Krisan membatu mendengar kalimat panjang yang diucapkan Andrean. Otaknya bersikeras mencerna maksud dari kalimat yang diucapkan Andrean tersebut.
Krisan mendongak perlahan menatap Andrean yang masih terengah-engah setelah meluapkan perasaannya. Matanya masih menunjukkan amarah dan rahangnya masih mengeras.
"Gue minta maaf karena udah bohong dan nggak pernah berusaha untuk meluruskannya. Tapi melihat lo seperti ini, gue jadi ingin marah juga. Gue juga meragukan lo beneran suka sama gue atau cuma obsesi sesaat," ucap Krisan dengan tangan terkepal.
Mata Andrean melebar mendengar balasan Krisan. Dia tidak habis pikir karena perempuan di hadapannya sama sekali tidak terlihat menyesal. "Lo nggak berhak menilai perasaan gue seperti itu."
"Gue selalu menduga lo nggak pernah betul-betul suka sama gue. Dan sepertinya malam ini gue akan mengecewakan lo lagi. Tapi lo harus denger dan sadar, lo nggak pernah suka sama gue, Dre." Krisan mengucapkannya dengan wajah datar dan itu membuat Andrean semakin marah.
"Lo bukan hanya menolak perasaan gue tapi menyangkal kalau gue suka sama lo?" tanya Andrean tampak tak percaya bahkan ia tidak peduli ketika air matanya jatuh di hadapan Krisan.
"Lo pernah bilang sama gue untuk jangan menganggap lo suka sama gue. Gue masih ingat itu dengan jelas, Dre." Kalimat Krisan barusan berhasil membuat Andrean tertegun.
Andrean membeku. Satu sama, kali ini Krisan yang meninggalkan Andrean. Bahkan laki-laki itu tidak menahannya sama sekali. Bukannya Krisan tak peduli, namun dia hanya tidak ingin menangis di hadapan Andrean. Sejujurnya ia sendiri masih tidak yakin mengenai keputusannya ini benar atau salah.
Krisan sudah percaya ketika Andrean mengatakan kalau laki-laki itu akan berhenti menyukainya. Ketika tadi Andrean tiba-tiba mengaku semuanya Krisan sempat goyah. Tapi dia juga tidak ingin berpura-pura kalau dia baik-baik saja dengan perlakuan Andrean saat itu dan dengan mudahnya sekarang ia kembali.
Percakapannya dengan Andrean barusan mengingatkannya akan hari yang membuat keduanya terlibat perang dingin. Semua itu dimulai dari hari ulang tahunnya.
"Kris! Mau kemana!?" teriakkan Rianza menyadarkan Krisan dari lamunannya.
"Udah, Za?" tanya Krisan.
"Udah. Asli mules banget, nggak bakal bisa ditahan," ucap Rianza dengan ekspresif.
"KRISAN!!!"
Krisan menoleh mencari sumber suara yang memanggilnya. Dua orang lelaki berjalan ke arahnya, Radit dan Jovan.
"Liat Andrean nggak? Tadi gue minta dia nunggu di sekitar sini," tanya Jovan.
Krisan melirik ke arah Merry Go Round di mana beberapa saat yang lalu ia meninggalkan Andrean. Namun laki-laki itu sudah tidak di sana.
"Tadi gue tinggal dia di sana," ucap Krisan sambil menunjuk ke arah Merry Go Round.
"Udah gue bilang dia nggak bakal dengerin lo!" ucap Radit pada Jovan.
"Terus gimana?" tanya Rianza yang sepertinya ikut kebingungan.
"Bentar gue telepon dulu," ucap Radit sambil mengeluarkan ponselnya.
Berulang-ulang panggilan Radit tidak disambut oleh Andrean. Namun Andrean sepertinya menyerah dan menjawab telepon dari Radit. Laki-laki itu mengatakan kalau ia sudah kembali ke hotel duluan dan ingin tidur.
"Ya udah, kita main aja lagi," usul Radit.
"Eh, si Andrean nggak apa sendiri di hotel?" tanya Jovan.
"Nggak apalah, udah gede ini. Oh iya, kalian mau main apa? Bareng aja," ucap Radit meminta pendapat Krisan dan Rianza.
"Gue pengen naik Go Kart!" pekik Rianza.
"Ah gue nggak mau," tolak Krisan langsung.
"Nih, sama si Jovan aja. Gue cape, udah main 2x."
"Kan kita main barengan juga, nyet," ucap Jovan.
"Tapi lo masih mau main 'kan?" tanya Radit.
"Mau sih," jawab Jovan sambil mengusap tengkuknya.
Akhirnya Jovan dan Rianza bermain Go Kart. Sementara Krisan dan Radir mengamati dari luar, berharap Esly, pacar Jovan, tidak muncul dan salah paham.
"Apa di mata lo Andrean terlihat baik-baik aja?" tanya Radit tiba-tiba membuat Krisan takjub. Ia seolah-olah merasa Radit mampu menerka jika ia sedang memikirkan Andrean.
"Iya, dia keliatannya baik-baik aja," jawab Krisan.
"Buat gue, Andrean itu bodoh. Dia pengecut yang menyembunyikan lukanya. Tapi dia nggak bisa bohong kalau dia nggak suka sama lo. Dia terlalu sakit karena lo Kris."
"Terus kenapa lo sebagai temennya masih di sini dan bukan nemenin dia?" tanya Krisan kesal karena merasa disudutkan.
"Dia butuh sendiri karena lo tinggalin dia lagi. Ketika lo pergi, nggak berarti gue sebagai temennya bisa menyamarkan kekosongan itu."
"Dia cuma belum sadar kalau sebetulnya dia nggak suka sama gue," ucap Krisan. Matanya berusaha mencari Rianza di arena Go Kart.
"Maksudnya?" tanya Radit tidak mengerti.
"Kemungkinan sebenernya, dia suka sama Tara bukan gue."
"Siapa Tara?"
"Kembaran gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crawling Back
FanfictionAndrean memang sudah cinta mati pada Krisan. Mau mengelak bagaimana pun juga Andrean masih akan terus mengharapkan Krisan. Krisan bisa mematahkan hatinya berulang kali. Dan ketika hatinya sembuh, ia akan kembali untuk Krisan.