Awal

315 18 1
                                    

Gadis cantik dengan rambut lurus tergerai lengkap dengan bandana pink itu kini berdiri sendiri di tepian jalanan ibukota, Saytacy Garbera Puri, panggil saja Rara. Matanya yang tak terlalu lebar menandakan dia sedikit tersentuh darah Jepang, Kulitnya putih seperti kebanyakan wanita asia. Tubuh tinggi semampai ditambah hidung yang mancung melengkapi penampilannya. Pagi yang cerah dengan senyuman mentari yang setia menemani.

"Kiri bang!!" teriak gadis itu setelah melihat sebuah angkot yang biasa ia tumpangi. Tak banyak pikir dia langsung menaiki angkot itu.

Di dalam angkot sedang duduk seorang pemuda yang berseragam sama dengannya. Bedanya di lengannya terdapat tulisan 'XII' yang menandakan pemuda itu kakak kelasnya.

"Alim," gumamnya menanggapi perilaku pemuda itu yang tetap membaca Al-Qur'an berwarna cokelat itu. Tak ada percakapan karena keduanya tidak saling kenal. Ah iya Rara tau kok nama pemuda itu, dia Rana Kevin Gumara, cowok yang memang terkenal alim yang juga ketua osis sekolahnya.

"Kiri bang," kata Rana setelah gerbang sekolahnya terlihat, sementara Rara dia sibuk mencari dompetnya yang entah kemana,

"Aduh mati gue! Gimana yah? Pura-pura bego aja kali ya? Jangan ah, ng--ngomong aja deh," gerutu Rara seraya turun dari angkot itu,

"Ng-- Bang maaf nih, gue lupa bawa dompet deh keknya, bon dulu deh besok gue bayar," Rara memberanikan diri ngomong seperti itu,

"Kumaha si eneng teh? Kan udah dibayarin sama pacarnya neng," tanggapan abang angkot itu sontak membuat Rara terkejut,

"Pacar?"

"Iya, aden yang barusan turun itu," Rana, satu nama yang muncul di benak Rara setelah mendengar jawaban abang angkot itu,

Kalau ketemu bakal gue bayar plus ngucapin thanks..... batin Rara sambil melangkah.

+++

"Ra tungguin kali!!" Athaya, cewek cantik blasteran Indo-Austria

"Gue laper banget,Ya dah deh jangan banyak bacot lo itu!!" Rara dengan menoleh ke belakang tapi tak mengurangi kecepatan jalannya,

BRUK!!!

"MAMPUS!!!" pekik Rara setelah tergeletak di lantai, "Aduh mana jatuhnya ngga elite lagi," gumam Rara seraya mengusap lutut mulusnya,

"Maaf," entah berupa permintaan atau pernyataan yang jelas seorang pemuda melontarkan nada itu dengan datar,

"Mata lo itu dita--" Rara menghentikan ucapannya setelah melihat siapa yang menabraknya, "Kak Rana?!" ia kini berusaha memastikan.

Sang pemuda yang tak lain adalah Rana, dia masih setia menunduk. Terlihat senyum tipis tapi manis yang tercetak di wajah tampannya.

"Maaf, saya ngga sengaja," kali ini nadanya sedikit berkurang kadar kedatarannya.

"Ah iya gapapa, harusnya gue yang terimakasih kak. Makasih udah mau bayarin gue. Nih gue ganti," gadis itu menyodorkan selembar uang berwarna ungu. Kok bisa dapat uang? Iya dia tadi nyuruh sopirnya untuk mengantar dompetnya.

"Ah tidak apa-apa, tidak usah dipikirkan. Anggep saya yang traktir," Rana sedikit memberi jeda, "Yasudah saya permisi, assalamu'alaikum," pria tampan nan tinggi itu kini sudah berlalu menghilang di balik koridor jurusan mushola. Ah idaman sekali!

Athaya, gadis pemilik freeckles itu mulutnya menganga lebar. Dia mencerna yang barusan terjadi. Rana tersenyum? WHAT?! Bahkan kakak kelasnya itu jarang sekali berinteraksi dengan lawan jenis. Setelah terdiam cukup lama akhirnya kaki panjang itu melangkah menuju sahabatnya yang kini tengah membetulkan tatanan rambutnya itu,

SayendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang