Andrean memang sudah cinta mati pada Krisan. Mau mengelak bagaimana pun juga Andrean masih akan terus mengharapkan Krisan. Krisan bisa mematahkan hatinya berulang kali. Dan ketika hatinya sembuh, ia akan kembali untuk Krisan.
Orang membenci karena ia terluka. Namun Andrean maupun Krisan sama-sama menolak mengakui kalau keduanya sama-sama terluka. Manusia dengan segala keegoisannya, pada satu titik ia akan menganggap bahwa dirinyalah yang paling terluka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lo semalem bisa tidur?" tanya Jovan.
Sebelah alis Andrean terangkat mendengar pertanyaan dari Jovan.
"Bi-sa," jawab Andrean ragu.
"Lo sama dia nempel?" tanya Jovan lagi.
"Tck," Andrean menatap Jovan sebal setelah menyadari kemana arah pembicaraan laki-laki itu. "Jaket gue sama jaket dia yang nempel."
"Di bus gue, lo sama dia digosipin pacaran." Kali ini Radit yang ikut menimpali.
"Lo sih pake harus duduk sama si Esly segala," ucap Andrean sambil meninju lengan Jovan.
"Ya, gimana ya. Gue juga takut si Esly ngambek." Jovan mengusap lengannya yang baru saja ditinju Andrean.
"Tapi bukannya dulu lo deket sama Krisan ya?" Kalimat yang dilontarlam Radit selalu tidak terduga.
Kali ini menurut Andrean lebih ke menyebalkan.
"Kan itu dulu," gumam Andrean.
"Deketin lagi aja," sahut Jovan yang ternyata lebih menyebalkan dari Radit.
Andrean diam, ia menyuap es krimnya yang mulai mencair. Tak ada niat membalas ucapan Jovan. Teman-temannya pun tak berani berkata lebih jauh. Tak ada satupun dari Jovan maupun Radit yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara Andrean dan Krisan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pasti awkward banget, ya?" tanya Rianza pada Krisan.
Krisan mengangguk sambil menatap Kota Batu dari ketinggian. "Pantat gue pegel banget, gue takut dia sebel kalau gue kebanyakan gerak."
"Lo sama dia ngobrol?" tanya Rianza lagi.
Krisan terdiam, ia teringat ketika ia refleks meminta Andrean untuk tidak menutup gorden. Kemudian pada momen ketika kepala keduanya saling terantuk.
Krisan menghela napas kemudian ia menggeleng sebagai jawaban.
"Demi apa!? Andrean masih nggak mau ngomong sama lo?" Rianza tampam terkejut sekaligus tidam percaya.
Krisan meringis, kali ini ia menjadikan Andrean sebagai tokoh antagonisnya. Tak pernah ada yang benar-benar tahu kejadian sebenarnya, bahkan Andrean sekalipun. Krisan menyimpan cerita sebenarnya rapat-rapat. Entah sampai kapan, dirinya sendiri tidak tahu.
"Padahal dia nggak keliatan dingin-dingin amat. Lo nggak pengen baikan sama dia, Kris?" bisik Rianza.
"Nggak tau, Za. Di mata dia kayanya gue cuma cewek aneh."
* * *
Hari ke-tiga study tour, SMA Jaya Persada melanjutkan perjalanan menuju Bromo. Pukul 12 malam, seluruh anak-anak sudah berada di dalam bus menuju Bukit Kingkong untuk menikmati sunrise. Rasanya Krisan ingin menangis karena baru saja ia terlelap beberapa jam di kasur hotel namun kini sudah berada di dalam bus. Andrean nampaknya menyadari gerak gelisah yang ditunjukkan Krisan yang duduk di sampingnya. Sedari tadi ia terus bergerak namun seperti belum menemukan posisi yang nyaman.
Berulang kali Andrean hampir terlelap namun Krisan selalu membuat pergerakan tiba-tiba yang membuatnya kembali tersadar. Andrean melihat jam di ponselnya yang menunjukkan hampir pukul 01:00 pagi, hampir seluruh orang di bus sudah tertidur kecuali ia dan Krisan. Dan Andrean sudah tak tahan lagi.
"Berdiri," ucap Andrean.
"Hah?"
Andrean mengulang kembali ucapannya karena Krisan hanya diam menatapnya. Perempuan itu akhirnya mengikuti kata-kata Andrean dan berdiri agak limbung sambil berpegangan pada sandaran kursi di hadapannya. Andrean mengambil bantal kursi yang sebelumnya dilemparkan Krisan ke bagasi bagian atas bus.
Kemudian Andrean menatanya di kursi Krisan dengan menambah bantal tersebut. Setelahnya, Andrean menarik lengan Krisan agar perempuan itu untuk segera duduk. Awalnya Krisan tidak mengerti apa maksud Andrean. Namun beberapa saat kemudian ia merasa pantatnya kini agak lebih nyaman. Bahkan Krisan menghabiskan waktu hingga 10 menit untuk menimbang apakah ia harus mengucapkan terima kasih atau tidak.
Untuk menoleh ke arah Andrean saja rasanya begitu berat bagi Krisan. Hingga akhirnya ia tetap bergeming, menahan kata-kata di ujung lidahnya. Sepertinya Krisan takkan bisa tertidur sampai mereka tiba di Bukit Kingkong nanti.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hampir semua orang bersorak dan bertepuk tangan ketika matahari dengan malu-malu memamerkan cahayanya. Termasuk Krisan dan Rianza, keduanya terhanyut menikmati pemandangan tersebut. Perasaan yang muncul ketika melihat sunrise sangat berbeda dengan sunset. Entah bagaimana, sunrise mampu menggugah perasaan siapapun. Seperti hadirnya sebuah harapan baru.
"Happy birthday, Kris," bisik Rianza.
Mendengarnya, hati Krisan rasanya menghangat. Air mata Krisan tiba-tiba saja jatuh ketika melihat wajah Rianza.