Jilid 39/50

1.7K 18 0
                                    

Dara itu benar-benar cantik luar biasa. Kedua kakinya tidak bersepatu, telanjang dan bersih, tampak putih kemerahan di balik pakaiannya yang terbuat dari sutera longgar, pakaian tidur yang khusus dibuat untuk selir-selir kaisar, hanya merupakan kain sutera tipis menyelimuti tubuh dan membayangkan bentuk tubuh yang padat menggairahkan, penuh lekuk lengkung yang menantang. Ketika dara itu tiba di depan pembaringan yang hanya kasur terletak di atas lantai, dia menjatuhkan diri berlutut, menelungkup sehingga kedua lengannya rebah di atas lantai di depan kepalanya, pangkal kedua lengan menutupi muka, rambutnya tergerai lepas di atas lantai. Kulit leher yang putih kemerahan dan halus membayang dari celah-celah rambut yang tersibak, dan sebagian lengan yang dilonjorkan keluar dari selimutan sutera, tampak putih bersih dan halus bagaikan lilin diraut!

Kaisar terpesona. Tubuh yang muda dan sempurna, tidak terlalu besar tidak terlalu kecil, tidak terlalu tinggi atau pendek. Cuping hidungnya bergerak mencium keharuman yang keluar dari rambut dan leher agak terbuka penutupnya itu, dan dengan suara agak gemetar Kaisar berkata halus, "Bangunlah...!"

Tubuh yang berlutut setengah menelungkup di atas lantai batu pualam dan yang tadi tidak bergerak-gerak itu menggigil sedikit, lalu kedua lengan diangkat, dan tubuh itu bangkit duduk. Wajahnya tampak cantik jelita dan segar kemerahan kedua pipinya, mulut yang amat manis bentuknya membentuk senyum malu, senyum ditahan yang membuat bibir itu gemetar halus, kedua mata yang lebar setengah terpejam dengan pandangan menunduk sehingga bulu mata yang lentik panjang membentuk bayang-bayang di atas pipi, leher yang panjang itu tampak jelas, kepalanya agak dimiringkan. Kaisar makin terpesona, kini dia duduk dan mengembangkan kedua lengannya sehingga pakaian tidurnya terbuka memperlihatkan dada yang bidang dan perut yang mulai menggendut.

"Juwita sayang... jangan takut dan malu, ke sinilah...," kembali Kaisar berbisik.

Muka itu makin menunduk, bibirnya merekah dan tampak deretan gigi seputih mutiara menggigit sebelah dalam bibir bawah, kemudian dara itu bergerak maju dengan menggunakan kedua lututnya, menghampiri Kaisar. Begitu tiba dekat, Kaisar sudah menerkamnya dengan pelukan penuh gairah.

Para thaikam yang menjaga di luar kamar itu mendengarkan suara di dalam kamar dengan wajah tidak berubah sama sekali. Mereka sudah terbiasa dan keadaan mereka sebagai orang kebiri telah melenyapkan pula perasaan halus mereka. Mereka berdiri berjaga dengan sikap sama sekali tidak mengacuhkan. Akan tetapi yang amat tersiksa adalah gadis-gadis pelayan yang terpaksa memejamkan mata dan menggigit bibir mendengarkan segala kemesraan yang berlangsung di dalam kamar Kaisar. Wajah mereka sebentar pucat sebentar merah.

Kaisar seperti mabuk dalam nafsunya sehingga kehilangan kewaspadaan, tidak mendengar kegaduhan yang terjadi di luar kamarnya. Padahal, terdengar bentakan tertahan sebelum para pengawal thaikam itu roboh tewas, dan seorang di antara para gadis pelayan sempat menjerit kecil sebelum dia roboh pula seperti teman-temannya. Kaisar yang tergila-gila kepada dara bermata biru itu, yang mabok dalam buaian nafsunya sendiri, sama sekali tidak tahu bahwa di luar kamarnya darah berlepotan membanjiri lantai.

Bukan hanya ini saja kelengahannya, bahkan dia juga tidak tahu betapa dara yang membuatnya seperti gila, yang sempat mengeluarkan rintihan merayu, dengan kedua lengan yang halus dan jari-jari tangan yang membalas belaiannya, juga merupakan maut yang siap mencabut nyawanya! Tanpa terlihat oleh Kaisar, dua buah jari tangan yang halus meruncing dan indah itu kini telah menjepit sebatang jarum dan jari-jari tangan yang mengandung tenaga kuat itu siap untuk menusukkan jarum ke dalam otak di kepala Kaisar melalui pusat di tengkuk!

Tiba-tiba tampak sinar berkelebat dari arah pintu kamar. Dara dalam pelukan Kaisar itu tiba-tiba mengeluarkan suara menjerit nyaring lalu tubuhnya berkelojotan dalam sekarat! Tentu saja Kaisar menjadi terkejut sekali, serta-merta meloncat, menyambar pakaiannya dan membalikkan tubuh memandang ke arah pintu. Pintu telah terbuka dan di tengah pintu tampak seorang wanita setengah tua yang cantik, gagah dan mengerikan karena mukanya yang cantik itu putih seperti kapur! Wanita itu segera menjatuhkan diri berlutut ke arah Kaisar!

Kaisar yang terkejut sekali itu dapat menguasai diri dan membentak marah, "Siapa engkau sungguh berani mati sekali! Pengawal...!"

"Hendaknya Paduka ketahui bahwa semua pengawal dan pelayan telah terbunuh dan nyaris Paduka juga terancam maut di tangan perempuan itu." Wanita bermuka putih itu berkata tanpa mengangkat muka dan dengan sikap hormat, akan tetapi juga dingin.

Kaisar yang sudah bangkit berdiri itu membalik dan memandang ke arah dara yang tadi membuatnya mabok dan lupa segala. Tubuh yang mulus dan indah itu masih membujur telentang di atas kasur, dengan sikap menggairahkan, akan tetapi kini sudah tidak bergerak lagi, sudah tidak bernyawa dengan pelipis terluka mengeluarkan darah. Akan tetapi bukan tubuh itu dan bukan luka itu yang membuat Kaisar terbelalak, melainkan jari tangan yang menjepit sebatang jarum hitam!

"Apa... apa yang telah terjadi...?" Kaisar bertanya tergagap karena merasa heran dan tidak mengerti.

"Harap Sri Baginda mengampunkan hamba yang bertindak lancang ini. Persekutuan pemberontak telah merencanakan ini semua, dipimpin oleh Koksu. Perempuan ini adalah seorang kaki tangan Koksu yang bertugas merayu dan membunuh Paduka dengan tusukan jarum beracun. Sedangkan para thaikam pengawal di bagian istana ini telah dibunuh oleh kaki tangan pemberontak. Karena tadi melihat betapa perempuan ini hampir saja membunuh Paduka, terpaksa hamba tidak sempat memberi tahu dan turun tangan membunuhnya."

"Apa...?! Pemberontak? Koksu?! Heii, wanita, jangan engkau lancang bicara! Dosamu sungguh besar...!"

Tepat pada saat itu pula muncul dua orang bersorban di belakang wanita itu. Mereka menggerakkan tangan dan dua batang pisau terbang meluncur ke dalam kamar. Wanita itu berseru, tubuhnya mencelat ke depan dan sekali sambar dia telah berhasil menangkap dua batang pisau yang menyerang Kaisar, kemudian dengan kecepatan kilat dia telah menyambitkan pisau-pisau rampasan itu ke belakangnya. Dua orang Nepal itu memekik dan roboh terjengkang dengan dada tertusuk pisau mereka sendiri!

Kini barulah Kaisar yakin akan kebenaran kata-kata wanita aneh itu. "Aihhhh... lekas ceritakan dengan singkat, apa yang terjadi!"

"Hamba bernama Lulu dan secara kebetulan saja hamba tahu akan persekutuan busuk ini. Pemberontakan direncanakan oleh Pangeran Yauw Ki Ong dan dibantu oleh Koksu beserta kaki tangan mereka, bahkan di perbatasan utara telah dipersiapkan tentara pemberontak gabungan, dibantu orang-orang Nepal, Mongol dan Tibet. Hamba tidak tahu banyak, akan tetapi untung hamba tidak terlambat ketika Paduka terancam..."

"Hemm, jasamu cukup dan kami berterima kasih kepadamu. Lulu namamu? Engkau wanita Mancu? Seperti pernah aku mendengar nama ini. Lulu, sekarang kuperintahkan engkau untuk membasmi para pembunuh di istana puteri ini. Kuberi kekuasaan penuh kepadamu."

"Akan tetapi Paduka? Hamba harus menjaga Paduka..."

"Aku akan kembali ke istana melalui jalan rahasia di dalam kamar ini. Jangan khawatir, sebentar lagi pengawal-pengawalku akan membantumu sehingga tidak seorang pun pembunuh akan lolos. Lakukanlah perintahku!"

Wanita itu yang bukan lain adalah Lulu atau bekas Ketua Pulau Neraka, memberi hormat lalu berkelebat keluar dari kamar itu. Kaisar memandang ke arah tubuh jelita yang kini telentang menjadi mayat, menghela napas panjang penuh penyesalan, lalu menghilang di balik sebuah pintu rahasia yang muncul ketika Kaisar menekan tombol di sudut kamar.

Dengan gerakan ringan bagaikan seekor burung walet Lulu meloncat keluar dari dalam kamar. Sambaran senjata rahasia membuat dia waspada, tubuhnya mengelak dan sekali meloncat dia telah naik ke atas sebuah meja. Dari belakang muncullah empat orang bersorban yang bersenjata golok melengkung. Golok mereka itu berlepotan darah dan dengan ganas mereka menyerang Lulu.

"Sing-sing... crak-crakkkk!" Meja di mana Lulu tadi berdiri pecah-pecah tertimpa senjata tajam, akan tetapi Lulu sendiri sudah lenyap dari situ dan tahu-tahu telah berada di belakang dua orang Nepal itu, membalas serangan dengan tamparan-tamparan kedua tangannya.

Dua orang Nepal itu bukanlah orang-orang biasa, melainkan jagoan-jagoan pilihan yang bertugas membantu dan mengawal wanita yang akan membunuh Kaisar. Mereka ini terdiri dari dua belas orang Nepal dan tiga orang Han, dan semua thaikam yang menjaga di istana bagian puteri ini telah mereka bunuh. Tamparan Lulu dapat mereka elakkan, bahkan mereka memutar tubuh sambil menyerang lagi dengan golok.

Akan tetapi yang mereka hadapi adalah Lulu, bekas Ketua Pulau Neraka yang memiliki kesaktian luar biasa. Biar pun tamparan-tamparannya luput, melihat dua orang Nepal itu balas menyerang dengan golok, Lulu sama sekali tidak mengelak, bahkan kedua tangannya mengembang menyambut golok-golok itu.

"Trak-trakkkkkk!"

Dapat dibayangkan betapa kaget hati kedua orang Nepal itu melihat golok mereka dapat dicengkeram dan patah-patah oleh jari-jari tangan yang kecil halus itu, akan tetapi sebelum mereka sempat melanjutkan rasa kaget, keduanya sudah roboh dengan urat-urat leher putus terkena 'bacokan' kedua tangan Lulu!

"Hati-hati, kepung dia...!" Tiba-tiba terdengar bentakan seorang Nepal yang berdiri di sudut.

Orang ini berbeda dengan yang lain, tidak membawa senjata, bahkan agaknya dia sedang asyik minum arak dari sebuah guci yang didapatnya di istana itu. Kemudian terdengar dia bicara dalam bahasa Nepal, dan orang-orang bersorban dibantu oleh tiga orang Han yang gerakannya ringan gesit kini mengurung Lulu dengan gerakan teratur. Agaknya kakek Nepal yang minum arak itu tahu akan kelihaian Lulu dan sudah mengatur anak buahnya untuk mengurung dan membentuk barisan!

Lulu berdiri di tengah-tengah ruangan yang luas. Dia diam tak bergerak, hanya kedua matanya saja yang bergerak mengerling ke kanan kiri mengikuti gerak-gerik para pengurungnya. Dia melihat betapa mereka itu membentuk garis pat-kwa dan mulai mengeluarkan suara seperti bernyanyi atau berdoa! Mula-mula Lulu memandang rendah, sungguh pun dia bersikap hati-hati dan tidak tergesa-gesa bergerak, akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika suara nyanyian itu makin lama makin tidak enak sekali memasuki telinganya, seperti menusuk-nusuk dan dia mulai menjadi pening!

Yang paling nyaring suaranya adalah orang Nepal yang tidak ikut mengurung, yaitu kakek Nepal yang masih memegang guci arak dan kini kakek itu berada di loteng, menonton ke bawah sambil bernyanyi-nyanyi memimpin anak buahnya! Lulu tidak tahu bahwa mereka itu mempergunakan ilmu hitam untuk menundukkannya.

Tak tertahankan lagi kepeningan kepalanya dan Lulu terpaksa memejamkan matanya. Pada saat itu, terdengar aba-aba dari atas loteng dan tiga di antara orang-orang Nepal menubruk maju dan menggerakkan senjata mereka. Seorang bersenjata golok, seorang menusuk dengan pisau-pisau belati di kedua tangan, dan orang ketiga menghantamkan sebuah ruyung!

Lulu merasa pening dan telinganya seperti ditusuk-tusuk, akan tetapi dia merasa akan datangnya serangan. Dengan kemarahan meluap-luap, wanita sakti ini mengeluarkan jerit melengking yang tidak lumrah suara manusia, seperti suara iblis saja. Dia tidak mengelak, melainkan langsung menubruk maju menyambut serangan-serangan itu dengan kedua lengan dikembangkan, kedua tangan dengan jari-jari terbuka mencengkeram ke depan!

Tanpa disengaja, Lulu telah membuyarkan pengaruh suara nyanyian yang mengandung ilmu hitam itu, yaitu ketika dia menjerit dengan pengerahan khikang saking marah tadi. Akibat dari terjangannya yang dahsysat, senjata-senjata tiga orang itu terpental ke belakang, seorang Nepal kena dicengkeram dadanya oleh tangan kiri Lulu sehingga jari-jari tangan wanita itu menancap masuk dan merobek dada, seorang lagi terlempar oleh tamparan yang mengenai kepala, sedangkan orang ketiga langsung terhuyung-huyung mundur ketakutan!

Lulu melemparkan orang yang dicengkeram dadanya, kemudian cepat meloncat ke belakang melampaui kepala para pengurungnya karena pada saat itu sudah datang pula senjata-senjata para pengeroyok menyerangnya seperti hujan lebat! Loncatan Lulu yang amat gesit ini sama sekali tidak disangka-sangka oleh para pengurungnya, demikian cepat laksana kilat menyambar gerakan Lulu dan tahu-tahu wanita itu telah berada di atas sebuah meja!

Orang-orang Nepal itu cepat mengurung lagi dan serentak maju menyerang, akan tetapi kini Lulu yang sudah marah mulai mengamuk dan wanita perkasa ini tidak pernah meninggalkan meja dan meja itu bergerak menerjang ke kanan kiri, melayang-layang menggantikan kaki wanita perkasa itu! Terjadilah pertempuran yang aneh dan hebat sekali. Karena dia selalu berada di atas meja, tidak mudah bagi pengeroyok untuk menyerangnya tanpa terancam bahaya pukulan-pukulan mengandung hawa sinkang yang dilancarkan Lulu dari atas meja, membuat mereka tak berani mendekat karena siapa yang terlalu dekat, kalau tidak terpelanting oleh pukulan jarak jauh, tentu roboh oleh sambaran jarum-jarum rahasia yang dilepas oleh bekas Ketua Pulau Neraka itu.

Betapa pun juga, karena rata-rata orang-orang Nepal itu memiliki kepandaian tinggi, Lulu juga tidak berani bersikap sembrono dan memandang rendah. Ia selalu membuat mejanya melayang ke luar dari kepungan setiap kali para pengeroyoknya berusaha untuk mengepungnya. Ketika dia berhasil merobohkan empat orang pula dan pihak pengeroyok mulai menggunakan pisau-pisau terbang, tiba-tiba meja itu melayang ke atas loteng!

Kakek Nepal yang tadinya minum arak dan memandang rendah karena yakin bahwa kepungan anak buahnya tentu akan merobohkan wanita itu, menjadi kaget dan penasaran sekali. Ditenggaknya arak dari guci, kemudian dia bergerak meloncat menyambut Lulu yang melayang bersama mejanya ke atas loteng, dan disemburkanlah arak dari mulutnya ke arah Lulu.

Wanita ini mengerti bahwa ada serangan dari belakang. Mejanya berputar dan ia menghadapi kakek Nepal itu. Melihat ada gumpalan seperti uap hitam kemerahan menyerangnya, Lulu cepat menggerakkan tangan mendorong sambil mengerahkan sinkang. Uap arak itu membuyar, akan tetapi Lulu terkejut bukan main melihat betapa uap itu seolah-olah hidup, terpecah-pecah dan seperti serombongan ular terbang, terus menyerang ke arah mukanya! Dan pada saat itu, kakek Nepal sudah melontarkan guci yang kosong ke arah meja yang diinjaknya.

"Desssss!"

Lulu lebih memperhatikan serangan uap aneh ke arah mukanya, maka dia meloncat ke atas meninggalkan mejanya yang pecah berantakan dihantam guci, kemudian di udara dia berjungkir balik, melayang ke arah kakek Nepal melampaui gumpalan uap tadi, langsung menghantam dengan Ilmu Pukulan Toat-beng Bian-kun!

Kakek Nepal itu sesungguhnya hanya kuat ilmu hitamnya dan dia terlalu memandang rendah Lulu, tidak tahu bahwa wanita itu adalah bekas Ketua Pulau Neraka yang tersohor. Melihat wanita itu dapat menghindarkan serangan uap araknya dan kini melayang sambil memukulnya dengan dorongan telapak tangan yang membawa angin pukulan halus, dia terkekeh, lalu melonjorkan tangan menyambut pukulan tangan Lulu dengan niat menangkap tangan wanita itu!

"Plakkk!"

Telapak tangan kakek itu bertemu dengan telapak tangan Lulu, dan kakek itu terkekeh makin girang ketika merasa betapa telapak tangan itu halus, lunak dan hangat, sama sekali tidak mengandung tenaga sinkang yang kuat. Akan tetapi, dia sama sekali tidak tahu bahwa Pukulan Toat-beng Bian-kun adalah semacam pukulan halus yang amat berbahaya.

Lulu memperoleh ilmu pukulan mukjizat ini dari Nenek Maya yang sakti, dan setelah dia tinggal di Pulau Neraka, pukulan ini diperhebat dengan hawa beracun. Jangankan baru kakek Nepal ini yang tidak berapa tinggi ilmunya, biar orang-orang terkuat di dunia kang-ouw jaranglah kiranya yang akan kuat menerima pukulan ini secara terbuka seperti itu.

Suara ketawanya tiba-tiba berubah menjadi pekik mengerikan, tubuhnya seketika kaku seperti kemasukan api halilintar dan begitu tangan kiri Lulu menyusul dengan tamparan mengenai kepalanya, kedua telapak tangan yang saling menempel tadi terlepas, tubuh kakek Nepal terjengkang dan dia sudah tewas dengan muka berubah hitam!

Gegerlah orang-orang Nepal melihat betapa pemimpin mereka tewas. Mereka tadinya berloncatan mengejar ke atas loteng dan kini Lulu mengamuk, merobohkan tiga orang lagi. Sementara itu di antara mereka ada yang sudah melihat wanita yang ditugaskan membunuh Kaisar menggeletak tanpa nyawa di dalam kamar peraduan, maka maklumlah mereka bahwa usaha mereka gagal sama sekali. Mulailah mereka menjadi panik dan berusaha untuk melarikan diri.

Akan tetapi, Lulu yang telah menerima perintah kaisar, tidak membiarkan mereka lolos. Dia selalu berkelebat menyerang dan merobohkan lawan yang hendak melarikan diri dan tidak lama kemudian, muncullah pasukan pengawal yang dipimpin oleh Kaisar sendiri dari pintu samping! Pasukan pembunuh menjadi makin kacau, mereka melawan mati-matian akan tetapi akhirnya mereka roboh semua seorang demi seorang!

Pada saat itu telah menjelang fajar dan beberapa detik setelah orang terakhir pasukan pembunuh roboh, daun jendela ruangan itu pecah dan dua sosok tubuh melayang masuk ke ruangan itu. Lulu memandang kaget saat mengenal bahwa yang baru masuk melalui jendela ini bukan lain adalah Ketua Thian-liong-pang si wanita berkerudung bersama dara jelita Milana. Kedua orang itu memegang pedang terhunus!

"Tangkap Ketua Thian-liong-pang, sekutu pemberontak!" Tiba-tiba kaisar membentak marah.

Dia sudah mendengar akan kerja sama antara Koksu dan Thian-liong-pang yang tadinya dia setujui saja karena dia percaya kepada Koksu. Tetapi setelah kini ternyata Koksu memberontak, tentu saja Thian-liong-pang juga merupakan pemberontak, dan agaknya Ketua Thian-liong-pang inilah yang memimpin pasukan pembunuh. Kaisar hanya menerima laporan Koksu tentang Ketua Thian-liong-pang yang katanya amat lihai dan seorang wanita berkerudung yang penuh rahasia.

Mendengar bentakan kaisar ini, lima orang pengawal menerjang maju dengan senjata terhunus, mengurung dan hendak menyerang.

"Jangan lancang!" Nirahai, wanita berkerudung itu membentak sambil menggerakkan tangan kiri dan lima orang pengawal itu terpelanting ke kanan kiri! Melihat ini para pengawal terkejut dan Kaisar sendiri pun kaget sekali.

"Biarkan hamba yang menghadapinya!" Lulu berkata lantang, sekali kakinya bergerak, tubuhnya sudah melayang ke depan Nirahai. Untuk kedua kalinya, dalam keadaan dan tempat yang jauh berlainan dari yang pertama, dua orang wanita sakti ini saling berhadapan!

Bagaimanakah Nirahai, Ketua Thian-liong-pang itu dapat muncul secara tiba-tiba di situ bersama puterinya? Telah kita ketahui, Nirahai bersama Bu-tek Siauw-jin menghadapi pengeroyokan Bhong-koksu dan Maharya yang dibantu oleh banyak sekali perwira dan pengawal yang kuat. Pertandingan hebat itu terjadi di dalam taman di istana Koksu dibantu oleh Maharya dan banyak tokoh Tibet dan Mongol yang lihai sekali, namun Nirahai dan Bu-tek Siauw-jin mengamuk dan merobohkan banyak orang dalam usaha mereka membobol keluar dari kepungan.

Tadinya Nirahai berniat akan mengamuk terus sampai dia berhasil membunuh Bhong-koksu yang telah memberontak kepada Kaisar dan bersekutu untuk membunuhnya dan menghancurkan Thian-liong-pang. Akan tetapi ketika mendengar betapa pada saat itu Koksu telah mengirim pasukan untuk menyerbu Thian-liong-pang, dia menjadi khawatir sekali dan bersama dengan Bu-tek Siauw-jin yang sudah bosan bertempur, dia membuka jalan darah untuk keluar dari kepungan.

Kepandaian Ketua Thian-liong-pang ini, terutama dengan adanya Bu-tek Siauw-jin kakek aneh yang memiliki kesaktian tidak lumrah manusia, membuat kepungan Bhong-koksu dan kaki tangannya kurang kuat dan akhirnya, setelah merobohkan banyak lawan, dua orang sakti itu berhasil membobol kepungan dan melarikan diri ke luar dari taman di belakang istana Koksu.

Mereka lari berpencar. Nirahai langsung menuju keluar dari kota raja untuk pergi ke markasnya, sedangkan Bu-tek Siauw-jin keluar pula dari kota raja untuk mencari jejak muridnya. Baru saja Nirahai keluar dari tembok kota raja, dia bertemu dengan Milana yang berlari-lari.

"Milana...!" dia memanggil dengan hati merasa tidak enak. Puterinya bertugas menjaga di markas dan kalau tidak terjadi sesuatu, tak mungkin Milana berani meninggalkan markas Thian-liong-pang.

"Ibu...!" Melihat ibunya, Milana terus saja menangis sehingga hati Nirahai makin tidak enak lagi.

"Apa yang terjadi?" Nirahai bertanya sambil memeluk pundak puterinya yang menangis terisak-isak.

Dengan suara terputus-putus Milana lalu menceritakan penyerbuan pasukan Koksu yang dipimpin Thian Tok Lama sehingga tokoh-tokoh Thian-liong-pang tewas semua, anak buah mereka pun sebagian besar tewas dan hanya sedikit saja yang kiranya dapat melarikan diri. Mendengar penuturan ini Nirahai marah bukan main.

"Anjing pengkhianat Bhong Ji Kun...!" Dia memaki dan mengepal tinju.

"Kita harus membalaskan kematian Bibi Wi Siang dan yang lain-lain, Ibu." Milana berkata penuh sakit hati.

"Bagaimana engkau dapat lolos?" Tiba-tiba Nirahai bertanya.

Milana lalu meceritakan betapa dia dijadikan tawanan dan ditolong oleh Gak Bun Beng. "Dia memaksa aku melarikan diri dan memberikan pedang Hok-mo-kiam ini untuk diserahkan kepada Ayah."

"Hemmm..., anak itu memang baik sekali. Sungguh tidak disangka. Milana, sekarang juga kita harus menghadap Kaisar. Agaknya sudah tiba saatnya aku kembali kepada kerajaan, membantu kerajaan dan membasmi Koksu pengkhianat itu dan kaki tangannya."

Demikianlah, ibu dan anak itu dengan cepat malam itu juga pergi ke istana dan tiba di istana menjelang pagi. Sebagai bekas puteri kaisar, tentu saja dengan mudah Nirahai dapat menyelundup ke istana dan langsung menuju ke bangunan istana bagian puteri karena di waktu larut malam seperti itu dia tidak berani mengganggu Kaisar. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia bersama Milana melihat keributan di istana bagian ini, melihat banyak thaikam menggeletak tewas dan banyak pula orang-orang bersorban tewas, bahkan di ruangan dalam masih terjadi pertempuran dan teriakan-teriakan para pengawal kaisar yang membantu Lulu membunuh orang-orang Nepal.

Ketika mendengar bentakan Kaisar yang menganggapnya sebagai sekutu Koksu dan perintah Kaisar untuk membunuhnya, Nirahai berdiri tegak dan dia mendorong roboh lima orang pengawal yang menyerangnya. Kini Lulu berdiri di depannya dengan sikap menantang!

"Hemm, sungguh tidak kusangka kita akan saling bertemu lagi di sini, Thian-liong-pangcu! Lebih-lebih lagi tidak kusangka bahwa engkau begitu keji dan palsu, bersekutu dengan pemberontak untuk membunuh Kaisar! Setelah berada di depan Sri Baginda, engkau masih banyak berlagak. Orang lain boleh jadi takut kepadamu, akan tetapi aku tidak!" Lulu berkata, dan diam-diam dia merasa tidak suka kepada wanita berkerudung yang telah mengancam puteranya dan yang telah menolak pinangannya itu.

"Kurung para pemberontak! Jangan biarkan mereka lolos!" Kaisar berseru lagi ketika dari pintu-pintu ruangan itu bermunculan pengawal-pengawal yang mendengar akan peristiwa di istana bagian puteri dan cepat memimpin pasukan untuk membantu. Kini tempat itu penuh dengan pasukan pengawal dan semua pintu dijaga ketat sehingga tidak ada jalan keluar lagi bagi Nirahai dan Milana.

"Pemberontak rendah, bersiaplah untuk mati!" Lulu membentak dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, menyerang Nirahai dengan pukulan-pukulan dahsyat. Karena dia maklum bahwa lawannya ini adalah seorang yang sakti, maka begitu menyerang, Lulu telah mainkan jurus dari Ilmu Silat Sakti Hong-in-bun-hoat dan tenaga pukulannya adalah Ilmu Toat-beng-bian-kun!

"Plak! Plak! Heiiiittt!"

Lulu melancat ke belakang setelah berseru nyaring, penuh keheranan karena Ketua Thian-liong-pang itu menangkis dan menghadapi serangannya dengan ilmu silat dan tenaga pukulan yang sama!

"Aihh, ternyata betul kabar yang tersiar bahwa Ketua Thian-liong-pang adalah pencuri ilmu yang tak tahu malu!" bentak Lulu dengan penuh kemarahan.

"Lulu, betapa bodohnya engkau!" Tiba-tiba suara di balik kerudung ini berubah halus dan Lulu tersentak kaget.

"Kau... kau... siapakah...?"

Pada saat itu Milana telah menjatuhkan diri, berlutut menghadap kepada Kaisar sambil menangis dan berkata, "Mohon Sri Baginda sudi mengampunkan hamba dan ibu hamba...! Thian-liong-pang sama sekali bukan pemberontak, bahkan sebaliknya. Thian-liong-pang selalu membantu kerajaan! Karena itulah, baru saja kemarin, Thian-liong-pang diserbu dan dihancurkan oleh pasukan pemberontak Koksu pengkhianat. Para pembantu Ibu tewas semua dan hamba sendiri pun nyaris tewas... harap Paduka sudi mengampunkan ibu dan Ibu... Ibu... selamanya... setia kepada Paduka..."

Milana tak dapat melanjutkan kata-katanya karena dia sudah menangis tersedu-sedu. Baru sekarang ini dia bertemu dengan Kaisar yang sebetulnya masih kakeknya sendiri! Dia menangis bukan karena takut melihat ancaman terhadap ibunya dan dia, tetapi merasa berduka dan terharu.

Lulu juga mendengar ucapan ini. Dia ragu-ragu dan memandang wanita berkerudung itu dengan bingung. Sekarang wanita berkerudung itu pun menjatuhkan diri berlutut menghadap Kaisar dan terdengar suaranya lantang.

"Sesungguhnyalah apa yang dikatakan oleh puteri hamba Milana itu. Semenjak dahulu, hamba adalah puteri Paduka yang setia..." Nirahai merenggut kerudung yang menutupi mukanya dan tampaklah wajah yang cantik agung dan diliputi penderitaan batin itu.

"Suci (Kakak Seperguruan)...!" Lulu menjerit saking kagetnya karena sedikit pun tidak pernah diduganya bahwa Ketua Thian-liong-pang, ibu Milana, adalah Nirahai!

"Nirahai...!" Kaisar juga berseru girang, lalu melangkah maju. "Aihhh... jadi engkaukah yang selama ini menjadi Ketua Thian-liong-pang? Dan gadis ini... dia anakmu...?"

Nirahai menggandeng tangan Milana, dibawa menghadap kemudian berlutut di depan Kaisar. "Harap Paduka sudi mengampunkan hamba, Milana adalah anak hamba dan..."

"...dan dia cucuku! Ahhhhh!" Sang Kaisar menyentuh kepala Milana dengan ujung jari tangannya. "Nirahai, sukurlah bahwa engkau sudah kembali. Sekarang, aku serahkan seluruh pengawal. Seperti dahulu, pimpinlah mereka membersihkan pemberontak-pemberontak laknat itu! Tangkap Yauw Ki Ong dan Bhong Ji Kun, seret mereka ke pengadilan! Dan... wanita bernama Lulu ini, siapakah dia? Sumoi-mu?"

"Dia adalah Lulu, Sumoi hamba dan... dialah bekas Ketua Pulau Neraka yang telah dibasmi oleh pasukan kerajaan." Nirahai berkata dan Lulu sudah menjatuhkan diri berlutut.

Kaisar mengelus jenggotnya dan menarik napas panjang. "Hemmm..., semua adalah gara-gara perbuatan Bhong Ji Kun yang khianat. Dialah yang melaporkan kepadaku bahwa Pulau Es dan Pulau Neraka merupakan kekuatan-kekuatan berbahaya dan perlu dibasmi, dan aku selalu percaya kepadanya. Apa lagi karena aku mengira bahwa engkau berada di Pulau Es... ahh, benar-benar menyesal sekali aku, telah mendengar bujukan Si Palsu itu."

"Baik Thian-liong-pang, Pulau Es, dan Pulau Neraka tidak pernah memusuhi kerajaan!" Nirahai berkata dan Lulu hanya menundukkan mukanya karena dia benar-benar menjadi bingung sekali setelah mendapat kenyataan bahwa Ketua Thian-liong-pang adalah Nirahai. Jadi puteranya, Wan Keng In, tergila-gila kepada anak Nirahai? Dan anak Nirahai berarti anak... Han-koko, pikirnya terharu dan terkejut, karena bukankah suci-nya itu pernah menjadi isteri Suma Han Si Pendekar Super Sakti?

"Si keparat Bhong Ji Kun yang berdosa. Nirahai, dan engkau Lulu, aku menyerahkan tugas dan kekuasaan kepada kalian berdua untuk membasmi pemberontak. Setelah itu barulah kita bicara. Nah, terimalah pedangku sebagai lambang kekuasaan tertinggi!"

Kaisar meloloskan pedang yang sarungnya bertahtakan naga dan burung Hong, menyerahkan pedang itu kepada Nirahai yang menerimanya sambil berlutut. Kemudian, dikawal oleh pengawal-pengawal pribadinya, Kaisar mengundurkan diri dan Nirahai lalu mengajak Lulu dan Milana untuk mengatur pasukan bersama para panglima istana yang kini menganggap Nirahai sebagai kepala mereka. Para panglima yang tua tentu saja masih mengenal Nirahai dan mereka girang sekali mendapatkan pimpinan wanita sakti ini karena yang mereka lawan adalah Koksu yang dibantu oleh banyak orang lihai.

Akan tetapi, ketika Nirahai yang dibantu oleh Lulu mengerahkan pasukan untuk membikin pembersihan, ternyata bahwa Pangeran Yauw Ki Ong, Bhong-koksu dan semua pembantunya, diam-diam telah lolos dari kota raja dan melarikan diri ke utara untuk bergabung dengan sekutu mereka dan membentuk barisan untuk menyerang kerajaan secara terbuka! Dengan penuh rasa penasaran, Nirahai lalu mengerahkan pasukan, melakukan pengejaran ke utara, tetap dibantu oleh Lulu. Ada pun Milana tidak ikut membantu ibunya karena dara ini bersikeras untuk mencari ayahnya, menyerahkan pedang Hok-mo-kiam dan juga diam-diam dara ini mengkhawatirkan keadaan Bun Beng yang sama sekali tidak dia ketahui bagaimana nasibnya.

Berangkatlah pasukan besar yang dipimpin oleh Puteri Nirahai, menuju ke perbatasan utara untuk mengejar para pemberontak. Semangat pasukan itu besar sekali karena mereka menaruh kepercayaan penuh kepada Puteri Nirahai yang dahulu pun telah amat terkenal sebagai seorang pemimpin yang pandai dan gagah perkasa. Apa lagi karena Puteri Nirahai adalah puteri kaisar sendiri!

SEPASANG PEDANG IBLIS (seri ke 7 Bu Kek Siansu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang