Part 13

674 56 7
                                    

Warning!!
Siapkan tisu hati-hati netes.

Taehyung membawa Jungkook keluar dari rumah sakit dan membantunya berjalan ke mobil. Keadaan Jungkook semakin melemah. Dua puluh menit di perjalanan, akhirnya mereka tiba di rumahku.

Sebelum mengetuk pintu, Taehyung melihat Jungkook. Sesaat kemudian matanya berkaca-kaca dan segera dipeluknya erat sahabatnya itu.
"(..Selamat jalan sobat.. Aku tidak akan pernah melupakanmu..)" ucap dalam hatinya.

Jungkook membalas pelukan Taehyung seraya menepuk punggungnya. Kemudian Taehyung melepas pelukannya.

"Senang bisa bersahabat denganmu, Jungkook."

"Aku juga sangat beruntung bisa bertemu dan memiliki sahabat sepertimu?" ucapnya dengan senyum.

"Sekarang, selesaikan tugasmu sebagai seorang lelaki dan seorang kekasih, kawan!"

"Hem." Jungkook mengganguk pelan.

Taehyung mengetuk pintu.

"Sora! Ra?!"

Aku mengenali dengan baik suara Taehyung. Segera aku berlari menuju pintu rumah dan membukanya.

"Oh? Kalian berdua! Ayo masuk? Kebetulan sekali, orangtuaku sedang di luar kota. Aku bosan sendirian di rumah."

Jungkook berusaha menunjukkan tidak terjadi apa pun.

"Sora? Bisa kita bicara di luar saja? Aku rasa malam ini akan ada banyak bintang?! Pasti menyenangkan kalau kita bicara-bicara sambil memandangi bintang."

"Ehm.. Ok?!" ucapku tanpa merasa curiga sedikit pun.

"Aku menunggu di dalam saja, ya! Ada acara televisi yang tidak bisa kulewatkan?!" ucap Taehyung dengan senyum kaku. Dipandangnya untuk terakhir kali sahabatnya itu, sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah.

"Ayo kita duduk di situ!" ucapku menggandeng tangan Jungkook menuju bangku yang ada di taman sederhana di samping rumahku.

"Tumben kau dan Taehyung main ke rumah. Ada apa?"

"Ah tidak? Tadi di jalan tak sengaja aku bertemu dengan Taehyung. Katanya ia mau main ke rumahmu, jadi aku ikut."

Wajahnya terlihat sangat pucat.
Entah kenapa, tiba-tiba ia meletakkan kepalanya di bahuku. Ia memandang ke atas langit. Di sana tampak satu bintang yang cahayanya cukup terang.

"Kau bisa lihat bintang yang ada di atas sana?"

"Ya." jawabku saat melihat ke langit.

"Dia sendirian.. tanpa bulan.. dan tanpa bintang yang lainnya.."

"Salah.. dia tidak sendirian. Itu karena dia adalah bintang yang cukup besar dibanding bintang yang lainnya dan ia bintang yang paling dekat dengan bumi. Jadi ia muncul lebih dahulu dari bintang yang lainnya. Sebentar lagi akan ada bulan dan berjuta bintang yang akan menemaninya di sana.. Hanya tinggal menunggu waktu saja.."

Hening sesaat.

"Kau tahu.. saat ini aku seperti bintang itu.." ucapnya.

Detik itu juga, darah seakan naik turun di tubuhku. Bulu di belakang leher dan di sekujur tanganku berdiri. Aku merinding. Bukan karena angin yang terasa dingin, tapi karena aku merasakan ada jiwa yang tak lagi utuh dalam raga seseorang. Dan aku harus siap untuk mengantar jiwa itu pergi.

Air mataku mengalir. Aku tahu Jungkook akan pergi. Untuk selamanya.

"Lihat.. Bulan sudah mulai muncul di sana, dan sekarang bintang yang sendirian itu berada tepat di sampingnya. Sebentar lagi pasti akan muncul bintang-bintang yang lain.."

Aku tak mampu berkata apa pun. Hanya sedih. Sedih yang teramat sedih. Tapi aku berusaha kuat.

"Sora.. kau tidak akan melupakan janjimu kan?"

"Tidak.. Aku berjanji.."

Detik itu juga, kurangkul tubuh Jungkook yang terasa dingin. Aku ingin memeluknya sampai detik itu berhenti.

"Kau ingat tidak? Kau pernah berkata, kalau Tuhan pasti punya sebuah rencana yang indah di balik ini semua?"

"Ya.. Aku ingat.. Sangat ingat.." ucapku dengan menahan isak tangisku.
Aku tidak ingin Jungkook mendengar suara tangisku.

"Kau tahu? Ternyata kaulah rencana indah yang sudah Tuhan hadiahkan untukku. Tak pernah terpikir olehku sebelumnya, kalau aku akan mendapatkan seorang kekasih yang baik sebelum aku mati. Tuhan memang adil, hanya saja kita selalu terlambat menyadarinya.
Ia memberikan aku kesempatan untuk bertemu denganmu..
Ia akan membawaku pergi, tapi Ia tidak membiarkanku merasa sendirian di akhir menuju perjalananku..
Sora.. Terima kasih banyak.."

Ia melepas pelukannya. Menatap wajahku, menghapus air mataku, menyentuh lembut kedua sisi pipiku dan untuk terakhir kali ia memberikan ciuman lembut di bibirku. Kemudian kembali didekapnya tubuhku, segera kurangkulkan erat kedua tangaku di punggungnya.

Kudengar tarikan nafasnya yang panjang..
(Inilah akhirnya.. Aku sudah siap..)
"Pergilah.. Pergilah dengan tenang..
Cintaku abadi untukmu.."

Tangisku mulai pecah.

"Aku mencintaimu, Sora."

Ia tersenyum manis di balik punggungku. Merasa sangat puas dengan perjalan hidup yang telah dilaluinya. Kudengar bisikan kecil yang keluar dari mulutnya. Samar-samar namun terdengar..

"The End.."

---

Huaa ngetik begini aja saya nangis guys, episode bsok last chap yaa.

Vottee kalau sukaa :")

The End ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang