38 - ??

56 4 0
                                    

Nicko duduk di sofa kamarnya. Masih mencerna perkataan Syilla tadi siang. Sangat jelas dia mengatakan hal tadi. Tapi apakah itu untuk Nicko? Atau Syilla menganggap Nicko adalah kakaknya?

"Kenapa lo buat gue kayak gini sih?!"

Nicko mengacak-acak rambutnya. Jujur ia bingung.

"Lo itu cewek kedua setelah...."

Ucapannya terpotong saat dering ponsel berbunyi nyaring. Nicko meraih ponselnya. Nomor yang tidak ia kenal, tapi Nicko mengangkatnya.

Call on.

"Hi Nicko!"

Nicko mengenali suara itu, sangat. Ia sangat hafal. Nicko langsung memutuskan panggilannya. Mematikan ponselnya lalu ia bersandar pada punggung sofa.

"Apalagi?!" Geramnya frustasi.

***

Syilla memasukkan bajunya kedalam lemari. Setelah itu dia keluar kamar. Syilla berjalan menuju ruang keluarga. Melihat di sana ada mama dan adiknya saja. Lagi-lagi papanya harus pergi ke luar kota.

Hari-harinya dijalani seperti biasanya. Nicko kerap datang kerumahnya untuk menanyakan kabarnya. Tidak terlalu buruk, tetapi wajah itu selalu mengingatkan Syilla padanya.

"Kak Syilla, tadi kak Zidan kesini. Tapi cuma sebentar, cuma ngasih ini nih!"

Syilla mengernyit, untuk apa Zidan memberikannya kotak kado? Syilla mengambil kotak itu lalu kembali ke kamarnya.

Dia membukanya perlahan. Dress? Untuk apa? Ada kertas terselip di dress itu. Syilla segera mengambilnya dan membaca isi surat itu.

From : Zidan*)
To : Asyilla^^

Gue tunggu setengah jam lagi ya.
Di cafe kesukaan lo dan gue dulu.
Pake dress itu.
Jangan telat oke.
Gue tunggu.

See you.

Syilla melipat kertas itu kembali. Dia lirik jam di dindingnya, pukul tujuh.

"Mau ngapain sih?" Jujur Syilla sangat malas pergi kemana-mana. Apalagi sekarang pukul tujuh malam.

Daripada lama-lama, Syilla langsung mengganti bajunya dengan dress yang diberikan oleh Zidan dan sedikit memoles wajahnya.

Syilla turun menemui mama-nya.

"Ma, Syilla pamit ya keluar sebentar."

"Mau kemana?" Tanyanya.

"Cafe ma," jawab Syilla.

Mama Rere mengangguk. "Hati-hati di jalan ya."

"Iya ma, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Syilla sudah memesan taksi online, sekarang dirinya tinggal menunggu taksi itu saja.

Taksi yang ditunggu datang, Syilla segera naik dan memberi tahu alamatnya.

Tidak perlu menunggu waktu lama untuk sampai di cafe itu. Syilla turun dari taksi itu lantas membayarnya. Tapi saat dia melihat ke arah cafe, cafe itu sepi. Tidak seperti biasanya.

"Apa udah mau tutup?" Tanya pada diri sendiri.

Tidak mungkin, karena sekarang masih pukul setengah delapan. Biasanya cafe tutup pukul sebelas.

Syilla berjalan dengan high heels-nya. Melenggak-lenggok layaknya model terkenal. Dia membuka pintu cafe itu. Benar-benar sepi tanpa pengunjung. Hanya ada pelayan yang sedang berjalan menghampirinya.

"Syilla ya?" Tanyanya.

"Iya, saya Syilla," jawab Syilla.

"Silahkan masuk, di sana ya." Tunjuk sang pelayan.

"Out door?" Tanya Syilla.

"Iya mbak," jawabnya.

Syilla hanya mengangguk lalu berjalan menuju cafe bagian out door.

Dia berdecak kagum melihatnya. Siapa yang mendekor semuanya. Cantik, banyak lampu-lampu berada di sana. Di sepanjang ia berjalan, terdapat lilin di sampingnya.

Sekarang Syilla sudah berada di tempat. Di mana meja yang berada di tengah-tengah bentuk hati yang diukir dengan bunga mawar.

Tiba-tiba saja ada lantunan suara piano. Siapa yang memainkannya? Piano itu berada tak jauh dari meja itu, letaknya di dekat kolam renang.

Syilla berjalan perlahan. Menikmati setiap alunannya. Bukankah itu lirik dari lagu Perfect? Sebenarnya siapa orang itu?

Syilla berjalan kesamping untuk melihat wajahnya. Betapa terkejutnya Syilla saat melihat siapa yang memainkan alat musik itu. Nicko. Dia menghentikan aktivitasnya lalu menghampiri Syilla.

"Akhirnya lo dateng juga," ucapnya.

"Ada apa sih?" Tanya Syilla.

Nicko tidak menjawab pertanyaan Syilla dan menarik tangannya menuju meja yang sudah dihias cantik itu.

"Duduk Syil."

Syilla duduk masih menatap Nicko dengan heran. "Maksud semua ini apa?" Tanya Syilla.

Nicko meraih tangan Syilla dan menggenggamnya. "Please, jujur sama perasaan lo sendiri, bilang sama gue kalo perasaan lo sama kayak perasaan gue saat ini."

"Gue nggak ngerti Nick, ini semua,  maksud lo apa?" Tanyanya.

"Will you be my girlfriend?"

Syilla sedikit terkejut mendengarnya. "Lo salah ngomong kali, atau lo salah orang."

"Nggak sama sekali, gue mau lo jadi pacar gue. Dan gue harap lo mau."

Syilla menghela nafasnya lalu menarik tangannya dari genggaman tangan Nicko. "Gue nggak bisa Nick."

"Alasannya apa?" Tanya Nicko.

Syilla mengambil dompetnya lalu berdiri. Baru dua langkah, Nicko sudah mencekal tangannya.

"Jelasin ke gue!"

Syilla kembali melepas cekalannya. "Jelasin apa?" Tanya Syilla.

"Jelasin apa alasan lo nolak gue," jawab Nicko.

"Nick, gue itu nggak bisa!" 

"Pasti ada alasannya kan?"
"Yaudah kalo emang lo nggak mau, makasih udah mau dateng kesini, seenggaknya gue bisa lihat wajah lo."

Syilla membungkam bibir Nicko dengan satu jarinya. "Lo nggak boleh ngomong gitu!"

"Terus gue harus ngomong apa? Gue udah nyiapin ini semakin buat lo Syil, tapi gue juga tau diri kalo cinta lo itu...."

"Buat Nicko." Potong Syilla.

Nicko tak percaya dengan ucapannya. "Maksud lo?"

"Gue nggak bisa nolak Nick," jawab Syilla.

"Serius?" Tanya Nicko dengan mata berbinar.

Syilla mengangguk. "Iya."

Nicko memeluk Syilla dengan erat. Tidak menyangka atas jawaban Syilla. "Thanks ya Syil."

"Iya."

Nicko melepas pelukannya lalu mengajak Syilla ke meja tadi. Menikmati hidangan yang sudah tersaji di sana.

"Tapi kenapa Zidan yang anter baju ini?" Tanya Syilla di sela-sela makannya.

"Iya, gue tadi ada urusan soalnya jadi nggak sempet kalo mampir rumah lo dulu," jawab Nicko.

"Nick, gue harap lo jangan pernah bohongin gue ya. Apa aja, lo harus bisa jujur sama gue," ucap Syilla. 

Nicko menghentikan kunyahannya. "Insyaallah."

"I'm sorry, Ricko."

####
Jangan tanya kenapa Syilla nerima Nicko.
Karena dia tamvan huhuhu
Kagalah, tanya sendiri sama orangnya.

I Promise [Always] Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang