Kalau boleh Jujur, aku terkejut ketika tiba-tiba aku berada di sebuah tebing, berdiri dan diterpa angin kencang. Angin nya benar-benar luar biasa. Beberapa kali aku bahkan kelilipan debu yang berterbangan kesana kesini karena terbawa angin.
Saat aku membalikkan badan, aku menemukan Jihoon - benar, itu Jihoon - sedang berdiri membelakangiku. Ini terlalu membingungkan ketika aku sadar bahwa aku dan Jihoon tiba-tiba ada di tempat aneh ini tanpa aku tahu kapan kami kesini dan naik apa.
"Jihoon-ah, apa yang terjadi?", kataku mendekatinya.
Ujung kemeja putih kedodoran yang ia gunakan terbang terbawa arah angin.
"Ya, Jihoon-ah, apa yang kau lih-", ucapaknku terhenti tepat ketika aku menepuk pundaknya dan sadar bahwa yang sedang Jihoon tatap adalah sebuah jurang dalam, gelap dan tak berujung.
Mungkin jika kau disana, kau akan melihat betapa pucatnya aku. Aku menelan ludah begitu saja aku melihat betapa mengerikannya jurang didepan kami ini.
Jihoon masih diam, tak bicara.
"Kapan kau mengganti warna rambutmu?", ucapku sambil mengulurkan tangan ke rambutnya yang berantakan karena angin.
Ia mengalihkan pandangannya kepadaku dan tersenyum. Janggal sekali. Ia terlihat aneh dengan senyum itu. Mungkin dan bisa jadi, senyum itu adalah senyum paling aneh yang pernah Jihoon tunjukkan padaku.
"Hyung yang lainnya mana? Ayo kita pulang, tempat ini mengerikan", tanpa menunggu konfirmasi dari Jihoon aku menarik tangannya dan mengajaknya menjauh dari bibir jurang.
Aku teejut begitu Jihoon melepaskan tanganku begitu saja saat aku mulai sedikit jauh dari bibir jurang. Ia membalikkan badannya dan menatapku.
"Woojin-ah"
"Apa? Ayo pulang", kataku sekali lagi sambil menarik tangannya, namun ia melepaskannya lagi.
"Ya! Apa yang kau lakukan? Ayo pulang!", kataku sekali lagi sambil terus mengamati kejanggalan disekitar sini.
Ini tidak nyata bukan? Sungguh aku tak tahu apa yang sedang terjadi selain aku dan Jihoon yang sama-sama sedang menatap jurang yang dalam.
"Pergilah aku akan menyusul", jawabnya.
"Haha, pergi kemana? Aku tak akan pergi tanpamu", aku tertawa sambil menggaruk belakang kepalaku.
"Kau akan pergi jika hanya denganku?"
Bodoh sekali anak ini, "Tentu saja. Ayo pergi"
"Apakah kau ingin pergi denganku? Kesana", aku menelan ludahku untuk yang kedua kalinya saat ia menunjuk ke arah jurang gelap itu.
Apa katanya? Ia ingin pergi denganku kesana?
Apakah kepalanya terbentur?
"Jihoon-ah, ak-"
"Tidak apa. Jangan kemari. Jika tak ingin kesana, tak usah kemari", katanya begitu melihat aku mengambil satu langkah kedepan.
"Woojin-ah, siapa orang yang paling kau sayangi di dunia ini?"
"Kau", jawabku seketika. Aku merasa semuanya begitu aneh hingga aku sendiri tak tahu mengapa aku memilih dirinya sebagai orang yang paling aku sayangi. Entah, pokoknya tiba-tiba begitu.
Jihoon tertawa sangat keras dan aku lama-lama terlihat seperti orang bodoh yang kebingungan.
"Woojin-ah, harusnya kau lah orang yang paling kau sayangi di dunia ini"
"Kau mengecewakanku", lanjut Jihoon lagi. Kali ini ia berbalik menatap jurang itu lagi.
"Baiklah, sampai bertemu di sana"
KAMU SEDANG MEMBACA
Countdown - Wanna One
Fanfic"Semuanya, ayo berkumpul" - Yoon Jisung "Ya! Kau tak mau mendengarkanku? Heeei, aku Hyung mu!" - Ha Sungwoon "Siapa yang akan mandi terlebih dahulu? Haruskah aku masuk dulu?" - Hwang Minhyun "Aku akan melakukan slate! 1, 2, 3!" - Ong Seongwoo "Hyung...