37. SATE JAWA | WAJAH SPANYOL RASA JAWA?

124K 10.8K 2.6K
                                    

37. SATE JAWA|WAJAH SPANYOL RASA JAWA?

“Kulo tresno kaleh sampeyan. ”—AksaraDentaKaranva.

SAMPEYAN arep tuku sate pinten? (Kamu mau beli sate berapa?)” tanya penjual sate dengan kumis melintang di bawah hidunya dan jangan lupakan topi caping gunung yang terbuat dari anyaman bambu untuk menutupi kepala botak bapak penjual sate itu.

Setelah acara aliansi Ascargo dan DRAX87 selesai. Aksa mengajak Sastra makan di warung sate yang tak jauh dari markas. Jika ada sate Madura, sate Taichan, dan sate Padang. Maka di sini ada juga jenis sate Jawa. Bahan dan bentuk sate ini sama saja seperti sate biasanya. Namun ada bumbu rahasia yang membuat sate ini sangat enak dan spesial.

“Bapaknya ngomong apasih? Aku enggak paham,” bisik Sastra pada Aksa yang berdiri di sampingnya.

“Dia ngomong pake bahasa Jawa. Biar aku yang pesen satenya,” ujar Aksa.

“Kamu bisa bahasa Jawa?” tanya Sastra sedikit meragukan kemampuan Aksa.

“Kamu liat aja,” ujar Aksa lalu maju mendekati penjual sate yang sibuk mengipasi sate yang baru saja di bakar.

Kulo tumbas sate kaleh doso sunduk, (Saya beli sate dua puluh tusuk)” ujar Aksa pada penjual sate itu. Mohon maaf kalau masih ada kesalahan dalam bahasa jawanya. Authornya juga masih belajar ehe:b

Mangan ing kene utawa digawa mulih? (Makan disini atau di bawa pulang?)” tanya penjual sate itu sambil terus mengipasi satenya.

Dahar ing kene mawon, (Makan di sini saja),” jawab Aksa.

Sastra tercengang melihat Aksa sangat lancar berbahasa Jawa. Ternyata cowok blasteran darah Spanyol seperti Aksa bisa berbicara bahasa Jawa. Sastra yang asli Indonesia saja tidak bisa berbahasa Jawa. Padahal rumah Nenek Sastra berada di Jogja. Bukankah kelewatan sekali jika Sastra tidak bisa bahasa jawa? Tapi memang begitulah faktanya. Beberapa kali Sastra berusaha keras belajar bahasa Jawa. Namun hasilnya tetap tidak bisa.

“Aku udah pesen dua puluh tusuk sate kambing. Ayo duduk,” ajak Aksa menggenggam tangan Sastra membawa gadis itu menuju ke meja warung yang terdapat bangku kayu untuk duduk.

“Aku masih nggak nyangka kamu bisa bahasa Jawa,” tutur Sastra menatap Aksa tanpa berkedip.

“Kakek Nenek aku dari Jogja. Aku bisa sedikit-sedikit,” ujar Aksa duduk di hadapan Sastra. Keduanya hanya terhalang oleh meja kayu jati.

“Nenek aku juga dari Jogja. Tapi aku sama sekali nggak bisa ngomong pake bahasa Jawa. Udah belajar tetep gak bisa,” kata Sastra bercerita.

“Nulis Aksara Jawa kamu juga gak bisa?” tanya Aksa. Kedua alis Sastra kembali saling bertaut.

“Itu apalagi?! Aku liat hurufnya aja udah pusing!”

Aksa terkekeh pelan. “Aku bakal ajarin kamu nanti. Masa punya pacar namanya Aksara tapi nulis Aksara Jawa aja gak bisa?”

“Kamu juga bisa nulis Aksara Jawa? Serius?!” tanya Sastra terkejut.

“Sedikit-sedikit,” jawab Aksa.

Kemampuan Aksa berbahasa Jawa dan menulis Aksara Jawa di ajarkan oleh kakek Aksa ketika Aksa masih kecil. Memang ada darah asing dalam diri Aksa. Tetapi Kakek Aksa tidak mau Aksa melupakan budaya asli Indonesia hanya karena Aksa mempunyai campuran darah asing. Melestarikan budaya itu wajib!

Kulo tresno kaleh sampeyan. Coba tebak apa artinya,” ujar Aksa.

Sastra berpikir keras mencoba mencari jawaban yang tepat. Sedikit saja Sastra tidak bisa menemukan jawaban yang menurutnya tepat. Apalagi pengetahuan tentang bahasa Jawa Sastra sangat minim. Lalu Sastra menemukan ide yang bagus. Sastra meraih ponselnya di atas meja. Namun langsung di cegah Aksa.

AKSARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang