Hurt | 18

35 9 0
                                    

Terkadang ego mampu mengalahkan hati. Sampai waktu tak bisa diputar kembali, hanya menyisakan penyesalan yang sudah tiada arti.

***

Italic (tulisan miring) untuk Flashback.

**

Siang itu, matahari masih memapakkan diri di titik paling tinggi. Suara motor berderu memasuki kawasan rumah mewah milik pemuda tampan yang sedang mengendarai motor besar berwarna hitam itu.

Senyuman tak luput dari wajahnya semenjak beranjak dari tempat terakhir yang dia kunjungi. Apa lagi kalau bukan klinik.

Tapi bukan karena kliniknya dia menampakkan senyum semenawan itu. Namun karena seseorang yang berada di klinik itulah yang membuat senyum itu terpatri di wajah tampannya.

Memasuki rumah mewah itu, Galang tampak bahagia, sesekali bersiul sembari tersenyum. Masuk dari pintu utama, dia tak melihat sekitar dan hendak langsung berlari ke lantai atas untuk membasuh diri karena merasa gerah.

"Galang."

Belum sempat dia menaiki tangga, suara berat itu sudah menyapanya.

Galang selalu mengenal suara itu, dia takkan pernah lupa dengan nada suara orang itu saat memanggil namanya. Galang menggenggam tangannya kuat.

Membalikkan tubuh, ia bersipandang dengan seseorang yang memanggilnya baru saja. Sosok itu tengah duduk dengan santainya di sofa ruang kumpul keluarga tak jauh dari tangga menuju lantai atas.

Galang menghampiri seseorang yang masih duduk santai di sofa itu. Menatap tajam pria paruh baya yang masih tampak gagah meski rambutnya sudah sedikit di penuhi rambut berwarna putih.

"Wow~ sudah berapa lama kita tak bertemu anakku?" Tanya pria itu.

Masih menatap tajam mata sang Ayah, sampai akhirnya Galang membuka suara.

"HAHA!" Tawa Galang mengisi rumah besar itu. Namun hanya di balas dengan senyuman tipis oleh Tn. Faeyza.

"Kau masih menganggapku anak!?" Galang menghentikan tawanya lalu tersenyum penuh ejek.

"Tentu saja! Kau adalah putraku. Dan aku selalu tahu apa yang ada dalam pikiranmu anakku." Jawab Tn. Faeyza dan tersenyum pada anaknya.

Senyum yang tidak dapat di mengerti apa maksudnya.

**

"Apa yang kau lakukan pada anakku!?"

"Maafkan aku Ayah. Aku tidak melakukan itu. Aku sepertinya di jebak, tapi aku tak tau siapa yang menjebakku?"

"Kau sudah membuatku kecewa Adila. Padahal aku sudah memberi kesempatan untukmu!"

"Ayah aku mohon. Aku tidak bersalah. Maafkan aku." Pinta Adila sembari menangis dan memeluk kaki Ayah angkatnya itu.

"Aku tidak bisa memberimu kesempatan lagi Adila. Sekarang semua keputusan ada pada Galang!"

Adila melirik Galang yang berdiri tak jauh darinya sambil memalingkan wajahnya ke arah lain, dan air mata sudah jatuh di pipinya.

"Kak Galang. Ku mohon maafkan aku Kak. Aku tidak bersalah kak. Aku sungguh tidak melakukan itu. Aku..aku, benar-benar tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Sebelumnya aku—"

"Cukup!" Galang memotong ucapan Adila yang masih memeluk kakinya seraya memohon.

"Kak Galang~" Lirih Adila dengan air mata yang tak henti-hentinya berlinang.

HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang