Teringat

15 4 0
                                    

* Author pov

" Ayahhhhhhhhhhhhhh" teriak Ana yang ternyata terbangun dari pingsan ya

" Ana? Kamu nggak papa kan. Apa yang sakit?" tanya Kak Arya takut

" Ka.....kakak. Kenapa kakak ada disini? Kenapa aku ada disini? Dimana ayah? Ayah mana kak, mana?" oceh Ana

" Ana, kamu tenang dulu " tenang Dinda

" Iya Na, kamu tenang dulu. Kamu baru siuman loh" ucap Kak Rangga

" Siuman? Apa aku pingsan? " tanya Ana yang dijawab anggukan ketiga orang tersebut

" Sudah, sudah. Sekarang kamu minum dulu. Lagian ngapain sih ke belakang sekolah, jadinya jatuh terus pingsan kan. Untung aja ada Kak Rangga yang lagi buang sampah,terus dia nemuin kamu di bawah pohon. " oceh Dinda

" Din, mereka,  mereka, benci aku. Mereka bilang aku cuma jadi beban buat Kak Arya. Aku cuma biang masalah bagi Kak Arya" isak Ana dengan memeluk Dinda tiba-tiba
" Apa aku salah berteman dengan Kak Arya" lanjutnya

" Siapa yang bicara seperti itu Ana?" tanya Dinda

" Anak-anak sekolah"

" Ana, kamu nggak usah fikiran itu semua. Hei, lihat aku, kamu bukan beban ataupun biang masalah dalam hidupku. Kamu, adalah bintang dalam hidupku." sambil memegang pipi Ana

" Ah basi lo Ya, kayak playboy kelas teri" kata Kak Rangga

" Tapi kak"

" Ssssssttttt udah ya, sekarang kita pulang. Keburu sore tau"  menarik tangan Ana lembut

" Lah terus aku gimana" teriak Dinda

" Terpaksa deh lo pulang sama gue. Mau apa nggak?" tanya Kak Rangga yang dibalas anggukan malu-malu oleh Dinda

Kali ini Kak Arya tidak mengendarai burok nya itu dengan kecepatan diatas rata-rata, dia tidak mau orang yang terpenting dalam hidupnya celaka. Dia mengendarai dengan sangat hati-hati.

Ketika lampu merah, burok tersebut berhenti, dan Ana melihat seorang ayah yang sedang menyuapi anak laki-lakinya. Jika dilihat dari cara berpakainnya, mungkin seorang ayah tersebut berprofesi sebagai pemulung.

Senyum tulus penuh cinta terukir indah dalam wajah berwarna sawo matang dengan kumis tipis dan mata yang sayu. Keringat yang keluar dari kulitnya yang agak keriput, menambah corak dalam wajahnya yang penuh olesan tanah.
Senyum itu menenangkan Ana dan mengingatkan pada ayahnya, sehingga tak terasa air mata jatuh dari mata indahnya.

" Ana kamu menangis?" tanya Kak Arya

" Nggak kok kak, oh ya aku mau kesana dulu ya,"

" Ngapain"

" Sudahlah kak, nanti kakak tunggu aku disana saja ya" sambil menunjuk tempatnya

Ana akhirnya turun dari sepeda ninja merah tersebut, dan mendekati seorang bapak yang mungkin usianya lebih muda dari ayahnya. Seketika hati Ana riuh ricuh mendengar percakapan antara ayah dan anak tersebut.

" Ayah tidak makan?" tanya anak kecil yang kurus itu

" Ayah sudah makan nak, kamu makan ini ya. Jangan sampai sakit, makan yang banyak biar gemuk" senyum bapak tersebut sembari mencium kening anaknya

" Iya yah, tapi kapan ayah makan? Aku belum melihat ayah makan sama sekali. "

" Ayah sudah makan waktu kamu tidur" ucapnya menutupi kelaparan yang sesungguhnya dengan menekan perutnya

" Itu perut ayah berbunyi, apa ayah bohong?"
" Ayah belum makan kan?" sambil memegang tangan ayahnya untuk berhenti menyuapinya

" Su..." ucap bapak tersebut terpotong

ADA APA DENGAN HIDUPKU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang