Perubahan

75 8 2
                                    

"Ya wajarlah nak, artinya Kak Biru sayang sama kamu, kamu patut bersyukur punya kakak kayak dia," papanya angkat bicara,

"Ah iya Rara mau ngomong sama kalian," Rara melepaskan pelukannya dari papanya. Lalu menatap keluarganya satu persatu,

"Rara mau hijrah,"

Seketika seluruh ruangan diam. Rara yang dikenal pecicilan, selengekan, juga modis sekarang akan pakai gamis syar'i? What the....

"Kok diem?" Rara memecah keheningan,

"MasyaAllah adikku ini!!! Ya ayok, ayo kakak temenin shopping baju baru terserah kamu mau beli berapa puluh berapa lemari juga ayo! MasyaAllah kakak seneng banget, ini niatan kamu yang kakak tunggu," Biru segera memeluk adik semata wayangnya itu, tangan besarnya membelai rambut Sang adik yang terurai,

"Biru, mama juga mau kok disuruh shopping gitu. Kalau Rara ngga mau mama aja ya?" wanita yang disebut Mama ikut nimbrung setelah tadi terdiam,

"Yeu enak aja Si Mama, iya kak aku mau kok hayu main yu!" Rara sedikit menahan tawa, tetapi temen serumahnya yang lain sudah tertawa, "Tapi Rara pinjem baju Mama dulu ya?" lanjutnya lengkap memasang tampang memelas,

"Iya iya sana pilih," bukan Hanna—Sang Mama, tapi Keenan—Papanyalah yang menjawab,

"Innalillahi, nggak nggak kamu pakai yang tak pilihin aja entar kalau milih sendiri, baju mama disabet gimana?!" kebawelan khas emak-emak keluar. Apa lagi kalau masalah baju, beuh rata-rata gitu tuh,

"Ya ngga gimana-gimana, ma." Keenan menjawab dengan entengnya.

+++

Di mall terdekat, Rara bersama Biru—kakaknya jalan berdua untuk shopping. Rara kini tampil beda akibat sewa ralat pinjam gamis plus khimar mamanya, jadi jangan salahkan bila warnanya terlihat 'tua'.

Kakak rasa pacar, mungkin itu sebutan yang pantas disematkan pada Samudera Biru kakak laki-laki satu-satunya Rara. Rara bisa bergelayut manja dilengan kekar Pak Dokter itu. Dan Biru pun nampak fine fine aja dengan kelakuan adik kesayangannya itu. Biru, si kakak yang khawatiran pada keadaan Sang Adik juga terkadang over protektif(sedikit galak) tapi Rara beruntung Biru tak seperti kakak-kakak kebanyakan yang senang menggoda adiknya, Biru sifatnya lebih mengayomi dan melindungi juga dingin jangan lupakan Biru tidak membuka lowongan jadi pacar.

"Kak, ke itu tuh yang itu," tunjuk Rara mirip anak kecil yang melihat gulali. Biru? Dia sudah khatam dengan sifat adiknya itu. Kedua anak muda itu melangkahkan kakinya menuju ke toko pilihan Rara,

"Assalamu'alaikum selamat berbelanja di toko kami. Waah Mbak sama Masnya cocok sekali, yang satu cantik yang satu ganteng banget wajahnya mirip," sambut mbak-mbak penjaga toko, sontak tawa Rara meledak dengan cepat Biru mencubit pipi Rara seolah memperingatkan,

"Wa'alaikumsalam mbak, hahaha... mbaknya ketipu! Hahaha kita ini adik kakak mbak gimana nggak mirip," jelas Rara dengan tawa yang belum reda. Mbak-mbak penjaga toko itu langsung menggaruk tengkuknya yang diyakini tak gatal seraya nyengir kuda khas orang bingung bin malu,

Tanpa ba bi bu Biru langsung menarik lembut lengan adiknya, seterusnya dia hanya menemani Rara yang belanja.

"Assalamu'alaikum emm Rara kan?" tanya suara bariton dari arah belakang Rara,

"Wa'alaikumsalam eeh iya, siapa?" tanya Rara seraya membalikan badannya. Didapatinya lelaki jangkung tengah tersenyum manis dan wajah tampan yang tak luput dari perhatian Rara, "Lho Kak Rana, kakak sama siapa?" tanya Rara lagi,

"Hehehe sendiri, kamu?" Rana tertawa sumbang,

"Sama saya," Biru muncul dan nimbrung dengan nada sinis. Alis Rana naik sebelah menandakan dia bertanya. Sejujurnya hati Sang most wanted kini sedang resah, takut-takut kalau pria yang barusan nyaut ini pacar Rara lebih parah kalau suami Rara gimana?

"Ng—gini ini Kak Rana, kak. Kakak kelas Rara," Rana segera mengulurkan tangannya tak lupa tersenyum, "Nah Kak Rana, ini Kak Biru kakak Rara yang paling ganteng dan baik," ucap Rara seraya memeluk pinggang kakaknya. Biru, dia menyambut uluran tangan Rana tanpa tersenyum sedikitpun. Catat, ini wajahnya mirip tembok, datar-datar aja, tapi dataran doinya author kok :')

"Ng—yaudah Kak, kita duluan ya, assalamu'alaikum," Rara yang peka akan adanya kecanggungan kedua pria itu segera menarik lengan kakaknya.

Setelah membayar belanjaanya yang MasyaAllah banyaknya(maklum pemula), kedua pemuda-pemudi itu segera meninggalkan toko.

"Siapa?" tanya Biru dengan nada dingin,

"Elah Kak temen kak temen," balas Rara sekenanya plus super cuek,

"Kalau temen kok akrab banget? Ingat dek pacaran itu dosa. Meskipun kalau ada temen-temen kamu bilang pacaran sehat, mana ada pacaran sehat tetep aja pac—"

"Pacaran itu dosa karena mendekati zina. Iya hari pertama ngga ngapa-ngapain nah hari berikutnya pegangan tangan, pegangan tangan itu bisa awal dari bahaya," potong Rara menirukan gaya bicara kakaknya—Biru.

"Anak pintar!" tangan besar itu mengacak kepala Rara yang terbalut hijab.

+++

"Adek bangun tahajjud dek," Biru sudah berisik sejak 1 jam lalu dengan menggedor pintu kamar Rara,

"Iya kak, 5 menit lagi deh," Rara masih bergelut dengan selimutnya,

"Dari tadi 5 menit 5 menit terus, udah deh kalau kamu nggak keluar kakak dobrak pintu ini sekarang," Biru menunggu reaksi adiknya, "1......2......2 setengah.....2 tiga perempat..." Biru mencoba memancing Rara keluar,"Ti—"

"Iya-iya ini aku udah ngejogrok disini. Udah ayok sholat," Rara keluar dengan tampang tidurnya yang awut-awutan,

"Ngga wudhu dulu?" tanya Biru setelah melihat adiknya sedikit 'ngeindur' berjalan menuju mini musholanya. Sontak mendengar pertanyaan kakaknya, cewek berkulit putih itu membulatkan matanya seraya menuju tempat wudhu.

.

Seusai melaksanakan sholat tahajjud kini Rara duduk terkantu-kantuk di depan kakaknya—Biru. Sedari tadi, dia melalui proses tawar-menawar kepada kakaknya untuk meminta jatah tidur sebentar,

"Kak ayolah aku tidur dulu ya? Subuh nanti aku bangun lagi deh," Rara dengan tampang memelas,

"Nggak kamu harus setor hafalan ke kakak. Sehari 1 surat untuk sementara juz 30 dulu kalau kamu ngga setor ngga kakak ajakin holiday an pas weekend," putus Biru dengan tegas.

Ya, demi jadi hafidzah demi dapetin Rana *ups, dan demi holiday Rara rela ngelakuin ini itu.

+++

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarrakatuh," ucap Rara dengan nada lucu yang membuat seluruh penjuru kelas mengalihkan pandangan ke arahnya,

"Wa'alaikumsalam. MasyaAllah ukhty lu dapet hidayah darimana Ra? Kok ya hualim banget, itu kerudung mak lu ya, Ra?" Melky—rivalnya Rara nyaut sekenanya,

"Yeu lu ya nyaut senjeplaknya aja, kalau mau ngomong dipikir dulu dong," Dion—Sang ketum nimbrung ke pembicaraan,

"Kalau mau ngomong dipikir dulu baru mikir udah pusing duluan, Yon. Dikit-dikit mikir belum-belum udah botak tuh pala plontos lu," Melky mah kalau bicara suka bener, tapi dianya kabur,

"Good luck!" sebuah kalimat yang terluncur dari mulur Athaya, sedang Rara hanya tersenyum samar saja, "Tapi inget kata 'hijrah' bukan untuk main-main, kalau demi cowok mending gausah deh. Percaya sama gue kalau lo berubah karena cowok, nggak bakal tahan lama. Tapi kalau lo berubah karena Allah, InsyaAllah lo bakal istiqomah," jelas Athaya seperti gaya-gaya ustadzah terkenal.

"Iya," sebuah kata meluncur dari mulut Rara. Jujur dia tersentil dengan ucapan sahabatnya itu, jujur saja diaa tersindir sekaligus tersinggung.

Ya benar, dia berubah salah satu alasannya adalah, Untuk menarik perhatian kakak kelasnya, Sang most wanted sekolah ini, siapa lagi kalau bukan Rana.


***

Assalamu'alaikum.... hola semua. Ngga mau kebanyakan bawelnya ya, aku cuma mau ngerevisi namanya abangnya Rara itu Biru, nggak jadi Radit okay? Dan selamat menikmati, afwan untuk semua typo yang bertebaran. Happy reading gaes! Wassalamu'alaikum


SayendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang