CHAPTER 7

20 1 0
                                    

"Dimana aku, stttss" kepalanya terasa pecah saat ia ingin bangun dari ranjang kayu dengan alasnya berbentuk anyaman bambu, sepertinya ia ada di rumah anak tukang kayu, Jean.
Lantas kenapa, tangan, kaki dan kepalanya di balut kain perban?. Di bagian-bagian inilah yang teresa hancur.

"Kau sudah bangung rupannya?" Seorang laki-laki melangkah menghampirinya dengan sebuah mampan berisikan air hangat, untuk apa ?. Batin Karli, ia masih bingung kenapa ada di sini. Bukannya ia sekarang bersama Zean dan teman-temannya di dekat telaga distrik bawah tanah?. Dilihatnya ia juga cukup payah, langkah kakinya patah-patah seperti orang keseleo parah.

Langkah demi langkah ia lalui untuk dapat sampai di dekat Karli, setelah ia sampai, Jean mulai duduk di samping ranjang dengan meletakkan mampan berisikan air hangat itu di atas meja kayu bundar dekat ranjang Karli. Membantu Karli untuk berbaring lagi, seolah laki-laki ini tak mengizinkannya bergerak-gerak dari tempatnya.

Karli yang hanya mengamati setiap pergerakannya, mengambil kain dan membasahinya dengan air hangat yang ada di dalam mampan dan kemudian memeras kain itu agar air yang di resap oleh kain itu keluar dan saat di tempelkan tak terlalu banyak air.

Matanya kian berbinar melihat ketulusan hati dari kaum manusia ini, dan baru kali ini ia bertemu dengan manusia berhati malaikat seperti Jean, anak dari tukang kayu yang kini hidup sebatang kara.

Masih beruntung ia memiliki orang tua yang utuh dan begitu menyayanginya, Karli sekarang merindukan dua orang yang telah mengisi sanubarinya sejak kecil hingga sekarang.

Kain basah itu perlahan Jean tempelkan di dahi Karli yang sebelum itu Jaen melepas perban yang menyelimuti kepala gadis elf itu. Bekas memarnya semakin terlihat jelas, pastilah sekarang ia merasa sakit yang amat ia tahan dari tadi. "Sstt, pelan-pelan" tilah Karli yang merasa sakit ketika kain putih basah itu mulai menempel di dahinya.

"Wanita kuat sepertimu juga bisa sakit rupannya" Jean terkekeh pelan, dan kemudian menghembuskan nafas. Lekaki itu mendesah cukup kasar di depan Karli. Untuk saat ini Karli benar-benar tidak mengingat apapun, yang ada di dalam ingatannya sekarang adalah waktu mereka bersama dengan Zein dan tiga orang lainnya.

Kemudian ingatan itu mulai memudar layaknya kertas usam yang tak terpakai, semakin ia mengingat lebih jauh malah semakain sakit yang ia rasa di bagian kepalanya.

"Dimana Zein?, kenapa aku tak mengingat apapun. Apa yang terjadi sebenarnya?" Jean hanya menatapnya dengan perasaan iba, seolah ada sesuatu yang ingi ia sampaikan kepada gadis ini, namun ia lebih mengurungkan niatnya untuk menjaga perasaanya saat ini.

"Istirahatlah, mungkin dengan ini kau akan kembali mengingat segalanya dari awal hingga akhir!" Jean langsung berdiri dan melangkah meninggalkan Karli, "kau mau kemana, Jean?!" langkahnya terhenti, mengingat pertemuan pertamanya kepada Karli, Jean langsung bisa menebak bagaimana sifat asli dari diri Karli.

Dia gadis yang cukup cerdas untuk mengetahui sesuatu, bahkan kebenaran yang di sembunyikan saja ia langsung faham hanya dengan sikap dan gerak-gerik lawan bicaranya.

"Aku ingin keluar, kau istirahat saja" jawabnya dengan tanpa berbalik badan.
"aku merasa kau menyembunyikan sesuatu, entah apa itu" timpal Karli lirih. Memang sedari tadi Jean hanya mengalihkan pembicaraannya jika itu tentang Zein dan 3 orang lainnya, "aku tidak sedang menyembunyikan apapun" jawabnya dengan membalikkan badan menghadap Karli yang terbaring di ranjang kayu dengan alaskan anyaman bambu.

"Aku hanya memberi waktu untuk kau mengingat segalanya, sesungguhnya kebenaran itu sudah ada pada dirimu sendiri. Namun kau hanya membutuhkan waktu, itu saja."

"Dan selamat beristirahat, Karli" Setelah mengucap kalimat tersebut, Jean melangkahkan kakinya yang berniat untuk keluar dan sempat terhenti untuk memperjelas jawabannya. Dengan perasaan bersalah karena tak memberitahunya secara langsung kepada gadis itu. Biarkan sejenak, mungkin ingatannya perlu waktu untuk pulih, setelah 3 hari ini tak sadarkan diri.

ElfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang