CRAWLING BACK: Bagian 4

38 7 0
                                    

Entah sudah berapa kali Rianza memergoki Krisan tengah menatap ponselnya gamang. Seperti mengharapkan sesuatu dari sana lalu sedetik kemudian ia memalingkan wajahnya dari layar ponsel tersebut. Hal itu terus berlangsung sebagai siklus selama beberapa menit terakhir.

"Nyokap lo belum ngucapin juga, Kris?" tanya Rianza menebak apa yang dipikirkan Krisan.

Krisan mengangguk, "Mungkin dia bingung harus merayakan atau mengenang."

Raut wajah Rianza berubah seketika, dia merasa iba terhadap Krisan. Namun Krisan adalah tipe perempuan yang menentang dikasihani.

"Eh!"

Panggilan tersebut membuat Krisan dan Rianza sama-sama menoleh. Seorang laki-laki dengan jaket kulit berwarna hitam berdiri di belakang Krisan dan Rianza. Namanya Radit, Krisan mengetahui laki-laki itu sebagai temannya Andrean.

"Boleh tolong fotoin nggak?" tanya laki-laki itu.

Krisan dan Rianza sama-sama menatap Radit dengan malas. Radit sungguh mengerti arti tatapan itu hanya saja ia memilih pura-pura tak tahu. Namun tak salah satu dari antara mereka yang berani bersuara untuk menolak. Dan tentu saja Radit tak ingin harga dirinya dirusak di titik itu.

"Nanti gue fotoin kalian deh," tawar Radit lagi.

Krisan menunjukkan raut wajah tertarik. Well, setidaknya harga diri Radit selamat ketika perempuan itu berdiri diikuti Rianza.

"Ya udah, sini," ucap Krisan sambil menadahkan tangannya yang segera disambut oleh kamera mirrorless milik Radit.

Radit langsung berlari menghampiri kedua temannya, Andrean dan Jovan. Krisan menyusul Radit dengan langkah lamban, sementara Rianza mengekori Krisan.

"Gue bukannya nggak mau, tapi gue nggak ngerti cara pake kameranya," bisik Rianza.

"Sama, gue juga nggak ngerti. Si Radit udah langsung pose aja," omel Krisan.

"Sumpah lo!?" tanya Rianza tidak percaya.

Krisan mengabaikan pertanyaan Rianza tersebut dan lebih memilih berteriak pada Radit, "DIT, INI UDAH AUTO-FOCUS 'KAN???"

"YOI!" balas Radit sambil mengacungkan jempolnya.

"Lo kenapa teriak segala sih? Jadi pada ngeliatin 'kan," keluh Rianza.

Krisan hanya cengengesan mengingat jaraknya dan Radit sebenarnya tidak sejauh teriakkan tadi. Hanya saja, Radit sibuk berbicara dengan temannya dan Krisan gugup karena harus memandangi Andrean dari balik lensa kamera. Krisan tidak pernah bisa untuk menjadi biasa saja saat ia menyadari ada Andrean.

Setelah mengambil beberapa foto, Radit menepati janjinya untuk membantu Krisan dan Rianza mengambil foto. Krisan menyerahkan ponselnya pada Radit lalu segera mengambil posisi dengan latar yang dianggapnya bagus.

"Bentar," pekik Radit yang sibuk dengan notifikasi yang bermunculan di layar ponsel Krisan.

Radit tentunya tidak bisa berpura-pura tidak tahu atau tidak penasaran. Radit membaca semua notifikasi dari pesan yang baru saja masuk ke ponsel Krisan tersebut.

 Radit membaca semua notifikasi dari pesan yang baru saja masuk ke ponsel Krisan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dre,"

"Hoh?" sahut Andrean acuh tak acuh terhadap panggilan dari Radit. Setelah menyelesaikan makan siangnya, Andrean sibuk dengan ponselnya.

"Lo tau hari ini Krisan ulang tahun?" tanya Radit.

Penyebutan nama Krisan membuat fokus laki-laki itu berubah pada Radit sepenuhnya. Otaknya langsung mencerna kalimat Radit dan membuat panggilan terhadap memori-memori tentang Krisan.

"Kayaknya lo nggak bener-bener kenal siapa Krisan," tambah Radit lagi.

Andrean mendengus kesal mendengar Radit yang tiba-tiba saja menjustifikasinya seperti itu.

"Pernah deket nggak berarti harus tau semuanya lagi," tukas Andrean.

"You once admired her so much, didn't you?"

Sebuah kalimat lagi dari Radit telah mengganggu Andrean. Ia seolah ditampar kenyataan kalau ia masih belum selesai dengan masa lalunya.

"Happy birthday... Happy Birthday... Happy birthday to you!"

Meski terhalang beberapa meja di foodcourt di salah satu mall tersebut, Andrean masih bisa melihat perempuan itu meniup lilin berbentuk angka 16 dengan wajah ceria. Mungkin memang itu yang dia inginkan, merayakan ulang tahunnya bersama teman-temannya. Atau mungkin juga dia sudah terlanjur membuat janji terlebih dahulu.

Kali ini Andrean memutuskan untuk memaafkan perempuan itu karena telah berbohong padanya. Hingga seorang laki-laki mengecup pipi perempuan itu. Teriakkan heboh dari teman-teman perempuan itu membuat telinga Andrean berdengung karena berbanding terbalik dengan keadaan hatinya.

Andrean yakin ia tidak salah lihat. Meski jaraknya dengan perempuan itu cukup jauh, namun Andrean bukan pengidap miopi. Penglihatannya terasa buram karena alasan lain. Sebelum matanya benar-benar penuh dengan genangan, Andrean mengeluarkan ponselnya untuk memastikan sesuatu.

Krisan (0850XXXXX)
_____________________________________

Kris
Read

Ya?

Gimana kalo kita pergi malam ini? Sekalian ngerayain ultah lo
Read

Kayanya gue ga bisa deh, gue rayain sama keluarga tiap tahun.

Ga ada waktu sama sekali?
Read

Engga :( ini kaya family time gitu, full day. Sorry ya, next time deh gue janji

Okay, kabarin ya
Once again, happy birthday Kris

______________________________________

Bahkan perempuan itu sama sekali tak membaca pesan terakhirnya sejak lima jam yang lalu. Pundak Andrean terasa berat, bahkan ia memijat pelipisnya sama seperti Ayahnya di malam hari. Beberapa saat kemudian ia bangkit dari tempat duduknya. Suasana ceria yang dihadirkan oleh perempuan itu bersama teman-temannya terasa seperti badai bagi Andrean.

Andrean menekan salah satu kontak di layar ponselnya dan melakukan panggilan. Ketika bunyi nada sambung berhenti, Andrean langsung berbicara tanpa basa-basi. "Mah, aku tunggu di mobil aja ya."

Crawling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang