Lusi terbangun, alarm berbunyi sama nyaringnya dengan nyeri hatinya.
Ia beranjak dari tempat tidur dan kembali menelaah kantuk.
"Seharusnya aku tidak begadang semalaman."
Ia mendengus kesal, mengusap sisa airmatanya tadi malam.
"Untuk apa pula ku tangisi? Dasar bodoh!"
Lusi bangkit dan membuka tirai apartemennya, di lantai tiga terlihat jelas matahari sudah seufuk ufuk.
Ia melihat ke arah kalender, di sebelahnya nampak fotonya dengan lelaki yang sudah merubah ia menjadi Lusi yang amat pemalu kini.
"Ah, ini minggu. Hampir saja aku berganti seragam sekolah."
Ia mengambil alih ruangannya, memutar lagu "BTS - Euphoria"
Tangan mungilnya yang pucat lihai memainkan pisau membuat bulatan bulatan pada roti lapis dengan selai cokelat.
Tak lupa secangkir susu putih hangat ia seduh bersamaan dengan panggangan roti yang telah masak.
"Sempurna."
Lusi tersenyum, manis sekali. Rona pipinya terlihat memerah, matanya cokelat berbinar, ia sangat manis dibalut kaus putih dan celana pendek brown dusty.
Tiba - tiba handphonenya berdering, ia mengangkat telepon dan menggendong piring roti panggang serta segelas susu putih yang asapnya berkebul ke udara.
"Halo? Ada apa yan?"
Lusi berjalan menuju bilik dan duduk menghadap balkon apartement.
Perlahan, ia minum susu hangatnya, dan mulai mengunyah roti panggang favoritnya itu.
"Emm.. Lusi, aku minta maaf soal kemarin. Aku tau aku salah memaksamu mengenal Gilang."
Lusi tersenyum, bibir oranye itu mengembang di cahyai oleh terik mentari yang hangat.
"Sudah, lupakan. Aku sudah lupa."
"Aku ada penebusan kesalahan. Kalau kau mau."
"Hm?"
Lusi heran. Tak biasanya Dian bersikap begini. Apa hari ini Dian ulang tahun?
Lusi menge-check tanggal di handphonenya, ulang tahun Dian masih dua minggu lagi. Lalu ada apa dengannya?
"Aku di bawah apartementmu jika kau berubah pikiran."
Lusi terkekeh, kepalanya miring sedikit ke kanan, hingga rambut pendeknya menutupi bahu putihnya itu.
"Itu namanya pemaksaan."
"Baiklah. Aku pergi."
Lusi bingung. Sudah lama ia tak pergi keluar saat akhir pekan. Yang ia lakukan hanya menonton drama korea dan tidur hingga hari petang.
Dian menutup telpon bahkan sebelum Lusi memberi jawab.
Lusi melongoh ke bawah apartement miliknya, dan benar, Dian menunggu di atas motornya. Sesaat, punggungnya sudah menjauh pergi.
Lusi paham betul topi hitam yang selalu dikenakan Dian, karena itu hadiah ulang tahun darinya ketika mereka duduk di bangku SMP.
Lusi menggigit bibir oranye bagian bawahnya. Kemudian dengan jemari lentiknya, Lusi mengetik pesan singkat untuk Dian.
To : Dian
Temui aku di Cafetaria, 5 menit lagi aku sampai.
Lusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Dingin dan Wanita Pemalu
RomanceJangan menghindariku, pun jangan berulah denganku Jangan menjauhiku, pun jangan mendekat padaku