Lalu Jaehyun menemukan orang itu bertahun-tahun setelahnya.
Setelah melewati perjalanan panjang yang membawanya berdiri di tengah-tengah ribuan mahasiswa baru lain, di universitas impiannya.
"GWANGJU! WHOEVER COMES FROM GWANGJU!"
Panggilan itu menuntun Jaehyun untuk berdiri di depan sebuah stand berukuran sedang dengan tulisan Gwangju—kampung halamannya, yang terpajang cukup besar.
Ia disambut oleh seorang wanita tinggi yang terbalut sabrina dan jeans biru pudar, matanya terlihat tajam dan tegas.
"Oh! Kau dari Gwangju? Ayo masuk dan bertemu keluargamu selama di Seoul!"
Jaehyun menaikkan kedua alisnya penasaran. Kedua mata tajam itu menatapnya lama sebelum berbalik berjalan meninggalkannya. Membuat Jaehyun berpikir apa yang membuatnya justru membeku di sana alih-alih ikut melangkah.
Keterdiaman Jaehyun mengusik gadis itu. Ia berbalik, mengeluarkan senyumnya untuk pertama kali lalu bertanya dengan nada terusik, "Apa kau akan tetap di sana dan membiarkanku menunggu keterkejutanmu?"
Sampai di sana, tiba-tiba saja pesan Mom berputar-putar disepanjang pikiran Jaehyun.
Perasaan seperti itu akan datang dengan sendirinya jika kamu sudah bertemu dengan orang yang tepat.
Jika kamu sudah bertemu dengan orang yang tepat.
Orang yang tepat.
●●●●
"Namanya Sejeong. Departemen seni tingkat dua."
"Hah?"
"Kau tidak berhenti melihatnya dari tadi."
Jaehyun menatap seseorang yang kini duduk disampingnya bingung. Namanya Chitapphon, namun orang-orang memanggilnya Ten. Unfortunately, meski satu tahun lebih tua, Ten juga merupakan mahasiswa baru yang berada satu tingkat dengannya.
Pria itu berasal dari Thailand. Namun lama menetap di Gwangju bersama neneknya. Dalam waktu singkat berbicara dengan Ten, akhirnya Jaehyun tau bahwa gadis bermata tegas itu bernama Sejeong.
Seseorang yang berhasil membuat perasaannya ditabuh bagai genderang perang.
Hingga perkenalan kumpulan mahasiswa satu daerah itu selesai, Jaehyun masih belum mampu berhenti menatap Sejeong. Ten terus menyikut lengannya untuk menyapa gadis itu namun debaran jantungnya membuat Jaehyun ragu.
Barulah ketika seluruh orang berhamburan menuju tujuannya masing-masing, kaki panjangnya dengan cepat bergerak mengejar Sejeong yang mulai menjauh.
"Noona! Noona.."
"Ya?"
"Aku—umm.. perkenalkan, aku Jung Jaehyun!"
Itu terdengar seperti sebuah teriakan. Sejeong sempat terdiam sebentar sebelum menanggapinya dengan tertawa singkat dan menyambut uluran tangan Jaehyun.
"Nomor hp-ku kan?"
Tanya Sejeong saat Jaehyun kehabisan topik pembicaraan dan berakhir mengusap tengkuknya gugup. Ia memberanikan diri mengangguk, lalu begitu saja Sejeong memberikan nomor ponselnya pada Jaehyun.
Semua terasa begitu cepat saat kemudian mereka mulai bertukar pesan dan perlahan berubah menjadi telfon-telfon singkat. Lalu menjelma menjadi telfon-telfon panjang.
Sejeong menemaninya berbelanja peralatan kampus hingga kebutuhan asrama. Menunjukkannya tempat-tempat baru yang belum pernah Jaehyun kunjungi.
Hingga akhirnya suatu ketika Sejeong meminta untuk ditemani mengunjungi sebuah pantai demi mengejar senja. Itu adalah perjalanan terjauh Jaehyun selama ia berkuliah di tahun pertamanya.
Mereka berangkat dengan motor sport yang selalu Jaehyun bawa hingga senja berlalu menjemput malam.
Jaehyun masih ingat bagaimana ketika mereka pulang tanpa aba-aba Sejeong melesakkan jemarinya pada kedua kantung jaket yang Jaehyun gunakan. Entah sadar atau tidak bahwa ia secara tidak langsung tengah memeluk Jaehyun.
"Aku kedinginan. Boleh, ya?"
Dan Jaehyun melarikan tangannya pada kantung yang sama, menggenggam tangan Sejeong sambil berkata bahwa itu bukan masalah.
Pelan tapi pasti hubungan mereka memasuki tahapan baru yang kembali membuat jantung Jaehyun berdebar penuh afeksi.
Jaehyun menemani Sejeong kemanapun ia mau.
Wanita itu seringkali tiba-tiba ingin bertemu teman-teman malamnya di cafe. Atau sesekali meminta Jaehyun membolos demi menemaninya mengelilingi mall. Jaehyun diperkenalkan pada acara malam bertajuk party.
Semua benar-benar terjadi dengan begitu cepat.
"Kau dan Sejeong noona.. pacaran?"
Hingga pertanyaan itu kemudian datang mengusik ego Jaehyun.
"Memangnya kenapa?"
"Bagus kalau berita itu benar. Tapi, Sejeong noona itu terkenal dengan prinsipnya yang 'not into any kind of relationship'. Aku hanya memberi tau, takut kau tenggelam terlalu jauh."
Seminggu setelahnya Jaehyun menatap Sejeong yang masih sibuk dengan makanan pengisi brunch mereka siang itu.
"Noona, aku—"
"Kau tau, Departemen Hukum akan mengadakan pesta halloween minggu depan. Berminat untuk ikut?"
Jaehyun menaikkan alisnya bingung.
"Tapi pesta itu akan dimulai pukul sepuluh dan berlangsung sampai pagi."
"Lalu?"
"Asrama akan dikunci dan kita tidak bisa pulang sampai pagi, noona."
"Then we'll be there till the sun rising up."
"Entahlah.. aku belum pernah—"
"Oh come on, Jaehyun-ah. Ini bukan kali pertama kau keluar di malam hari. Dont be such a mamaboy."
Jaehyun menemukan manik Sejeong menatapnya penuh harap. Lalu entah mengapa ia mengangguk setuju. Sesekali menjadi sedikit nakal tidak masalah, bukan? Toh selama ini ia merasa sudah menjadi anak baik di sepanjang hidupnya.
Asalkan mom dan dad tidak tau, Jaehyun pikir bukan masalah menemani Sejeong mendatangi pesta halloween yang gadis itu inginkan.
"Oke then. Anything for you."
Begitu saja, Jaehyun melupakan kesempatan untuk bertanya pada Sejeong mengenai hubungan apa yang sebenarnya tengah mereka jalani kini.
●●●●
Dee's note:
Pemanasan, dua part dulu :)
With love,
Dee ☘️
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Pursuit Happiness | Jung Jaehyun
RomanceA long journey to find you - Jung Jaehyun.