Prolog

5.6K 434 10
                                    

SHOOT

- Prolog -

.

.

.

.

.

- Seoul Arts Center, Seoul -

Min Yoongi berlari dengan cepat menghindari tembakan-tembakan yang meluncur dari arah belakangnya. Sekitar 7 orang berjas hitam yang memegang senjata api laras pendek mengejar Yoongi sambil menembakkan senjatanya.

Peluru panas terus mengikuti kemanapun Yoongi berlari. Bagaikan guyuran hujan, hujaman peluru dari pistol berbagi merek itu mencoba mengenai tubuh Yoongi.

Yoongi berlari dengan lincah saat tiba-tiba sebuah peluru berhasil mengenai kaki kirinya. Tubuh Yoongi limbung, dirinya mengerang merasakan peluru panas yang sekarang tertanam di kaki kirinya.

Pria bersurai hitam pekat itu menengok kearah belakangnya, mendecih ketika melihat banyaknya orang-orang yang mencoba menangkapnya.

"Sial."

Yoongi mengabaikan rasa sakit di kaki kirinya dan mencoba berlari kembali. Yoongi melihat kearah depan. Ia melihat hanya ada pintu yang mengarah ke tangga darurat dan mengerang. Sisanya hanyalah kaca-kaca jendela besar yang langsung mengarah ke jalanan di luar gedung.

"Sial sial sial!"

Yoongi akhirnya berhenti tepat di depan kaca-kaca jendela besar itu. Seluruh pria berjas yang tadi mengejar Yoongi sekarang sudah mengelilingi Yoongi. Mereka menodongkan senjata mereka kearah Yoongi. Yoongi hanya mempunyai pistol Beretta 92 yang menjadi alat pertahanannya saat ini.

"Menyerahlah 'August'."

Ujar seorang pria berjas yang berdiri tepat dihadapan Yoongi.

Yoongi menampilkan smirknya.

"Kau pikir aku akan menyerah semudah itu, eh?"

Pria dihadapan Yoongi tadi terkekeh, "Kau tahu 'August', ada baiknya menyerahkan diri adalah pilihan yang paling tepat."

Yoongi membulatkan matanya, terkejut. Ia menyadari perangkap yang telah disiapkan untuknya.

"Sial."

Disaat yang sama, sebuah peluru bius berhasil mengenai tengkuk Yoongi dari arah belakang.

Yoongi mulai merasakan kepalanya yang berputar. Sesaat sebelum kesadarannya hilang, ia dapat melihat seorang sniper yang berada di sebuah gedung tingkat tinggi di seberang gedung Seoul Arts Center. Sniper itu menyunggingkan senyum kemenangannya.

Dan Yoongi akhirnya terjatuh dalam kekalahannya.

.

.

.

- Gedung tua, Seoul -

"Dia sudah mati?"

"Ya, Captain," ujar pria yang tadi berdiri di hadapan Yoongi kini telah berada di hadapan seorang pria lain. Pria tinggi berambut putih yang juga mengenakan jas hitam tebal. Pria tinggi itu berdiri membelakangi pria tadi.

"Dimana jasadnya?"

"Kami membuangnya ke sungai karena banyaknya polisi yang berjaga Captain," pria tadi menjawab dengan takut. Ia menelan ludahnya dengan susah payah.

Pria tinggi tadi berbalik menghadap pria itu.

"Kalian membuangnya?"

"Y-ya Captain."

Pria tinggi itu berjalan menghampiri pria tadi dengan perlahan.

"Karena banyaknya polisi?"

"Ka-kami melakukannya dengan terpak-"

*PLAK*

Pria tinggi itu menampar pria tadi hingga pria itu limbung.

"BODOH! CEPAT CARI KEMBALI TUBUH 'AUGUST' YANG TELAH KALIAN BUANG! KAU PIKIR PRIA ITU AKAN MATI SEMUDAH ITU?!!"

Pria tadi bergegas memberi hormat kepada pria tinggi itu. Ia dengan cepat berlari keluar ruangan. Meninggalkan pria tinggi yang menggertakan giginya, kesal.

"Sial."

.

.

.

- Kediaman Keluarga Kim, Ilsan-gu -

"Pagi eomma!"

Sapa Namjoon kepada Mrs. Kim, yang notabene merupakan ibunya. Mrs. Kim tengah membuat sarapan pagi di dapur kecil keluarga Kim.

Mrs. Kim tersenyum, "Pagi Joon-ah," balasnya.

"Guk Guk!"

Namjoon terkekeh mendengar gonggongan kecil dari Rapmon. "Pagi juga Rapmon," ujar Namjoon sambil berjongkok dan mengelus Rapmon singkat.

"Eomma sedang membuat apa?"

"Ini untuk sarapanmu, Namjoon."

Namjoon tersenyum lebar hingga lesung pipitnya terlihat. "Eomma, aku akan pergi menengok kebun dan ternak. Aku bungkus saja sarapan untuk bagianku ya," ucap Namjoon sambil memasang tampang memelas.

Mrs. Kim mengehela napas pelan, "Seperti aku bisa melarangmu saja Namjoon."

Namjoon terkekeh, "Terima kasih, aku menyanyangimu eomma!"

.

.

.

- Kebun dan Pertenakan Kim, Ilsan-gu -

Namjoon berjalan kearah sungai untuk mengambil air. Tadi ia telah memberi makan domba dan sapi-sapinya. Sekarang ia berniat untuk memberi mereka minum.

Pria bersurai cokelat tua itu sudah membawa dua ember besar di tangan kiri dan kanannya. Sesaat, ia telah sampai di pinggir sungai.

Namjoon baru akan mengisi embernya dengan air, saat ia menyadari air sungai yang berwarna merah pekat.

Pria berlesung pipit itu mengernyitkan dahinya, bingung. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling sungai sampai akhirnya matanya menangkap sumber kebingungannya. Tak jauh dari tempatnya berjongkok, terdapat tubuh penuh luka seorang pria yang menjadi sumber warna merah di air sungai itu.

.

.

.

.

.

to be continued

SHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang