Part 2

703 65 2
                                    

Diiringi derai air mata, Jungkook mulai menuturkan ceritanya.

"Sebenarnya saat itu aku tidak datang.. itu karena aku sedang dirawat di rumah sakit. Hari itu setelah pulang dari sekolah dan tiba di rumah, lagi-lagi perutku terasa sangat sakit, tapi kali ini sakitnya benar-benar menusuk. Aku tidak tahan. Dan setelah itu aku tidak tahu apa-apa. Yang kutahu, saat membuka mata, aku sudah ada di sebuah ruangan di rumah sakit. Dan tak sengaja aku mendengar pembicaraan dokter dengan kedua orangtuaku di luar ruangan.
Dokter mengatakan, kalau aku terserang kanker liver. Sudah sangat parah. Jika saja ditangani jauh sebelumnya, aku masih bisa sembuh. Bodohnya, aku tidak pernah mau bercerita pada orangtuaku. Aku takut mereka khawatir. Dan dokter memvonis, kalau aku tidak akan bertahan lebih lama lagi..." Ia diam.

Tangisnya mulai ter-isak. "Kenapa?.. Kenapa harus aku yang menerima ini?! Aku tak pernah tahu kalau penyakit ini akan berakhir pada mautku. Aku mengira ini hanya sakit perut biasa. Namun sekarang, sakit itu membawa satu kepastian, hidupku tidak lama lagi.. Kalau boleh berharap, aku tidak mau menjalani hidup seperti ini.."

Tangisnya terdengar pilu. Menusuk dan menyisahkan perih di hatiku.

"Jungkook.."

"Kenapa Tuhan tidak adil padaku?! Kesalahan apa yang sudah aku lakukan, sampai aku harus menerima ini!! Aku takut!? Sangat takut?!
Aku takut mati.." kalimat terakhirnya terdengar lebih pelan.

Aku diam. Mematung pada posisiku. Jantungku berdebar kencang. Merinding, mendengar kalimat terakhirnya. Kalimat itu terdengar menakutkan.

Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Dan kini, aku tidak sanggup melihatnya tangisnya. Kasihan.. pikirku. Ia masih sangat muda, tapi harus menjalani cobaan yang berat. Jika saat ini aku yang berada di posisinya, apa mungkin aku dapat bertahan? Aku mungkin hanya akan menangisi hidupku, menyesal kenapa aku harus telahir jika pada akhirnya hidupku hanya berakhir seperti ini.

"Jungkook, jangan menangis.." Aku mencoba menenangkannya.

"Menangis tidak akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Kau harus percaya, Tuhan sangat menyayangimu. Dia pasti punya rencana yang indah di balik ini semua. Kau tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan, kau harus kuat! Dan kau tidak boleh mengatakan kalau Tuhan itu tidak adil. Lagipula, cepat atau lambat, semua manusia akan kembali pada-Nya, bukan?"

"Aku harap aku bisa melihat di mana letak keadilannya padaku saat ini.."

"Suatu saat nanti kau pasti bisa melihatnya.."
"..Tolong rahasiakan hal ini. Dan terima kasih, sudah mau mendengar ceritaku?"

"Aku janji, bahkan aku juga akan merahasiakannya dari diaryku?!"

"Haha! Tidak perlu sampai begitu."

Kurogoh kantongku dan kutarik bungkus tisu dari dalamnya. Kuambil sehelai, kemudian kuhapus air matanya tanpa ragu.

"Sora aku tahu, aku tidak pantas meminta hal seperti ini.. Tapi boleh aku memelukmu?.. Biasanya, aku memeluk ibuku, ketika merasa sangat sedih.. Bisa kau berpura-pura menjadi ibuku, kali ini saja.”

Aku tak menjawab.

"Maaf. Aku bukan bermaksud tidak sopan. Tidak apa-apa, jika kau keberatan. Aku paham.."

Aku meneluknya. Seketika itu juga ocehannya berhenti. Ia sedikit terkejut. Tapi kemudian ia merangkulkan tangannya. Aku bisa mendengar hembus nafas kelegaan darinya. Dan saat itu, aku seakan bisa merasakan apa yang ia rasakan. Di balik punggungku, ia berusaha keras menahan tangisnya.

Beberapa hari setelahnya, Jungkook terlihat begitu semangat. Aku melihat sinar di wajahnya yang dulu sempat redup.

Aku senang tiap kali melihat senyumnya.

Ia begitu manis.

---

Gak tega huaa :"(

Vote and comment jangan lupa

~♥~

The End ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang