^_^
Setiap insan di dunia pasti merasakan masa keterpurukannya masing-masing. Tak tau kapan masa itu datang, namun siapapun haruslah berusaha tegak dan tegar menghadapi masa sulit tersebut. Layaknya tameng baja, setiap saat kau harus siap menghadapi masa depanmu nantinya.
Seorang pria dengan rambut panjang blondenya tengah terduduk pada gundukan tanah yang berada di tepi sawah, menikmati semilir angin yang berhembus menerpa wajah cantiknya. Tangan lentik itu mengusap perutnya yang membuncit. Ia memejamkan matanya, merasakan bagaimana tendangan halus dari dalam perutnya dengan semilir angin yang menggelitik wajahnya.
Namun, tak ada yang tau bahwa keterdiamannya ini menimbulkan sesak didada. Perlahan cairan bening itu keluar dari matanya yang terpejam dan turun menuju pipi kemerahannya. Tangan lentik itu masih mengusap perutnya yang sedikit terasa kram akibat dari kesedihannya. Hingga seseorang datang dan duduk disamping kanannya, posisinya lebih rendah karena ia duduk dibawah, sedangkan Jeonghan diatas gundukan tanah yang sedikit lebih tinggi.
"Jangan katakan bahwa kau menangisinya." Ujar pria bersurai coklat.
Jeonghan mendengar kalimat tersebut, jujur ia enggan untuk membuka matanya. Tapi, ia sendiripun tak ingin berlarut dalam kesedihan yang ia ciptakan yang mana itu akan mengakibatkan kram pada bagian perutnya seperti sekarang. Maka, ketika Jeonghan membuka matanya dan tampak kelereng hitam cantik miliknya segera ia hapus lelehan air mata di kedua pipinya.
"Sudahlah, lagi pula bukankah itu keputusanmu? Disini kami hanya bisa membantu, walau pengaruhnya tak begitu besar namun kami tetap ada." Pria bersurai coklat itu kemudian berdiri, menepuk celananya yang tampak kotor, lalu mengulurkan tangannya.
"Ayo pulang. Jun-gege menunggu dirumah." Diterimanya uluran tangan sahabat kecilnya dan ia mulai berdiri meski sedikit merasa kesulitan.
"Dia sudah pulang?"
"Sudah, sejak siang tadi. Makanya ia menanyakanmu, mengapa hingga sore hari kau tak kunjung pulang?" Jeonghan hanya mengangguk.
Kini mereka berjalan dengan keheningan. Mata Jeonghan berpendar melihat sekelilingnya yang masih terasa asri, terdapat taman bunga yang tak begitu luas namun tampak indah. Berbeda dengan pria bersurai coklat yang sesekali melirik perut besar Jeonghan.
"Ge"
"Hm?" Jeonghan menatap pria tersebut.
"Bagaimana rasanya mengandung?" Ucap pria bersurai coklat tersebut. Jeonghan tersenyum lalu mengusap perutnya sayang.
"Luar biasa! Karena disaat kau mengandung, kau akan merasakan bagaimana lelah, sakit dan hal-hal aneh lainnya yang belum pernah kau rasakan." Ujar Jeonghan antusias. Jeonghan mengalihkan pandangnnya menatap sahabat kecilnya tersebut, ia melihat raut sedih dalam wajah tersebut.
"Maaf, bukan aku bermaksud-"
"Tak apa ge. Mungkin memang bukan jalannya aku memiliki keistimewaan sepertimu atau yang lainnya." Ucap pria bersurai coklat, ia menunduk menutupi kesedihannya.
Tak ingin membuat wajah muram itu semakin bersedih pada sosok sahabat kecilnya itu , Jeonghan hanya dapat meminta maaf dan mengusap punggungnya menenangkan. Pria bersurai coklat itu adalah Xu Minghao atau dulu ketika sekolah dasar ia sering memanggil dengan sebutan the8. Namun, itu dulu sebelum kedua orangtua the8 pergi meninggalkannya tuk selamanya.
Hingga tak terasa, perjalanan mereka dengan sedikit peecakapan masa lalu telah membawa mereka pada rumah gaya orde lama milik suami Minghao -JunHui-. Ya, kini Jeonghan tinggal bersama pasangan JungHao di Shenzhen, China. Awalnya setelah ia pergi dari upacara pernikahan tersebut, Jeonghan pergi bersama Soo yoong -teman semasa sekolah menengah- dan menginap di daerah Gyeonggi-do selama 3 hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Listen In Secret _ {JeongCheol}
Novela JuvenilSosok seorang Choi (yoon) Jeonghan yang ingin berusaha hidup bersama sang Suami, entah itu harus merelakan dirinya tersakiti ataupun bahagia dengan caranya sendiri. Selamat membaca..👬