CRAWLING BACK: Bagian 10

81 8 3
                                    

Krisan menatap ponsel yang berada di genggamannya. Ia mengusap layar yang kaca anti-goresnya retak dan menghidupkan ponsel tersebut. Ia disambut wajah Tara sebagai wallpaper dan peringatan baterai lemah.

Hati Krisan hancur, rindu, dan sedih. Tiga bulan telah berlalu dan Krisan masih tidak ingin menerima kalau Tara telah meninggal. Dokter malah memvonisnya terkena post-traumatic stress disorder.

Melihat foto-foto Tara di galeri membuat napasnya sesak. Krisan tidak bisa menutup matanya di malam hari karena memori terakhir ketika ia melihat Tara terbaring kaku di ruang jenazah terus terulang.

Krisan teringat bagaimana ia membuat layar ponsel Tara retak. Seminggu setelah pemakaman Tara, Krisan membuka ponsel Tara. Dan ratusan pesan masuk seolah-olah Tara masih di sini, pesan-pesan turut berduka cita. Krisan menjadi takut melihat itu semua dan melemparnya.

Namun hari ini Krisan memberanikan diri untuk melihatnya. Sekadar melihat rentetan pesan tanpa membukanya. Semua mengucapkan kata rindu dan Krisan merasa hanya ia yang paling kehilangan. Sampai ia tidak bisa menahan rasa penasarannya ketika melihat salah satu pesan dari Andrean.

Krisan tidak berpikir kalau itu adalah Andrean yang sama seperti yang ia kenal. Krisan memastikannya dengan membuka foto profil kontak tersebut. Kemudian ia mulai membaca seluruh pesan antara Tara dengan Andrean. Dan Krisan tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaannya saat itu. Terutama setelah membaca berulang kali Tara membiarkan Andrean memanggilnya Krisan.

Andrean bukannya tidak mengerti apa yang terjadi, namun dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Andrean bukannya tidak mengerti apa yang terjadi, namun dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Selama ini dia hanya menjadi tidak tahu apa-apa, bereaksi sesuai apa yang dilihatnya.

Sekarang ketika ia mendengar semuanya, dia hanya merasa gelap. Andrean benar-benar tersesat dengan jalan pemikirannya sendiri.

"Jadi lo bahkan baru tahu kalau Tara berpura-pura jadi lo setelah 3 bulan kemudian?" tanya Andrean.

Krisan mengangguk. "Gue juga baru ngerti kata-kata lo ketika minta gue buat jauhin lo setelah baca chat kalian di HP Tara."

"Terus kenapa lo nggak kasih tau gue?"

"Karena gue juga marah tiap kali ingat itu. Tapi gue nggak bisa, gue udah telat. Kalaupun lo tau yang sebenernya, Tara udah nggak ada. Dia udah nggak berpura-pura jadi gue lagi. Jadi gue pikir lo juga akan lupa."

"Daripada minta maaf dan meluruskan itu semua, lo lebih milih minta gue buat lupa? Lo gila," ucap Andrean hampir berteriak.

Krisan tersentak kaget mendengar nada suara Andrean. Ia menunduk dan menggumam pelan, "maaf."

Andrean menarik napas dalam dan menghembuskannya. Ia mencoba menenangkan perasaannya.

"Kita pulang sekarang, yuk? Gue anterin." Andrean beranjak dari tempat duduknya dan menggendong tas ranselnya.

Krisan kembali terkejut melihat perubahan emosi Andrean. Namun Krisan hanya bisa mengangguk mengiyakan ajakan Andrean.

Andrean pun sibuk memesan taksi online. Sementara Krisan masih kebingungan dengan pikirannya sendiri.

 Sementara Krisan masih kebingungan dengan pikirannya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kayanya lo bener, gue lebih baik untuk lupa. Gue dengan ketidaktahuan gue cuma akan membebani lo aja. Walaupun sekarang masih banyak pertanyaan di kepala gue." Andrean mengatakan hal tersebut di tengah perjalanan menuju rumah Krisan.

Rasanya memang canggung ketika mereka kembali duduk bersebelahan. Sopir taksi pun sepertinya ikut salah tingkah karena suasana yang diciptakan Krisan dan Andrean.

"Gue ngerti kok perasaan lo. Gue pun merasakan hal yang sama ketika tahu semuanya."

Setelah perkataan Krisan tersebut, hanya ada keheningan di antara mereka sampai mereka tiba di depan rumah Krisan. Andrean ikut turun dari mobil untuk membantu Krisan menurunkan koper dan tasnya.

"Thanks ya. Gue bayar berapa?" tanya Krisan.

"Nggak usah, gue pakai VO-Pay. Lain kali aja," jawab Andrean.

"Okay, thanks ya."

"Iya. Gue pulang dulu ya," pamit Andrean.

Krisan masih berdiri di depan pintu pagar rumahnya ketika Andrean melangkah menuju pintu mobil. Andrean menghentikan langkahnya dan berbalik sejenak menatap Krisan.

"Gue seneng lo beneran Krisan yang gue pinjem catatannya waktu itu."

Setelah mengatakan itu, Andrean masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya. Ia meninggalkan Krisan yang tak sempat bertanya apa maksud Krisan. Krisan masih berdiri menatap mobil yang ditumpangi Andrean hingga mobil tersebut berbelok di pertigaan jalan.

 Krisan masih berdiri menatap mobil yang ditumpangi Andrean hingga mobil tersebut berbelok di pertigaan jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Crawling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang