa hati itu. "Ya ampun, Paman, Paman jahat sekali!"

***

Holla, double up yes😊😊

Jangan lupa voment yak😀

With love
Kak-Ra
@Nurlatifahoktaviany

Hot Daddy Meet Naughty Girl (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang