31

9.6K 582 34
                                    

Perempuan dibalik kemudi itu menggeram kesal, ia memukul stir mobil mewahnya untuk melampiaskan kekesalannya setelah memandang pemandangan yang membuatnya geram.

“Kenapa kamu masih baik-baik aja sih, Stella, kenapa kamu enggak mati aja sekalian!” jerit perempuan itu.

Setelah menenangkan dirinya untuk beberapa saat, dengan mobil berwarna merahnya ia meninggalkan kediaman mewah itu. Rasa dendam membutakan Natasha, ia marah mengapa adiknya itu membohongi semua orang hingga berimbas kepadanya.

Jika saja adiknya itu tidak berpura-pura, sudah pasti semuanya tidak akn pernah terjadi, ia tidak akan pernah menjadi istri ke lima dari pria tua itu.

Sungguh Natasha sangat membenci Stella, ia akan membalas Stella apa pun caranya, ia tak akan membuat adiknya itu hidup dengan tenang seperti hidupnya sekarang ini.

Memang, pria tua itu memanjakannya dengan kemewahan, tetapi apalah daya jika keempat istrinya terdahulu sering menerornya membuat hidupnya seperti di neraka, dan lagi-lagi Natasha menyalahkan Stella, karena memang semua itu bermula karena Stella.

###

Stella menyandarkan kepalanya di lengan Farzan ketika pria itu menahan pinggangnya. Jika sedang kesakitan begini, Stella baru merasa bahwa rumah Farzan amat sangat luas seperti ini. Ia merasa tidak sampai-sampai menuju kamarnya padahal ia sudah berjalan sedari tadi.

“Aduh, pusing Paman, kenapa kita belum sampai- sampai ke kamar?” ringis perempuan itu sembari mendongakan kepalanya memandang wajah Farzan.

Clara yang berjalan di antara mereka membawakan tas Stella mengerucutkan bibirnya kesal atas ketidakpekaan ayahnya, harusnya sedari awal masuk ke dalam rumah, ayahnya itu menggendong mommy-nya, ia saja tak tega melihat mominya itu berjalan terpincang-pincang sembari meringis.

“Daddy, Mommy kesakitan,” rengek gadis kecil itu. “Gendong Mommy, Daddy!”
Farzan menghentikan langkahnya tepat di bawah tangga menuju kamarnya, ia memandang wajah Stella yang pucat dan kepalanya diberi perban.

“Mau saya gendong?” tanyanya dengan wajah datar membuat Stella melongok.
Sedemikian Stella mendengkus sebal.

“Enggak usah!” sahutnya sembari menjauhkan diri dari Farzan kemudian menapaki tangga sembari berpegangan pada pembatas.

Stella kesal mengapa lelaki itu sangat tidak peka, apa harus ia berpura-pura tak bisa berjalan agar pria itu berinisiatif sendiri untuk menggendongnya membawa ke kamar. Harusnya pria itu peka, ia sangat-sangat kesakitan dan harus berjalan sendiri.

“Daddy,” rengek Clara mengkode ayahnya itu untuk segera menyusul mommy-nya.
Menghela napas, Farzan segera melaksanakan apa yang diperintahkan Clara. Dengan cepat pria itu menyusul Stella, tanpa basa-basi mengangkat tubuh perempuan itu di depan tubuhnya.
Stella menjerit ketika tubuhnya melayang, ia pikir tubuhnya akan terguling-guling di tangga, tetapi ternyata ia masih melayang. Stella yang memejamkan matanya, kini membuka kembal dan langsung menatap wajah Farzan dari bawah.

Perempuan itu sedikit terpaku melihat pemandangan di hadapannya, entah mengapa suaminya itu terlihat lebih tampan jika dilihat dari posisinya kini.

“Jangan memandang saya seperti itu,” ucap Farzan sedikit gagal fokus ditatap seperti itu oleh Stella. Perempuan itu menatapnya seperti ingin menerkam.

Wajah Stella memerah seketika, ia malu ketahuan sedang mengagumi wajah Farzan .
Sisa perjalanan di tangga itu, Stella memeluk leher Farzan sedikit erat, menyusupkan wajahnya di dada lelaki itu.

###

“Mommy, kapan Mommy sembuh?” tanya Clara manja.

Tiga hari sudah kejadian itu, tubuh Stella sudah mulai pulih, tidak lagi sakit seperti hari pertama kejadian naas itu. Keduanya tengah duduk di atas ranjang di kamar Farzan sembari menonton film kartun yang tayang di televisi.

“Mommy sudah sembuh, Sayang,” jawab Stella.

Perempuan itu mengusap kepala Clara yang bersandar di lengannya yang juga dipeluk oleh gadi kecil itu.

“Clara kangen diantar sama dijemput sekolah sama Mommy.”

Walau sebelunya Clara berkata bahwa ia menyesal selalu merepotkan Stella dalam urusan jemput-menjemputnya, nyatanya hari ini Clara rindu dihampiri oleh perempuan itu di sekolahnya. Hari ini juga Clara mencabut ucapannya bahwa ia tidak akan merepotkan Stella dengan mengantar-jemputnya, Clara tetap akan meminta Stella untuk mengantar dan menjemputnya, ia sungguh rindu akan hal itu karena entah mengapa datang dan perginya bersama mommy-nya itu akan membuatnya lebih berwarna dan penuh tawa.

Selama tiga hari ini Clara diantar sopir, dan itu sangat menyebalkan baginya, tak ada es krim sepulang sekolah. Juga sebenarnya, tiga hari ini ada seseorang yang selalu menghampirinya di sekolah, membuatnya sedikit tidak nyaman. Mungkin jika Stella menunggunya selama bersekolah, seseorang itu tidak akan menemuinya lagi.

“Mommy mau kan antar-jemput Clara lagi?” tanya gadis kecil itu sembari mendongkan kepalanya memandang Stella penuh harap.

Stella tersenyum mendengar nada permohonan dari Clara, ia mengangguk samar untuk mengiyakan permintaannya.

“Mau dong,” balas perempuan itu. “Lagipula Mommy bosan di rumah terus, kerjaannya cuma makan sama tidur doang.”

Kalau ngantar kamu kan, Mommy bisa sambil jalan-jalan ke mall atau ke cafe, lanjut Stella di dalam hati, ia terkekeh karena ucapannya itu. Bisa-bisanya masih sakit sudah memikirkan Mall dan jalan-jalan.

“Beneran Mommy?” Gadis kecil itu tersenyum semringah, seperti tak ada yang lebih menyenangkan daripada sebuah permintaan yang disetujui dari mommy-nya itu.

Clara memeluk Stella erat, kemudian mencium pipinya beberapa kali sebelum akhinya memeluknya kembali.
Sungguh, Clara sangat menyayangi perempuan di dalam dekapannya itu.
Beberapa detik kemudian, pintu kamar dibuka oleh seseorang, membuat Clara dan Stella kompak menoleh, ternyata itu adalah Farzan.

“Wah, ada acara apa nih peluk-pelukan kayak gini?” tanya pria itu sembari berjalan ke arah dua perempuan yang disayanginya itu.

Stella dan Clara tersenyum, mereka melepaskan pelukannya. “Enggak ada apa-apa, kok, Daddy,” sahut Clara. Farzan mengangguk saja sembari ber-oh ria.

“Gimana kondisi kamu sekarang?” tanya pria itu kembali. Farzan menatap Stella, tangannya menyentuh betis putih Stella yang terulur di hadapannya, ada warna biru samar di sana.

“Udah lumayan, kok,” jawab Stella.
“Syukurlah.” Lelaki itu membuka dua kancing teratas dari kemejanya, lalu melipat kedua lengan bajunya ke atas.

Stella sedikit tergoda dengan gerakan Farzan itu, ia sedikit terpaku melihatnya.

“Kalian udah makan belum?”

Stella tersentak mendengar pertanyaan Farzan yang tiba-tiba itu, wajahnya memerah mengingat akhir-akhir ini ia selalu gagal fakus jika menatap pria itu.

“Belum Daddy!”

“Be-belum ....”

Clara menjawab dengan semangat, sementara Stella menjawab dengan gugup membuat Farzan heran.

Selama Stella masih kesakitan, Farzan memang selalu merawat perempuan itu dengan baik, apa mungkin Stella menjadi salah tingkah karena ini?

Farzan sedikit tertawa, pria itu bangkit dari duduknya kemudian mengelus kepala Clara.
Stella pikir Farzan hanya akan mengusap Clara saja, ternyata pria itu juga mengusap kepalanya, bahkan mengacupnya dengan lembut.

“Daddy mau mandi dulu, ya, kita makan bersama nanti.”

***

With love
Kak-Ra
@nurlatifahoktaviany

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hot Daddy Meet Naughty Girl (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang