Jiyeon terkejut saat sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Ia berbalik, menemukan Jaehyun berdiri disana menyodorkan sekaleng minuman instant.
"Kopi?" tawarnya.
Jiyeon tertawa pelan, meraih minuman itu lalu membuka dan meletakkannya tepat didepan Jaehyun yang sudah mengambil tempat duduk di sebelahnya.
Kini Jaehyun balas terkekeh. Tangannya mengacak surai lembut Jiyeon, lalu tangan lainnya meletakkan satu cup frappucino vanilla tepat didepan gadis itu.
"Masih mengerjakan paper?"
Jiyeon mengangguk, meraih cup frappucino miliknya lalu menyandarkan kepala di bahu Jaehyun.
"Analisisnya membuat kepalaku hampir meledak."
"Kalau begitu refreshing dulu. Mau kencan sore ini?"
Jiyeon menepuk bahu Jaehyun saat ia kembali duduk dengan benar. Menyeruput frappucino miliknya lalu menjawab, "Tidak ada kencan sampai paperku selesai."
"Baiklaaahh."
Jaehyun meletakkan berkas miliknya diatas meja lalu membuka kotak kaca mata, memakainya. Menarik atensi Jiyeon.
"Bagaimana tugas akhirnya?"
Membenarkan posisi kacamata, Jaehyun melirik Jiyeon dan tersenyum.
"Accepted. Mungkin minggu depan aku bisa mendaftar untuk sidang."
"Ah nggak seru!"
Jaehyun terkekeh, lagi-lagi mengacak surai Jiyeon.
"Tahun depan kan kamu juga lulus, bunny."
Sebelum benar-benar mengenal cinta Jaehyun pernah begitu penasaran bagaimana perasaan yang begitu diangung-agungkan orang banyak itu bekerja.
Apakah lewat mata?
Atau percakapan singkat?
Atau justru kontak fisik?
Beberapa kali ia berpikir kenapa cinta diciptakan?
Kenapa harus dari satu manusia kepada manusia lainnya?
Kenapa bukan untuk diri sendiri?
Kenapa ada yang bekerja secara timbal balik dan tidak?
Kenapa cinta terkadang menyakitkan namun dilain waktu membahagiakan?
Perjalanannya dalam pendewasaan diri membuat Jaehyun perlahan mampu menjawab satu-persatu pertanyaan yang dulu berkecamuk dalam benaknya.
Cinta memang selalu datang tiba-tiba.
Tidak ada manusia yang bisa memilih ia akan jatuh cinta pada siapa.
Jaehyun jatuh cinta pada Sejeong untuk pertama kalinya, dan belajar banyak dari hubungan mereka yang rumit. Lalu ia menemukan Jiyeon ditengah usahanya menyembuhkan luka.
Menurut Ten, obat patah hati adalah jatuh cinta lagi.
Beruntungnya, Jaehyun menemukan Jiyeon disaat yang tepat.
Cinta tidak selalu dapat dipaksakan. Apa yang terjadi antara dirinya dan Sejeong membuat Jaehyun belajar bahwa pada hakikatnya manusia memang perlu mencoba dan berusaha.
Dan tentu saja, tidak setiap usaha selalu berhasil baik.
Sejeong tidak menemukan kepuasan pribadinya dalam diri Jaehyun. Jaehyun merasa tidak dapat menjadi dirinya sendiri saat bersama Sejeong. Mereka saling mencintai, namun sesuatu yang tidak ditakdirkan satu sama lainnya memang tidak dapat dipaksakan untuk bersatu.
Bertemu Jiyeon adalah satu dari sekian banyak kebaikan yang Tuhan berikan dalam hidup Jaehyun.
Wanita itu membuatnya merasakan cinta dengan cara yang lebih lembut dan tidak tergesa-gesa. Mereka melewati segala proses dalam hubungan keduanya dengan baik.
Jiyeon adalah gadis sederhana yang mampu menghangatkan perasaan Jaehyun. Ia menerima Jaehyun dengan kacamata nerd, atau kemeja dan jeans hitamnya.
Jiyeon tidak pernah memaksa Jaehyun menemaninya melakukan sesuatu. Gadis itu mandiri. Saking mandirinya, itu bahkan merubah Jaehyun menjadi sedikit protektif.
Kini ialah yang terus bertanya, inginkah Jiyeon ditemani? Atau gadis itu akan berakhir menyelesaikan satu hal lagi dengan sendirinya.
Yang selalu Jaehyun syukuri dari pertemuannya dengan Jiyeon adalah, gadis itu mampu membuatnya menyadari banyak hal dan belajar dari masa lalu.
Kini Jaehyun mengerti dominasi seperti apa yang dulu Sejeong butuhkan sebagai seorang wanita. Karena saat ini pun, Jaehyun menikmati dominasinya terhadap Jiyeon sebagai seorang pria.
Ia menolak memberikannya es krim saat Jiyeon sedang flu. Atau mulai melarang gadis itu menggunakan rok meski Jaehyun tau Jiyeon tak pernah menggunakan yang lebih pendek dari lututnya. Terkadang, Jaehyun menegurnya saat Jiyeon berniat untuk melakukan diet.
Dominasi itu, membuat hubungan mereka perlahan naik satu tingkat. Lalu satu tingkat lagi. Dan begitu seterusnya.
Bersama Sejeong, Jaehyun merasa dicintai dengan berani. Seperti kerja detak jantung saat melompat dari ketinggian gedung berlantai seratus. Sejeong membuatnya merasakan debaran yang berantakan dan terburu-buru.
Sementara bersama Jiyeon Jaehyun merasa segalanya begitu tenang. Seperti aliran air menuju muara. Segalanya terjadi dengan begitu lembut dan natural.
Jiyeon dan Sejeong adalah dua pribadi yang berbeda. Jaehyun tidak pernah malu mengakui bahwa ia pernah jatuh hati pada Sejeong. Dan sedang jatuh hati pada Jiyeon. Dua cinta yang datang dalam waktu yang berbeda itu membuatnya belajar banyak. Dan Jaehyun bersyukur untuk itu.
"Lapar.."
Jaehyun tersenyum tipis mendengar suara memelas Jiyeon. Ia membawa langkahnya keluar dari perpustakaan, menyusuri koridor kampus menuju parkiran.
Jemari Jaehyun bertautan erat menggenggam milik Jiyeon. Menikmati angin sore yang mulai dingin dengan tumpukan daun kecoklatan di sisi koridor.
"Jadi? Burger King?"
Jiyeon menggeleng, menyentuh pelan lengan Jaehyun dengan jemarinya yang bebas.
"Mau makan ramyeon. Boleh ya ya ya?"
Itu adalah akhir musim gugur.
Musim yang selalu berhasil membawa Jaehyun bernostalgia pada awal hubungan mereka yang manis.
Bersama Jiyeon, Jaehyun menemukan arti kebahagiaan yang sesungguhnya.
●●●●
Dee's note:
Karna terkadang, seseorang perlu jatuh untuk kembali bangun dan menemukan apa yang ia cari.
Terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca guys^^
With love,
Dee ☘️
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Pursuit Happiness | Jung Jaehyun
RomanceA long journey to find you - Jung Jaehyun.