BAGIAN 9 | B E N A R A D A ( NYA )

919 29 2
                                    

Selasa, 16 Mei

Aku kembali kesekolah sambil membawa buku yang dia berikan. Sejujurnya aku penasaran, kata-kata itu untuk siapa. Jika untuk 'dia', lalu mengapa dia memberikan bukunya padaku? Aku bingung memikirkannya.

Sesampai dikelas aku melihat teman-temanku sedang berkumpul entah sedang melakukan apa. Aku duduk disamping intanna dan membalikan badan kearah meja belakangku yang sedang berkumpul.

"Lagi ngapain kalian?" Tanyaku yang ikut bergabung bersama mereka.

"Lagi main TOD lah, biasa" sahut nurul.

"Ih gak ngajak, sebel" ucapku dengan candaan.

"Kamunya juga baru dateng" kata intanna yang ada disebelahku.

"Oh iya yah hahaa"

"Sok atuh kamu ikutan, biar seru" kata nurul padaku.

"Ok lah"

Kita memulai dari awal lagi. Kita bermain hanya 7 orang saja. Ditambah aku.

Botol itu berhenti tepat di depan Nurul dan Anggi yang mengajukan pertanyaannya.

"Truth or Dare?" Kata Anggi

"Or" jawan Nurul.

"Serius ih!"

"Yaudah, Truth" Jawab Nurul.

"Masih suka Deril?" Tanya Anggi.

"Privasi. Ganti pertanyaan" protes Nurul.

"Eits, gak bisa." tolak Anggi membuat Nurul kesal padanya.

"Sebel Anggi" celetuk Nurul.

"Bodo amat" acuh. Nurul diam tidak menjawab pertanyaan yang di beri Anggi.

"Cepetan jawab. Iya atau enggak" paksa Anggi.

"Mau jawaban jujur atau bohong?" Tanya Nurul menawarkan.

"Percuma, nanti juga akhirnya ketahuan juga" Ucap Anggi.

"Jawab dulu"

"Jawaban bohong" jawab Anggi.

"Yaudah"

"Yaudah cepet. Apa jawabannya?" Tagih Anggi seperti menagih hutang.

"Aku udah gak suka sama dia." Jawaban bohongnya.

"Oh, ternyata masih sukaa toh" celetuk Intanna menganguk-nganguk.

"Eh, dibilangin udah gak suka. Gak denger ya?" Tuding Nurul.

"Itukan jawaban bohong sayang" canda Intanna. Sedangkan Nurul, dia mengedikan bahunya acuh tak acuh

Botol itu berputar kembali, kali ini Intanna yang memutarkannya. Tidak lama botol itu berputar semakin pelan dan berhenti tepat di hadapanku.

Ah, mampus! Padahal aku berharap botol itu tidak berhenti di depanku.

Wajah Intanna tersenyum miring saat melihat botol itu berhenti lalu menatap kearahku.

"Biar aku yang kasih pertanyaan" pinta Intanna. Sedangkan perasaan ku saat ini was-was di buatnya.

"Truth Or Truth"

"Or" jawabku asal.

"Yang bener ih"

"Lagian kamu juga gak bener" elakku.

"Yaudah. Truth Or Dare"

"Dare"

"Gak, gak bisa. Harus Truth pokoknya" paksa Intanna.

"Lah terserah dong, kan aku yang pilih."

"Gak gak gak. Gak bisa. Khusus kamu mah Truth doang gak boleh ada Dare." Katanya membuatku heran.

"Lah"

"Ayo pilih Truth" kata Intana.

"Gak"

Aku sengaja tidak memilih Truth karena aku tahu apa yang akan Intanna tanyakan padaku. Sangat terlihat jelas di raut wajahnya.

"Yaudah kalo gak mau. Tapi jangan nyesel ya karena udah pilih Dare" ancam Intanna. Aku hanya acuh saja dan bertingkah bodo amat. Toh, ini hanya permainan saja.

"Gak akan. Apa Dare nya?" Tanyaku dengan nada yang terlihat menantang.

"Cium salah satu cowok di kelas!"
Dare Intanna.

Aku terkejut, begitupun dengan teman ku yang lain. Dare macam apaan ini? Hello! Ini cuma permainan ya, gak ada permainan kaya gitu! Dasar, Intanna gila!

Aku menatap tajam Intanna yang menatap kearahku seolah-olah berkata, ayo pilih mana, truth atau dare?

Aku mengatur nafasku dan dengan terpaksa langsung berpindah menjadi Truth. Gila saja jika aku harus mencium salah satu cowok yang ada di kelas. Hello, itu gak mungkin!.
Huh, sepertinya Intana sengaja melakukan itu. Menyebalkan.

"Ah intanna gila!" Maki ku kesal.

"Gimana, Truth atau Dare?"

"Truth" jawabku sinis. Sedangkan Intanna ia tersenyum penuh kemenangan.

"Dari tadi kek." Katanya, lalu melanjutkan, "ok langsung aja, Truth nya adalah ada hubungan apa kamu sama anak baru itu?"

Sudah aku duga intanna pasti akan menanyakan Itu. Huh.

"Gak ada" jawabku.

"Jujur deh Rel. Truth loh ini"

"Emang beneran gak ada apa-apa" kataku lagi.

"Oh gitu. Padahal aku liat kamu jalan sama dia" celoteh Intanna.

Aku menatapnya tajam, ck. Dasar ember emang.

Aku mengedikan bahu acuh, "cuma jalan doang kan gak pegangan."

"Tapi tetep aja pasti ada something" balas Intanna.

Aku menggelengkan kepalaku pelan lalu meraih botol kembali karena aku ingin mengakhiri pertanyaan Intanna yang gila itu.

"Lanjut" kataku.

Intanna menahan tanganku lalu berkata, "gak bisa. kamu belum jawab jujur." Cegahnya.

Aku memutar bola mata malas, "Aku udah jujur Intana."

Dia menggeleng kepala tegas, "belum."

Aku menghembuskan nafas. Pasrah dengan apa yang intana katakan. Sekarang yang aku harapan hanyalah bel masuk segera berbunyi.

"Ayo jawab" desak Intana.

"Iyayayayain aja lah"

"Ih sebel"

Tidak lama kemudian Bel masuk berbunyi, semua pemain kecewa. Terkecuali aku yang langsung menggulum senyum karena akhirnya semuanya berakhir dan terhindar dari pertanyaan intanna yang itu-itu saja. Perasaan ku lega. Berbanding terbalik engan Intanna yang mengecutkan bibirnya kecewa.

Bertepatan dengan bel masuk berbunyi, guru pun datang dan perlajaran siap untuk di mulai.

Aku tidak sengaja melihat dia yang baru saja masuk ke dalam kelas. Kita saling bertatapan beberapa detik saja, lalu kembali fokus ke dalam pelajaran yang sedang berlangsung.

Aku menjadi teringat dengan kata-kata dia yang dia tulis dibukunya,

Ternyata cinta sesederhana itu ya, Bertatapan mata saling pandang tanpa jeda yang sangat panjang.

Dan itu benar adanya.

Aku mencintainya tidak butuh untuk beberapa hari. bahkan beberapa waktu.

Aku mencintainya hanya beberapa detik saja.

1 detik. Itu cukup untukku mencintainya saat dia memberikan senyumannya untuk pertama kali padaku.

Dalam hitungan detik saja aku bisa mencintaimu. Apakah kau juga begitu?

Tentang Kamu ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang