Pulau Merah dan Ukiran Kenangan

31 3 0
                                    

"Mereka ngomong apasih kak? Kok orang-orang sampai ngakak kejer gitu?" tanya Rara bingung, ya memang lawakan kalau pagelaran gini ya pakai bahasa daerah. Tak jarang pakai bahasa campur aduk ya tapi tetep medoknya nggak bakalan hilang. Sampai pada scene Tari Kuntulan keluarga itu memutuskan kembali ke hotel untuk beristirahat.

Huft! Hari yang melelahkan tapi menyenangkan, memang pesona Banyuwangi sangatlah besar.

+++

Keesokan harinya berbekal petunjuk dari google dan medsos lainnya, Rara dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke PM a.k.a Pulau Merah. Bandung terkenal dengan suasana urbannya dan Jogja terkenal dengan wisata budayanya, Banyuwangi terkenal dengan keindahan alamnya, mulai dari perbukitan, taman nasional, hingga jajaran pantai indah di ujung timur Pulau Jawa sangat menggiurkan bagi para wisatawan yang haus akan pengalaman menikmati alam. Salah satunya Pulau Merah. Dinamakan Pulau Merah karena disana terdapat sebuah bukit yang konon tanahnya berwarna merah, jika sedang beruntung kalian bisa mengunjungi bukit ini ketika air laut sedang surut. Namun, jika air sedang pasang pulau ini akan terpisahkan air laut. Pulau kecil dengan vegetasi hijau, gelombang laut selatan yang menari, jejeran tumbuhan pandan laut, juga pasir putih menjadi perpaduan yang indah. Iya, ini Indonesia negeri kita, negeri indah bak kepingan kecil dari surga.

"MAMA CEPETAN!!!!" teriakan Rara memenuhi kamar hotel tempat mama ayahnya beristirahat. Biru, dia yang berada di belakangnya hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah kekanak-kanakan adiknya itu.

"Iya nih udah!" kata sang mama—Hanna seraya bangkit dari meja rias. 15 menit kemudian, mobil Jazz putih itu sudah melaju membelah jalanan Bumi Blambangan.

+++

Setelah perjalanan panjang kurang lebih 3 jam, mobil yang dikemudikan Biru itu sudah sampai di pintu masuk tempat yang akan mereka kunjungi. Setelah membayar tiket masing-masing manusia 8k juga tiket parkir roda empat 5k, keluarga kecil itu masuk ke area yang tak sebegitu ramai. Iyalah, ini bukan hari libur hanya mereka saja yang ambil cuti.

Belum masuk saja Rara sudah berdecak karena tempat parkirnya di bawah naungan pohon besar nan asri.

"Kak, entar kakak nikahan disini aja deh, bagus kak!" celetuk Rara asal. Biru yang sebal otomatis mengacak jilbab Rara yang berwarna natural(cokelat keabu-abuan, tapi juga kehijau-hijauan, bagus deh warnanya) itu. Biru, lelaki berbaju putih itu kini sudah memakai topi baseball abu-abu kembaran dengan yang dikenakan adiknya—Rara sekarang. Kacamata hitam sudah bertengger manis di kerah kaos putih itu. Tangan yang dimasukkan ke saku celana 'nggantung' nya menambah kesan gagah. Aaaa Biru bisa aja bikin histeris kaum hawa!

"Ah jangan ah! Kejauhan Ra! Lagi pula pesta taman di Villa Puncak cukup kok, ahahaha. But, kapan nih Biru?" Keenan menimpali dengan derai tawa yang tak putus-putus. Okay, hobi baru Keenan adalah menggoda Biru—anak lelakinya!

"Terus, terusin aja ngeledeknya. Awasin aja 3 hari ke depan bakalan di hotel mulu tau rasa ya!" Biru menanggapi dengan ngambek-ngambekan,

"Eh abang! Jangan ngambek dong! Adek sama siapa kalau abang ngambek?! Ahahaha," Rara bicara mirip bencis yang ditinggal cogannya, elah buset dah gimana tuh!

Baru menapakkan kaki mereka dipinggir tumbuhan pandan yang sela-selanya menjadi jalan, pemandangan menakjubkan menyambut mereka.

Hiruk-pikuk orang berfoto yang tak mengganggu satu sama lain, iya foto disini tuh enak. Viewnya bagus, kalau yang ngambil pinter InsyaaAllah nggak bakal ada tuh penampakan-penampakan difoto. Meraka tiba di tempat ini ketika jam dinding di warung ikan bakar menunjukkan angka 2. Iya, pagi tadi sengaja menghimpun tenaga demi berkunjung ke tempat ini. Mentari yang nampaknya akan kembali keperaduannya, langit sore yang berwarna jingga, juga siluet pulau yang menghiasi background foto. MasyaAllah!

SayendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang