Jiro dan Mama

617 86 7
                                    

Dulu sekali, sudah menjadi hal umum bila ras werewolf dan ras manusia selalu bertikai.

Memperebutkan kekuasaan, wilayah, ataupun sumber daya makanan. Padahal semua keinginan itu adalah nafsu alami dari para manusia belaka.

Ras werewolf yang menghuni dataran timur sangatlah terisolasi dari dunia luar. Mereka sangat melindungi dan menjaga tanah leluhur mereka.

Sampai suatu hari, ras werewolf dan ras manusia untuk pertama kalinya mengadakan perjanjian perdamaian.

Pernikahan politik antara dua ras itu memilih seorang wanita desa ras werewolf dan seorang bangsawan terpinggir dari pihak manusia. Sungguh kejam, karena sang wanita werewolf tahu akan kenyataan bangsawan itu sudah memiliki seorang istri dan bayi.

Bukan rasa tak terima, sedih ataupun dendam yang wanita itu rasakan, tetapi justru rasa bersalah menjadi penghancur rumah tangga sang bangsawan. Begitupula dengan sang bangsawan dan istri yang tak bisa melawan pihak kerajaan dan menatap balik bersalah pada wanita itu.

Menurut wanita itu, mereka adalah orang baik. Begitupun pandangan mereka akan wanita itu begitu serupa.

"Tuan. Sebagai seorang werewolf, saya tak mungkin menginjakkan kaki keluar dari tanah leluhur ini."

"Saya.... Tidak ingin kehidupan tuan dan nyonya hancur karena keberadaan saya."

Wanita itu menolak untuk tinggal bersama. Mereka paham akan kondisi masing-masing.

Namun kedua petinggi mereka tidak akan mengijinkan begitu saja tanpa terlahir seorang keturunan dari dua ras itu.

"Jiro..."

Biarkan dia dan anak satu-satunya ini bahagia di tanah leluhur mereka.

....

"Mama..." Jiro yang kala itu berusia sepuluh tahun duduk dipangkuan ibunya diatas dahan pohon terbesar di puncak gunung.

"Jiro akan selalu jadi anak mama." Wanita itu memeluk Jiro dengan erat, menyesapi wangi dari rambut sang anak "Ah, mama juga sayang Ichiro dan Saburo..."

Jiro menatap heran sang mama, ingin menyuarakan siapa yang di maksud oleh sang mama. Wanita itu tersadar bila anak satu-satunya ini menatapnya bingung.

"Ichiro dan Saburo itu saudaramu, Jiro." Wanita itu menunjuk kearah tiga ekor kelinci yang berada di bawah.

Penglihatan ras werewolf sangatlah tajam, bahkan Jiro yang merupakan seorang hybrid werewolf juga bisa melihat apa yang ditunjuk sang mama dengan jelas.

"Yang paling besar itu Ichiro... Yang paling kecil itu Saburo. Kau diantara mereka, Jiro. Seperti para kelinci itu, saling menjaga."

Mata Jiro yang melihat ketiga kelinci bergerak kesana-kemari bersama-sama membuat mata Jiro berbinar.

"Sau.. Da.. Ra.." Jiro menatap ibunya lagi, lalu menunjuk kearah ketiga kelinci itu dan dirinya sendiri.

Wanita itu tertawa, ia paham bila Jiro ingin berjumpa dengan kedua saudaranya.

"Suatu saat mungkin ada kesempatan dimana kau bisa bertemu dengan mereka. Kuyakin mereka akan menyayangimu, Jiro!"

Dan sore itu, Jiro dan sang mama menghabiskan waktu melihat matahari terbenam dari atas puncak pohon tertinggi desa itu.

....

Sekali lagi Jiro terbangun diatas kasur yang luas, dalam keadaan meringkuk didalam selimut, ia bisa merasakan bila tubuhnya tengah dipeluk oleh seseorang.

"Sabu..." Jiro menepuk kepala Sabu, begitu sudah memposisikan diri menjadi duduk.

"Sabu..."

Akhirnya, Saburo terbangun dari tidurnya. Setelah menguap dan mengusap matanya, ia menatap Jiro dengan datar.

"Selamat tahun baru Jiro." tangannya mengusap kepala Jiro, sedikit memainkan kuping serigalanya. Ah, Jiro sangat menikmati ketika Saburo mengusap kepalanya.

Ah, sepertinya semalam mereka terlalu asik bermain hingga tertidur di kamar sang kakak tertua.

"Tahun... Baru! Sela.. Mat!"

"Selamat tahun baru, Jiro." koreksi Saburo.

"Jiro! Saburo! Sarapan siap!" teriakan Ichiro dari ruang makan membuat mereka segera beranjak dari kasur, melupakan hal bila mereka masih mrngenakan pakaian tidur dan berlari menuju ruang makan.

Bruk!

Jiro menubrukkan diri kearah kakak tertuanya yang baru saja selesai menata makanan, Jiro memeluknya sambil tersenyum senang.

"Tahun.. Baru! Sela.. Mat!"

Belum sempat Ichiro mengucapkan apapun, Jiro kembali berlari menuju ruang altar keluarga. Diikuti oleh Saburo dan Ichiro yang penasaran akan tindakan saudaranya.

'tumben sekali... Biasanya Jiro paling bersemangat dengan makanan ketimbang apapun.'

Jiro duduk di depan altar sambil meraung senang. ia tengah berbicara pada tiga figura diatas altar itu dengan riang. Ichiro dan Saburo duduk di belakang Jiro.

Raungan, suara lonceng dari pita Jiro, dan ucapan terbata-bata.

"Tahun... Baru! Sela.. Mat!" Ucapnya ditengah raungan riangnya, "Mama! Tou.. Chan! Kaa... Chan!"

Ichiro dan Saburo saling menatap, lalu memeluk Jiro dengan erat. Ah, benar juga...

Mereka belum mengucapkan selamat tahun baru kepada orang tua mereka.

"Selamat tahun baru Otou-san, Kaa-san, dan Kaa-chan. Kami akan menjaga Jiro dengan baik." Saburo dan Ichiro mulai mendoakan orang tua mereka.

Hari ini.

Tahun ini.

Jiro akan jadi anak baik untuk semuanya!

Small view, Big WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang