12 Desember 2018.
Hi!
22.20
Sebuah awal percakapan yang sering aku temui ketika berada dalam aplikasi kencan yang kupakai. Normalnya begini. Atau biasanya seperti memperkenalkan diri gitu. Ya, nyapa basa-basi gitu, deh.
Kali ini dari orang berbeda. Lagi. Dari tujuh puluh orang, dia adalah salah satu dari sepuluh orang yang mengirimiku pesan demikian. Dan dia adalah kandidat paling muda dalam hasil match-ku.
Cowok berusia dua puluh tahun dengan wajah tertutup boneka panda. Lucu. Kesan pertama yang aku tangkap dari dia sangat sederhana, sehingga aku juga iseng-iseng swipe kanan. Dan alhasil, dia yang pertama kali menemukanku cukup menarik di matanya.
Aku tidak berharap banyak dengan daun muda satu ini. Aku kurang tertarik dengan cowok-cowok yang lebih muda. Apalagi dengan ditambah bumbu dari beberapa temanku jika makin muda makin labil.
Aku percaya, kok. Aku juga masih muda dan labil. Namun, apa salahnya mencoba. Siapa tahu cocok dan tempat kami juga tidak terpaut jauh. Karena aku juga termakan beberapa omongan jika LDR tidak akan baik untuk ke depannya. Susah. Banyak yang tidak setia jika jarang bertemu.
Kita setia. Konsisten malah dengan kesepakatan antara kita dan pasangan. Namun, apa kabar dia yang ada di sana dengan kondisi hormon yang meledak-ledak?
Eh, tapi kalau semisal cocok juga nggak masalah, deng. Tinder kan nggak semua orang ngobrol harus cocok.
Buktinya, aku sudah pendekatan sama banyak orang dan belum ada yang nyanyol. Sampai empat bulan tidak ada status dan akhirnya dilepeh pun....
Sebegini desperado, ya, aku sampai nyari jodoh di sini. Namun, worth it, kok. Di sini nggak banyak orang yang meledak-ledak hormonnya. Di sini relatif serius dibanding dengan kitab biru dan kuning.
I love you, kitab merah!
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
An Acquaintance
RomanceKamu pernah nyari pacar lewat aplikasi kencan nggak? Seperti Tinder, Grindr, Badoo dan lain-lain. Adam melakukan hal itu dan menemukan seseorang yang dia anggap lucu dan menarik untuk diajak bicara serta berpikir tentang sesuatu hal. Penasaran deng...