E

3.1K 286 8
                                    

^_^

Seperti perkataan bibi Im tempo hari, maka hari ini Jeonghan harus mengatakan pada suaminya tentang cek up yang akan ia lakukan esok. Karena ia pikir. Hari ini biarlah apa yang terjadi nantinya, yang jelas jika Seungcheol telah mengetahuinya lalu mau apa,?

Apa yang bibi Im katakan pada Jeonghan, ia tangkap dengan baik. Selagi Seungcheol sedang bersiap, Jeonghan menata sarapan sederhananya. Nasi goreng Kimchi.

Tak lama siluet sumainya pun nampak berjalan mendekati ruang makan. Jeonghan harap-harap cemas dan takut, pasalnya wajah sang suami tak beda jauh seperti beberapa hari yang lalu. Dingin dengan tatapan mata yang menajam.

Namun, ekspektasi tak sesuai realita. Jeonghan membayangkan jika Deungcheol akan mendatanginya dan duduk bersamanya untuk sarapan dan Jeonghan akan menyerahkan kopi frappucino instan kesukaannya, meski tanpa berkata.

Tapi apa yang dilihatnya kini tidaklah begitu, tubuh Seungcheol hanya melewati neja makan menuju dapur untuk meminum air putuh dan berlalu pergi begitu saja.

Sakit.

Tentu saja, istri mana yang tak sakit jika diperlakukan seperti itu oleh suaminya. Apakah ia keterlaluan,? Hingga Seungcheol menghukumnya hingga seperti itu,? Matanya mulai berkaca-kaca. Menghela nafas panjang dan berusaha tersenyum menahan tangis.

Dengan segenap keberanian Jeonghan berdiri dari posisi duduknya dan berlari kecil mengejar Seungcheol yang telah keluar dari rumah.

Grebbb ...

"Kumohon maafkan aku..















Cheollie.. hiks," lirih Jeonghan.

Airmata tak dapat Jeonghan bendung lagi. Sejak ia membenahkan hati untuk mengejar Seungcheol  beberapa detik yang lalu.

Seungcheol yang mendengar ucapan Jeonghan atau lebih seperti bidikan di telinganya. Seungcheol memejamkan matanya, ia tak kuasa mendengat isakan kecil istri tercintanya. Ada alasasan mengapa ia melakukan itu pada Jeonghan beberapa haribterakhir ini, yang sejujurnya ingin sekali ia bicarakan pada istri cantiknya itu. Hanya saja, bayangan-bayangan buruk yang kerap kali menghantuinya membuatnya tak ingin mengatakan apapun pada Jeonghan.

"Maaf.. Maaf.. Maaf.. " cicit Jeonghan berulang kali.

Pelukan Jeonghan semakin menguat. Ia takut jika mendapat penolakan, pun kini ia tak menghiraukan perutnya yang semakin terhimpit dengan punggung lebar suaminya.

Lain halnya dengan Seungcheol, samakin ia merasakan pelukan Jeonghan yang mengerat, maka punggungnya merasakan perut buncit Jeonghan yang terhimpit.

Seungcheol mencoba melepas tangan Jeonghan, tapi istrinya itu bersikeras mempertahankan pelukannya yang begitu erat.

"Lepas." Ujar Seungcheol dingin.

Awalnya Jeonghan ragu, takut jika Seungcheol akan memasuki mobilnya dan pergi meninggalkan Jeonghan yang melepas pelukannya.

Jeonghan mendongakkan kepalanya dengan keadaan berantakan. Mata yang berair, hidung yang memerah dan poni yang acak-acakan. Keadaan Jeonghan yang berantakan pun mengundang gelak tawa Seungcheol, hanya saja ia menahan itu.

Namun, berbeda dengan Jeonghan yang menatap suaminya dengan rasa bersalah. Seungcheol menutupi gelitik perutnya dengan tatapan dingin dan menusuk pada istrinya. Maka, perlahan Jeonghan melepas pelukannya dengan kepala yang perlahan tertunduk.

Setelah merasakan tangan Jeonghan yang semakin melonggar dan terlepas, Seungcheol perlahan membalikkan tubuhnya menghadap Jeonghan yang tertunduk takut. Mengabaikan jam kerja dan juga rapat direksi yang diadakan pagi ini.

Don't Listen In Secret _ {JeongCheol}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang