39 - Hurt

161 3 0
                                    

Setelah malam itu. Syilla belum bertemu lagi dengan Nicko. Mereka sama-sama sibuk, sibuk mengurusi pendaftaran kuliah. Nicko selalu memberi kabar kepada Syilla, setiap hari setiap saat.

Kini, Syilla berada di teras rumah. Berkutik pada laptopnya, mencari kampus yang menurutnya bagus dan sesuai dengan nilainya.

Syilla menghela nafasnya. Sepertinya dia harus segera liburan sebelum waktu liburan habis. Sepertinya dia harus mengajak Nicko dan teman-temannya yang lain.

Syilla membuka ponselnya. Menelfon Nicko beberapa kali, tetapi tidak ada satupun yang diangkat olehnya. Pikiran Syilla mulai melayang, bagaimana jika Nicko meninggalkannya? Bagaimana jika Nicko sudah bosan dengannya? Bagaimana jika menemukan gadis yang lebih cantik dari pada dirinya?

"Nggak nggak nggak!!" Jerit Syilla membuyarkan khayalannya tentang Nicko jalan berdua dengan gadis lain.

Jemari cantiknya bergerak membuka galeri ponsel. Melihat-lihat koleksi fotonya yang sangat banyak. Satu senyuman terpampang jelas di wajahnya. Helaan nafas panjang terdengar jelas. Syilla mengedip-kedipkan matanya yang pedih dan berkaca-kaca. Ia tidak boleh menangis!

"I Miss you," ucap Syilla memeluk ponselnya.

Syilla terkejut saat kecupan mendarat bebas di sisi kepalanya. Ternyata Nicko. Syilla mendongak dan melempar senyum untuknya. Keluar dari galeri dan mematikan ponselnya.

"Kok nggak bisa dihubungi?" Tanya Syilla langsung pada intinya.

Nicko duduk dihadapan Syilla, mengambil alih laptop Syilla dan terfokus pada layar laptopnya. "Iya, sibuk banget. Maaf ya nggak bisa luangin waktu buat lo."

Syilla menghela nafasnya. Sikap Nicko beda jauh dengan sikap Ricko. Bukan, bukan maksud Syilla untuk membanding-bandingkan sang adik dengan almarhum kakaknya. Tetapi itulah kenyataannya, Nicko memang berbeda dengan Ricko.

"Udah ada keputusan mau kuliah di universitas mana?" Pertanyaan Syilla berhasil menyita perhatian Nicko sepenuhnya. Nicko menggeleng ragu lalu menaruh laptop Syilla di meja.

"Masih mikir-mikir, belum ada yang cocok." Kalau begitu sama dengan Syilla. Syilla juga masih bingung dengan keputusannya.

Syilla menatap Nicko yang sedang sibuk melepas jaketnya. "Nick, gue pengen liburan. Gimana kalo kita liburan bareng sama temen-temen? Kayaknya seru."

"Kapan?" Tanya Nicko.

"Setelah lo dan gue pendaftaran aja gimana?" Nicko meletakkan jaketnya di punggung sofa teras, menimbang-nimbang keinginan Syilla itu.

"Lo kapan pendaftaran?" Tanya Nicko.

"Besok," jawab Syilla santai.

Nicko mengangguk-angguk. "Yaudah terserah aja, kalo lo seneng gue juga ikut seneng."

"Lo kenapa sih? Kayaknya beda gitu, ada masalah?" Tanya Syilla.

"Enggak," jawab Nicko.

Syilla menghela nafasnya. Punya pacar seperti tidak mempunyai pacar. "Mau dibuatin minum?"

"Nggak usah." Syilla menggembulkan pipinya. Ya beginilah, sensasi yang berbeda saat bersama Nicko. Tetapi jika tidak berada di dekatnya, hanya rasa rindu yang menerpa.

"Kenapa? Nggak ngerepotin kok. Lagian gue sekalian ma--"

"Lo pacar gue bukan pembantu." Potong Nicko.

"Cuma buat minum Nick, kan--"

"Ganti baju, gue tunggu lima menit." Syilla melipat bibirnya ke dalam. Lima menit katanya? Lima menit untuk perempuan itu hanya digunakan untuk mencari baju yang sekiranya nyaman untuk dipakai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Promise [Always] Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang